"Aku kembali ke ruangan ya, mas! Kalau rindu telepon" Ucapku garing. Dia hanya mengangguk tanpa ada sepatah kata apapun untuk mencegahku pergi. Kamu ini siapa Azzahra?! Batinku memberontak.

Aku menarik nafas lalu membuka pintu berkaca hitam tersebut. Sembari menutup mata, aku menggumam doa untuk selalu diberi kebahagiaan dalam berumah tangga.

***

Hari pertamaku bekerja disini setelah menikah kukira akan berakhir indah. Namun apa kenyataannya? Seseorang dari masa lalu suamiku datang dan memasang wajah tanpa dosa.

Huftt. Aku sudah beristighfar berapa kali hari ini? Kurasa banyak sekali.

Jam weker di mejaku berdering, pertanda bahwa jam kerja sudah selesai dan bersiap kembali esok harinya.

Aku mengambil tas kerjaku dan berjalan keluar ruangan. Aku membuka pintu ruangan kerja suamiku dan berseru senang sebelum aku melihat hal yang membuatku terkejut.

"Pak!" Ucapku yang membuat mereka terkejut dan melepaskan pelukan penuh rindu.

"Saya permisi pulang" Aku sedikit membungkuk sopan seperti waktu aku izin pulang dulu.

Meski dalam hati itu mak tratap, tetapi aku berusaha menjalankan aktingku.

"Sebagai karyawan baru, seharusnya jangan terlalu lancang datang kesini kak! Apalagi tanpa persetujuan saya sebagai sekretaris" Ucapku semakin sinis melihat wanita itu malah melihat kukunya.

"Aku kesini dengan persetujuan atasanmu langsung dik! Buat apa saya izin denganmu?" Aku semakin geram dengan suamiku.

Setidaknya jaga hati istrinya dong, jaga jarak dengan wanita itu dan hargai sedikit keberadaanku. Namun dia tetap diam tak membela siapapun.

"Baik. Terima kasih pekerjaannya hari ini pak. Saya pamit. Assalamualaikum" Putusku lalu keluar dengan nafas memburu.

Aku menoleh kebelakang sebelum memasuki lift. Namun tak ada siapapun yang mengejarku. Kurasa sekarang aku punya hobi baru, yaitu menghayal. Huhuu, semenyedihkan itukah diriku?

***

Author Pov.

Zahra pulang ke rumah dengan menggunakan taksi. Apa kalian ingat bahwa pagi tadi mereka masih bermesraan? Namun apa yang terjadi sekarang berbeda 180 derajat. Perasaannya kacau dan butuh hiburan agar tidak stress.

Zahra melihat di sudut televisi terdapat mikrofon, dvd serta speakernya. Tak berfikir terlebih dahulu, dia langsung menghidupkan bluetooth dan menyetel lagu dari youtube.

Musik mulai mengalun.

"Yank~

"Kemarin ku melihatmu~ Kau bertemu dengannya~ "

"Kurasa sekarang kau masih memikirkan terntangnya"

"Apa kurangnya aku didalam hidupmu, hingga kau curangi akuu~"

"Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia"

"Aku punya ragamu tapi tidak hatimu. Kau tak perlu berbohong kau masih menginginkannya.

"Kurela kau dengannya, asalkan kau bahagiaaa~"

Zahra melampiaskan egonya disela-sela tangisannya. Memang ini tak terlalu sakit ketimbang apa yang pernah terjadi di masa lalunya.

Tapi kondisi ini tak pernah terpikir sedikitpun di benak seorang Azzahra. Jadi sekarang pikirannya bercabang dan tak tahu harus bagaimana.

"Assalamualaikum" Suara lelaki dari arah pintu depan membuat Zahra mengusap air matanya kasar.

"Waalaikumussalam"

Refan berjalan ke arah istrinya dan melihat mata sembab yang membuatnya merasa bersalah.

"Maaf jika kejadian di kantor tadi membuatmu menangis" Refan mencoba memeluk istrinya yang terus ditolak oleh Azzahra.

"Jangan peluk aku setelah kamu melakukan hal yang sama dengan selain diriku!" Tepis Zahra lalu mencoba menghindar.

Refan memejamkan matanya berusaha agar kepalanya tetap dingin.

"Maaf Azz. Dengerin dulu penjelasanku!" Refan berusaha menjangkau tubuh istrinya.

"Mungkin untuk memaafkan, aku masih bisa mas. Tapi aku masih kecewa denganmu"

"Harusnya mas bisa lebih tegas, harusnya aku yang mas bela, aku memang bukan prioritasmu mas. Tapi setidaknya jaga perasaan istrinya itu bisa gak sih?!" Emosi Zahra memuncak melihat ekspresi suaminya yang tenang.

"Kamu hanya tidak melihat sudut pandang orang lain Azz. Kamu hanya melihat satu pandangan yang menurutmu benar!" Ujar Refan.

"Lalu setelah aku melihat sudut pandang dari seorang Anisya, apa itu berarti ia harus benar mas? Apa aku bakal mengerti apa yang ia rasain?" Zahra nyaris tertawa melihat pola pikir suaminya.

"Lalu apa kabar dengan diriku sendiri mas? Apa seorang Anisya akan senang hati jika berada di posisiku? Apa ia akan mengerti dan berlapang dada sepertiku? Tidak mas. Setiap orang itu berbeda, aku gak harus nempatin posisi orang lain untuk merasakan--"

"Cukup Azzahra! Aku sedang tidak membahas Anis. Jangan sangkut pautkan dia dalam masalah kita!" Refan mulai tersulut emosi.

"Tapi dari awal dia adalah masalahnya mas, dengan atau tidak ada dirinya, itu sudah memberi dampak untukmu dan untuk pernikahan kita!" Zahra menitihkan air matanya. Sementara Refan mulai menggelap, apapun yang menyangkut Anisya egonya akan naik.

"Kamu lupa Azz? Dari awal, pernikahan kita seharusnya tak ada, jadi jangan bertingkah seolah kamu adalah istri yang memang kuharapkan!" Putus Refan yang mulai terpancing emosi.

"Kenapa gak nolak dari dulu aja mas? Kenapa baru sekarang kamu berkata seperti itu?" Kaki Zahra gemetar dan akhirnya merosot. Air mata jelas sekali berderai di pipinya.

Refan yang kesadarannya sudah membalik langsung mendekati istrinya. Ia tahu disini ialah pihak yang sepatutnya dipersalahkan. Bukan istrinya.

"Maaf Azz. Aku sudah terpancing emosi" Refan berjongkok dan merangkul istrinya.

Di pelukan Refan, Zahra menangis tertahan mencoba untuk memendam saja semua amarahnya.

"Mas-!" Hatinya mulai mencair dan menyusut air matanya.

"Antar aku pulang" Lirih Zahra.

"Pulang? Ini kan sudah dirumah Azz?" Kernyitan tercetak di dahi Refan.

"Aku mau pulang ke rumah ummi-abi mas, aku rindu mereka"

"Lagipula rumah ini bukan untukku. Tempatku bukan disini mas, jadi antar aku kembali" Pinta Azzahra dengan sorot memohon.

"Ummi. Bukannya aku menyerah atas apa yang terjadi di rumah tanggaku kini. Kadang aku lelah mi, aku merasa hanya aku yang berjuang disini. Aku masih terlalu pemula untuk menerima kesakitan ini. Aku butuh seseorang yang tulus berada disisiku, dan hanya denganmu ummi, aku bisa menjadi diriku sendiri"

"Abii. Aku tahu engkau masih berat menerima dia sebagai suamiku. Aku tahu engkau masih belum rela kehilanganku sebagai putrimu. Abi, bawa aku pulang. Aku rindu kalian, tak ada tempat sehangat rumah kita. Tempat yang kukira akan membahagiakanku, ternyata hanya membuatku mengeluarkan air mata. Abi, apa aku harus berjuang lagi?"

***

Follow my ig yak jgn lupa
@sriretnosari27
Oh iya, fb nya jugak iyaa.

ILY❤

Jodoh Terbaik [TERBIT]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora