[ 8 ]

650 31 0
                                    

"Kalian punya peta negara Polandia?" Bu Anya memandangku dan Fariz secara bergantian. Kami berdua berpandangan lalu menggeleng.

"Peta besar Benua Eropa?" Lanjut Bu Anya. Aku dan Fariz berpandangan lagi, lalu kami menggeleng. Ya, aku memang tak punya peta besar negara Eropa, yang ku punya hanya globe dan atlas.

"Kalau gitu kalian harus beli."

"Ha? Untuk apa bu?" Tanya kami bebarengan.

"Ya untuk analisis lah nak, kalian ini aneh." Bu Anya berdecak pinggang dan beralih pada Agus.

"Agus, kamu punya peta Eropa?"

"Punya dong bu." Agus tersenyum bangga dan Fariz mendengus. Baru punya peta Eropa saja bangga, padahal ke Eropa saja belum pernah.

"Nanti malem ke toko buku yok." Fariz mengagetkanku yang masih memandangi Agus.

"Beli peta?"

"Ya iyalah Fi. Kamu mau ikut nggak?"

Aku mengangguk mantap dan tersenyum lebar. Fariz juga tersenyum lebar mendengar persetujuanku. Asyik, ini adalah saatnya aku jalan dengan Fariz untuk yang kesekian kalinya.

Aku sudah bilang pada Bu Anya bahwa malam ini kami ingin beli peta di toko buku. Jadi sudah ku pastikan bahwa pertemuan selanjutnya kami sudah punya peta masing-masing.

***

Fariz datang ke rumahku tepat pukul tujuh. Tak lupa aku berpamitan dengan kedua orangtuaku dan langsung melesat pergi. Aku merapatkan jaketku, udara gunung di malam hari memang luar biasa dingin. Fariz tersenyum dan membukakan pintu mobilnya untukku. Aku semakin tersanjung melihatnya.

Malam ini Fariz tampan sekali, penampilannya lebih dari sekedar ingin pergi ke toko buku. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak merah dipadu dengan celana jeans hitam dan sepatu airwalk keluaran terbaru. Sepanjang perjalanan aku meliriknya, Fariz juga balas melirikku. Alunan lagu romantis "Endless Love" dari radio mobil mengiringi perjalanan kami berdua menuju toko buku. Aku sangat menikmati perjalanan ini.

"Fi."

"Iya?" Aku melirik Fariz yang juga balas melirikku. Jantungku berdegup kencang.

"Bunga untuk kamu." Fariz mengeluarkan setangkai mawar segar dari sisi kanan tempat ia mengemudi. Aku kaget luar biasa dan menerima mawar merah pemberian Fariz dengan tangan gemetar. Mawar merah perlambang cinta. Oh Tuhan apakah malam ini ia akan menyatakan cinta?

"Te... terima kasih Far."

"Sama-sama Fi. Tadi aku mampir ke florist tanteku, sekalian aja aku beli buat kamu. Kamu suka?"

"Banget." Aku mencium harum mawar merah yang masih segar ini. Jo sering memberiku bunga rumput warna-warni yang ia petik disekitar hutan pinus, tapi jelas maknanya berbeda dengan bunga yang diberi Fariz untukku.

Aku melihat Fariz tersenyum cerah, hatiku jadi benar-benar tak karuan. Perasaanku terbalas, kini aku tinggal menunggu kapan Fariz berani menyatakan perasaannya padaku.

"Kita udah sampai." Fariz mengagetkanku dari lamunan yang mulai ngelantur. Ia memarkirkan mobilnya dan kami turun bersama. Fariz menggandeng tanganku dari awal mencari peta sampai kami pulang. Aku tak bisa lepas memandang Fariz, dia benar-benar membuatku jatuh cinta malam ini. Dia sempurna.

***

Tak terasa dua minggu telah berlalu sejak aku dan Fariz pergi bersama. Bunga pemberian Fariz masih ku simpan dalam kamar dan ku beri vas berisi air. Walau sudah layu, tapi kenangannya tak akan pernah layu. Kami jarang bersama akhir-akhir ini, ujian semester memisahkan kami berdua. Aku harus banyak belajar begitu pula dengan Fariz.

ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now