[ 6 ]

572 30 1
                                    

Pagi ini tim basket SMA Harapan Nusa akan bertanding melawan tim basket SMA Kasih Bangsa. Anak-anak basket sudah berkumpul di lapangan dengan kostum kebanggaan mereka. Banyak sekali murid perempuan yang melirik mereka sebelum sempat masuk ke kelas.

Aku dan Mila berjalan beriringan memperlambat langkah bukan karena mau melihat anak-anak basket, melainkan malas masuk kelas karena jam pelajaran pertama adalah Ekonomi.

Aku melihat Fariz baru saja menganti bajunya dengan kostum basket kebanggaannya. Di sekolah ini boleh memilih tiga ekskul. Maka selain Ekskul Geografi, Fariz memilih ekskul basket sebagai ekskul keduanya. Fariz melihat ke arahku dan Mila, ia tersenyum dan berjalan menghampiri kami. Aku mengakui bahwa pagi ini dia terlihat keren sekali.

"Wow Mil, liat! Fariz keren banget! Dia bisa jadi sorakan cewek-cewek di sana!"

"Kamu bener Fi, dia keren banget!" Mila menjerit menatap Fariz yang berjalan menghampiri kami.

"Aku makin suka sama dia Mil." Bisikku.

"Hei hei kalian, doakan aku sukses bawa pertandingan pagi ini ya." Fariz berkata riang.

"Selalu." Ujarku mengacungkan jempol dan menepuk pundak Fariz.

"Hei Mila, gimana kabarmu?" Fariz beralih pada Mila yang hanya tersenyum simpul.

"Hai Far. Aku baik kayak biasanya." Mila tersenyum dan mengepalkan tangan memberi semangat.

"Kamu pasti bisa Far!" Pekik Mila.

"Thanks Mil." Fariz tersenyum lebar.

Oh, Fariz tidak menanyakan kabarku? Mengapa ia malah menanyakan kabar Mila? Hmm mungkin saja dia sudah tahu kalau aku ini selalu baik-baik saja, tapi ya setidaknya menanyakan kabar untuk basa-basi. Mila dan Fariz terlihat semakin dekat akhir-akhir ini. Semoga mereka bisa menjadi sahabat yang baik.

"Fi, kalau aku menang kita makan-makan bertiga lagi ya." Ujar Fariz.

"Bertiga?" Tanyaku heran. Biasanya kalau merayakan sesuatu aku dan Fariz hanya makan berdua saja, memang mengajak Mila, tapi itu hanya kadang-kadang. Kami lebih banyak menghabiskan waktu berdua. Terserahlah, mungkin maksud Fariz biar suasana semakin ramai bila ada orang lain selain kami berdua.

"Iya dong bertiga. Eh, aku duluan ya, doakan sukses." Fariz berlari meninggalkan aku dan Mila. Aku memandang Mila yang masih tersenyum menatap kepergian Fariz.

***

Fariz menang. Ia dan Kenny, sang kapten basket, maju ke tengah lapangan upacara untuk menyerahkan piala kepada kepala sekolah. Aku benar-benar bangga melihat Fariz berdiri di depan dan tersenyum lebar padaku dan Mila. Banyak anak kelas sepuluh yang menyerukan namanya 'Kak Fariz hebat!', 'Iiih Kak Fariz keren!' dan hanya dibalas dengan senyum maut khas Fariz yang membuat anak-anak semakin berteriak heboh.

Dan disinilah kami sekarang, direstoran Ayam Betutu Gilimanuk dekat Jembatan Tugu yang akhir-akhir ini menjadi restoran favorit aku dan Fariz. Seperti biasa, aku memesan Ayam Betutu Bali kesukaanku.

"Skornya tipis banget, cuma beda dua angka." Fariz tersenyum bangga dengan mulut penuh nasi.

"Kamu bener-bener hebat Far! Aku kagum!" Mila berteriak heboh seperti anak-anak kelas sepuluh.

"Thanks Mila, aku menang atas suportmu juga."

Mila tersenyum dan aku agak aneh memandangnya. Ada rasa tak suka yang tiba-tiba menyelimuti hatiku. Ah, masa aku berprasangka buruk pada sahabatku sendiri? Tidak mungkin. Apalagi Mila kan tahu kalau aku suka Fariz. Karena tak enak, aku pun ikut menimpali.

ANGIN HUTAN PINUS [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now