Chapter 31

94.5K 4.5K 232
                                    

⚠ Sedia tisu sebelum baca!

"Cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya, sedangkan cinta terakhirnya adalah suaminya."

Langit ibukota berwarna kelabu, awan hitam yang menggantung di langit terlihat sangat menyeramkan, suram, mencekam dan itu mewakili perasaan seorang wanita, yang kini tengah menengadahkan doa dengan sajadah yang tergelar di hadapannya.

Air matanya menetes di pipinya bak sungai yang mengalir deras.

"Allahu.. Kenapa rasanya sesakit ini?" Adu wanita itu sambil tersenyum getir.

Bukankah sebelumnya ia sudah menguatkan hatinya? Bukankah sebelumnya ia berkata bahwa ia akan mempertahankan pernikahannya? Bukankah ia pernah bilang bahwa ia tak akan menyerah?

Nyatanya.. Semua kondisi kini berbalik ke arahnya, berbalik menusuknya, seakan Allah sedang menguji batas kesabaran hambanya, batas sampai dimana ia harus berjuang mempertahankan rumah tangganya.

Ini baru awal. Kenapa rasanya seolah-olah semua sudah terjadi, dan hanya tinggal menunggu bahagianya?

Selesai menunaikan ibadahnya, wanita itu mengambil handphonenya dan menelepon seseorang yang sedari tadi menjadi beban pikirannya.

My Hubby

Tuuutt- Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan, ---

Wanita itu terus mendial hingga panggilan keempat. Hingga akhirnya ada seseorang yang mengangkat panggilan itu.

"Hallo, ini nomor siapa ya?" Zahra terkaget dan melihat kontak yang ia telepon. Ini benar nomor suaminya kan?

"Mas, kamu gak nyimpan nomor aku?" Tanya Zahra dengan sedikit kesal.

"Oh ternyata kamu, Azz. Maaf aku lupa nge-save." Ucap lelaki itu diseberang sana.

Zahra mencoba berlapang dada, jangan biarkan hal sepele menjadi masalah besar. Oke.

"Sekarang kamu dimana, Mas?" Tanya Zahra menghilangkan rasa kesalnya.

Tuutt-- tuut-- tuuut.

Panggilan terputus.

Azzahra menatap handphonenya nanar. Suaminya memutus panggilan itu sepihak. Ah, dia terlalu lemah jika ia menangisi hal sekecil itu.

Kontak tidak di-save.

Pertanyaan yang menggantung.

Dan panggilan diputus sepihak.

Bukankah itu hal kecil? Iya. Itu sangat kecil.

Azzahra saja yang hari ini sangat lemah. Bahkan ia menangisinya sambil mengelus perutnya yang belum terlalu buncit itu.

"Maafkan ayahmu ya, nak. Sebentar lagi dia pasti akan kembali."

Tepat saat ia akan menaruh ponselnya di meja, sebuah panggilan masuk dari Umi Nadin. Zahra dengan cepat mengangkatnya.

"Assalamualaikum, Umi."

"..."

"Ya Allah. Innalillahi wa-inna ilaihi raji'un. Iya Umi, aku kesana sekarang ya!" Jantung Zahra berpacu kala mendengar berita itu, pandangannya sempat mengabur karena air mata yang meluncur. 

Jodoh Terbaik [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang