Aku tertegun sesaat sambil kembali mengangkat bokongku keluar, "Ehm, maaf Tuan..." aku berpindah ke pintu belakang dan masuk ke dalamnya di sebelah Tuan Alghaz yang wangi. Ia melihatku dan memerintahkan sopirnya untuk segera pergi. Aku menelan ludah menyadari ia masih memperhatikanku.

"Apa ada yang salah, Tuan?"

"Alghaz, Gadis. Tidak pakai Tuan" katanya.

"Maaf, saya agak canggung---"

"Tidak perlu canggung" katanya.

Aku tidak bersuara selama beberapa menit kemudian, sampai Alghaz mengangsurkan sebuah kotak padaku, aku menoleh padanya, "Apa ini?"

"Kamu buka saja"

Sebetulnya dari gambar depannya saja aku tahu kalau kotak ini berisi sebuah ponsel mahal. Aku tahu ini ponsel mahal dari gambar apel di depannya. Aku tidak bisa menerimanya, Tuan Alghaz sudah terlalu banyak memberi padaku. Mungkin lama-lama aku akan terbiasa memanggilnya Alghaz kalau aku sendiri membiasakannya. "Saya tidak bisa menerima ini, Tuan" sahutku.

"Sekali lagi kamu menyebutku tuan, aku akan menghukummu" katanya menakutkan.

"Saya tidak bisa menerimanya Al-ghaz, ini terlalu berlebihan"

"Aku memaksamu menerimanya, jangan pernah menolak pemberianku" ujarnya.

"Tapi---"

"Itu sudah bisa langsung dipakai, nomorku ada di nomor satu. Ini memudahkanku juga untuk menghubungimu. Menurutmu kalau kamu tidak ada ponsel bagaimana aku atau Bi Ami menghubungimu?" tanyanya.

"Baiklah, terima kasih banyak Tu---Alghaz" ujarku gugup.

Tiba di sekolah, Alghaz ikut turun dan mengantarku sampai ruang kepala sekolah. Ibu Puji menyambut ramah Alghaz dan berjanji akan menjagaku selama dalam pengawasannya. Testnya akan dilakukan diruangannya, dan kami sedang menunggu soalnya yang akan dibawakan salah satu staf di sekolah itu.

"Kalau Gadis lulus tesnya, maka ia bisa langsung mengikuti pelajaran hari ini, Mr. Devran" ujarnya kepada Alghaz.

Alghaz mengangguk sambil berkata, "Itu bagus, ya kan, Dis?" matanya mengarah padaku.

"Iya Al---"sahutku tanpa bermaksud menyingkat namanya, aku hanya gugup untuk meneruskan menyebut namanya saja. Namun Alghaz di depanku ini malah tersenyum aneh.

Ketika staf yang membawakan soal tesku datang, Bu Puji memberikan soalnya padaku. Aku melihat ke arah Alghaz, ia mengangguk, "Aku akan menunggumu selesai" katanya. Aku justru berharap dia segera pergi, karena kehadirannya malah membuatku gugup setengah mati. Tapi aku tidak mengatakan apapun, karena beberapa saat kemudian aku sudah hanyut dengan soal-soal tes yang lumayan susah. Alghaz berjalan keluar ruangan kepala sekolah ketika dering ponselnya berbunyi nyaring, ia menjawabnya pada dering ketiga dan sudah berada di luar ruangan. Aku merasa lega dan baru bisa berkonsentrasi membaca soal-soal.

Sampai satu setengah jam ke depan dan hanya tersisa satu soal lagi untukku, Alghaz kembali masuk ke dalam. Ia duduk di tempat semula dan aku merasa ia menatapku. Ketika mataku mencuri pandang ke arahnya mata kami bertemu, dan aku buru-buru memalingkan lagi pandanganku ke kertas soal. Aku menarik napas dalam-dalam ketika waktu yang diberikan sudah habis dan akupun sudah menyelesaikan semua soalnya. Ibu Puji mengambil kertas soalku dan memintaku untuk menunggu sementara salah seorang guru memeriksa jawabanku.

"Berapa lama kami harus menunggu?" tanya Alghaz.

"Kira-kira tiga puluh menit, Mr. Devran" jawab Bu Puji.

"Kalau begitu biar saya ajak Gadis ke kantin yang ada di sekolah ini, dia belum sarapan setahu saya" katanya sambil menatapku.

Aku tidak menyangka Alghaz begitu perhatian padaku seperti itu. Aku memang tidak sarapan, karena aku berniat puasa hari ini. Tapi aku mengikutinya keluar ruangan.

"Saya tidak sarapan..."

"Iya, aku tahu, karena itu aku mau ajak kamu makan di kantin sekolah ini"

"Maaf, tapi saya puasa hari ini"

"Puasa? Kenapa?" tanyanya dengan ekspresi syok.

"Karena saya ingin puasa"

"Tapi kamu bisa pingsan dan sakit magh nanti! Kamu harus makan" ujarnya.

"Saya tidak akan sakit hanya karena berpuasa, Alghaz. Tenang saja, saya terbiasa melakukan ini. Dan saya juga tidak punya magh, tapi kalau Anda mau makan, saya akan menemani" sahutku.

"Ini kan bukan bulan puasa, buat apa kamu puasa di saat orang lain makan?"

Aku tersenyum melihatnya menggelengkan kepala. Aku juga tidak menjawab pertanyaannya. Ponsel Alghaz berbunyi lagi, ia melihatnya dan alih-alih menjawabnya ia malah menggeser tanda decline pada layarnya. "Saya tidak apa-apa ditinggal, Anda pasti lebih dibutuhkan di kantor" ujarku.

Ia menatapku, "Kamu benar, entah apa yang membuat aku tertahan di sini. Kamu? Kenapa? Karena kasihan atau apa?" sahutnya banyak pertanyaan yang aku sendiri bingung menjawabnya, "yang pasti aku merasa berat meninggalkan kamu di sini" lanjutnya.

Mataku membesar menatapnya, manik matanya sekarang berwarna coklat kehitaman mengkilat. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat, aku cepat-cepat menghindari matanya. Apa yang kupikirkan? Aku menghela napas perlahan, "Saya baik-baik saja, saya akan kabari Anda kalau ada sesuatu nanti..." ujarku.

Ponselnya berdering lagi, tapi kali ini ia langsung menjawabnya, "Ya, baiklah, kami segera kesana!" ujarnya seraya menutup telepon dan mengajakku kembali ke kantor kepala sekolah.

"Alhamdulillah, Gadis lulus tes. Jadi Gadis bisa mulai mengikuti pelajaran hari ini. Gadis masuk di kelas 12A, semoga kamu bisa cepat beradaptasi dengan teman-teman sekelasmu dan sekolah ini ya, Dis" seru Bu Puji memberi ucapan selamatnya padaku. Aku memeluknya dan mengucapkan terima kasih yang tulus dari dalam lubuk hatiku.

Aku melihat ke arah Alghaz, dan ia tersenyum bangga padaku. Dadaku kembali menghangat melihat senyumnya. Ya Allah apa yang kupikirkan sih.



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mailaf Jangan lupa FOLLOW IG  @dreamon_me   yah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mailaf Jangan lupa FOLLOW IG  @dreamon_me   yah.....


Thanks vote and comment nya yah

LEAD TO YOU (Sudah Terbit-Repost-Completed)😍Where stories live. Discover now