Episode 9: Doa Sang Cermin.

1.3K 167 3
                                    

Tik

.

Tik

.

Tik

.

Dalam kegelapan tak berujung. Bunyi detak jarum jam terdengar sayup-sayup sebelum tenggelam dalam keheningan.

"Apakah kau kesepian...?"

'Siapa...?'

Suara rendah dengan nada datar dari seorang laki-laki muda. Suara tepukan langkah kaki yang tegas dan selaras terdengar kian mendekat.

"Apakah kau merindukannya...?"

Kembali suara itu berucap dan bertanya entah pada siapa. '...Aku... merindukan siapa...?'

"Sungguh, cermin yang malang... merelakan waktumu hanya untuk seorang anak adam..."

Nyut...

"Kau salah dengan memilih manusia, cermin kecil."

Nyut...

"kau salah telah memberikan hatimu pada manusia..."

Nyut...

Setetes air mata mengalir lembut, sebelum jatuh lalu terurai di udara.

"...Aku mencintainya..."

Kini suara lain terdengar menyahuti dalam kegelapan. Suara yang pelan dan lirih itu terdengar sedikit serak. Seakan sudah begitu lama ia tidak menggunakan suaranya.

"Aku tahu..." suara asing itu berhenti sejenak. "Karena itu... kau mau dia, aku hidupkan kembali?"

"?!"

"Tentu saja ada bayarannya!" tiba-tiba suara laki-laki itu naik satu oktaf. Jeda yang terjadi setelahnya, entah mengapa membuat lawan bicaranya merasa bahwa laki-laki itu tengah tersenyum saat ini. "Ada hal yang harus kau tukar untuk mendapatkannya kembali."

.

.

.

"Bagaimana... Haku?"

...

DUAR!

Kepulan asap memenuhi seluruh koridor lantai dua sekolah menengah atas Konoha. Dari balik asap itu melompat dua orang berlawanan arah. Remaja laki-laki dengan rambut coklat panjang mencoba menahan lajunya saat terlempar ke arah bagian kanan koridor. Sementara itu di depannya, sosok Tenten terpelanting dan punggungnya membentur keramik cukup keras.

Geraman serta suara tawa mengerikan terdengar dari balik asap. Kepulan asap abu-abu itu mulai menipis sebelum menghilang sepenuhnya dan menampilkan beberapa monster, siap menghantam dua pembasmi iblis di depan mereka.

Gadis dengan rambut serta mata coklat itu menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Rasa perih membuatnya tahu, bahwa bibir bawahnya telah robek. Tenten meludahkan darah yang terasa anyir itu dan mendelik sengit pada sosok siluman kera berbulu kehitaman di depannya.

Kera dengan ekor melingkar serta bermata emas itu terkikik menyebalkan. Salah satu tangannya terulur sebelum tersenyum mengejek dan memberi isyarat pada Tenten untuk maju. Gadis berusia lima belas tahun itu mengumpat kesal.

"Tidak seharusnya monyet berlagak sombong!" serunya lalu melompat untuk memberikan pukulan bertubi-tubi pada siluman kera dengan tinggi yang hampir menyamai Neji.

The Red FoxWhere stories live. Discover now