..

Kami berkumpul di depan sebuah rumah megah, Baldi bersama seorang Polisi berseragam sedang berbicara dengan satpam rumah, ia tidak membiarkan kami masuk awalnya. Tapi Baldi mengancam ala-ala Polisi dan membuat satpam itu ciut dan akhirnya membiarkan mobil kami beriringan masuk ke pekarangan rumah Max tersebut.

Ketika kami turun dari mobil dan menuju ke pintu, ada sebuah mobil masuk dan keluarlah Dinar. Ia menatapku heran, "Tuan Alghaz? Kenapa Anda ada di sini?" tanyanya, kemudian matanya mengarah pada Baldi dan Polisi berseragam di belakangku, "dan kenapa Anda bersama Polisi?" tanyanya lagi.

Aku menghela napas dan memutuskan sudah saatnya Dinar tahu, seperti apa ayahnya sebenarnya. "Kami mau bertemu ayahmu" jawabku.

Dahinya berkerut makin bingung, "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Kamu tahu kalau Gadis diculik kan?" tanyaku dan ia mengangguk.

"Ya, saya tahu dan saya benar-benar turut prihatin atas kejadian itu, semoga Gadis segera ditemukan..." ujarnya, "tapi kenapa Anda ada di rumah saya dan mau bertemu ayah saya?"

"Kami berpikir, ayahmu ada hubungannya dengan penculikkan istriku" sahutku langsung pada intinya.

Raut wajahnya berubah syok dan cemas, "Apa? Tidak mungkin! Saya sedang bersama ayah saya saat Gadis menghilang diculik! Jadi tidak mungkin ayah saya ada hubungannya dengan penculikan istri Anda!" belanya.

Tentu saja ia akan membela ayahnya. Karena ia tidak tahu apa yang ayahnya lakukan selama ini. Kemudian Dinar masuk dengan tergesa dan mempersilakan kami duduk di ruang tamu sementara ia memanggil ayahnya. Tapi kami semua tetap berdiri, terlebih aku. Begitu aku melihatnya berjalan menuju ke arah kami, rasanya aku ingin menerjangnya dengan pukulan di wajahnya dan membuat mata satunya buta juga!

"Mr. Devran! Saya tidak menyangka akan kedatangan Anda di rumah saya, sungguh suatu kehormatan" ujarnya berbasa-basi.

"Ayah kenal dengan Tuan Alghaz? Suami Gadis?" suara Dinar berbisik.

"Ya Nak, Ayah mengenalnya, kami sempat menjadi partner bisnis beberapa waktu lalu" jawabnya berbohong. Aku menendangnya keluar dari proyekku! Mana mungkin aku mau bekerja sama dengannya. Max menyodorkan tangannya ingin bersalaman denganku, alih-alih menyambut tangannya bersalaman. Tanganku melayang ke rahangnya dan mendaratkan pukulanku sekuat tenaga, berusaha membuat rahangnya patah saat itu juga. Max terhuyung dan hampir terjatuh ke lantai kalau saja Dinar tidak menahannya. Dinar menjerit melihatku memukul ayahnya.

Pukulanku yang kedua hampir mengenai matanya, kalau saja Omar tidak menahanku, mata itu pasti buta juga sekarang. Dinar memaki marah padaku, "Apa-apaan ini? Anda tidak berhak memukul Ayah saya!" teriak Dinar, dan Max menatapku dengan memicingkan matanya.

"Mr. Devran, biarkan saya bicara" ujar Baldi berdiri di depanku, berusaha menengahi.

"Mr. Andromax Jodys, kami datang bermaksud memberikan surat ini pada Anda" Ia menyerahkan sebuah amplop pada Max.

Max membuka dan membacanya, "Saya tidak tahu kenapa saya mendapatkan kekerasan seperti ini di rumah saya sendiri" ia menggerakan bola matanya membaca surat panggilan Polisi tersebut, "saya juga tidak mengerti kenapa saya disangkut pautkan dengan semua ini. Tapi sebagai warga negara yang baik, saya akan datang" katanya, "di surat ini disebutkan saya bisa datang dalam waktu maximal 2x24 jam. Jadi saya tidak harus ikut Anda sekarang bukan?" ujarnya.

Baldi mengangguk, "Anda benar, Anda punya waktu 2x24jam untuk memenuhi panggilan itu" ujarnya, kemudian ia melihatku dan kembali berpaling pada Max, "kalau begitu kami permisi, Mr. Andro" ujar Baldi sambil memutar tubuhnya dan mendorongku keluar pintu.

LEAD TO YOU (Sudah Terbit-Repost-Completed)😍Where stories live. Discover now