Jatuh

20 5 0
                                    

-Prust's Point of View-

Akhirnya aku memasuki bengkelnya para mekanik.

Benar-benar luas dan fasilitasnya sangat memadai.

Para murid merakit sepeda, sepeda motor, mobil, bahkan aku melihat sesuatu yang terlihat seperti pesawat kecil dengan baling-baling di depan yang belum jadi.

Lalu..

Memang aku tidak terlalu berharap,

Tapi..

"Kenapa tidak ada perempuan lagi selain aku?!"

"Oh, hai ketua~ Kau begitu pendek, tidak seharusnya kau berdiri di belakang seorang diri" seseorang yang berdiri di depanku-yang tidak lain adalah wakil ketua- berbalik dan menarikku maju di depannya.

"Hmmh.. pe-pendek.." aku menahan emosi.

Jelas saja aku pendek karena semua laki-laki disini lebih tinggi dariku!

"Mohon perhatian semuanya! Karena seluruh  ruangan ini akan menjadi ruang kerja kalian nanti, hari ini kalian cukup mengenal ruangan ini. Bagi para pemula, jangan lupa mencatat nama alat-alat dan kegunaannya di buku kalian. Mengerti?"

"Mengerti, bu!" Serempak para laki-laki menjawab dengan semangat.

"Bu??" Aku menjinjit.

Aku kira guru di kelas mekanik itu laki-laki.

Pantas saja suaranya terdengar feminim karena itu memang suara perempuan.

"Kerennya..." aku terpana melihat guru mekanik yang masih muda itu.

"Tiap 10 orang akan dipandu oleh 2 orang senior, silahkan mulai!" ujar guru itu, lalu ia pergi.

Selepas ditinggal pergi, para senior dengan sigap mengambil alih.

Kalau kulihat-lihat, senior di sekolah ini terasa berbeda sekali

Mereka memancarkan aura yang membuat mereka terlihat lebih dewasa dan dapat diandalkan.

Semuanya mulai berjalan mengelilingi tiap sudut ruangan yang luas ini seperti sedang melakukan tour.

Kalau sudah terlanjur berada di kelas ini aku tidak boleh setengah-setengah!

Aku mencatat semua yang perlu kuketahui sebanyak-banyaknya. Bahkan aku menggambar bentuk alat-alat yang digunakan disini.

"..Dan ini adalah bagian yang paling kami, para mekanik akademi banggakan!" Salah satu senior memperlihatkan karyanya.

"Ooh~" semua murid takjub.

Anggota tubuh artifisial!

Aku kira itu hanya ada dalam film, tapi mereka benar-benar membuatnya jadi kenyataan

"Tangan artifisial ini dihubungkan dengan syaraf dan kau bisa menggerakkannya seperti menggerakkan tanganmu sendiri" jelas senior.

Seseorang mengangkat tangannya.

"Ya?" senior mempersilahkan untuk bertanya.

"Apa tangan artifisial ini akan dibiarkan terlihat seperti tangan robot saja?"

"Hmm" senior itu tersenyum.

"Tentu saja tidak"

"Uwahh!" Semua orang terkejut saat melihat senior mencabut tangannya sendiri.

"Waaah" semua orang bertepuk tangan.

"Keren!" aku pun ikut bertepuk tangan.

Aku benar-benar tidak menyadari kalau tangan kakak senior itu adalah tangan artifisial.

***

Sudah 3 kali pertemuan aku mempelajari bidang mekanik ini.

Walau aku sedikit merasa canggung karena aku perempuan satu-satunya dari angkatanku, tapi kuakui merakit sesuatu itu ternyata menyenangkan.

"Prust"

Aku membalikkan tubuhku.

"Rei!" aku berjalan mendekati Rei.

"Aku kira kau tidak datang. Kau hadir saat pertemuan pertama? Aku tidak melihatmu waktu itu"

"Ah.. Saat itu aku berada di baris belakang. Kau tahu Rei? Mereka membuat anggota tubuh artifisial disini! Bahkan mereka membuat banyak barang unik lainnya"

"Iya, aku juga sudah melihatnya. Semua orang terkejut saat melihat senior itu melepaskan tangan kanannya" Rei tertawa kecil.

"Pengetahuanku tentang mekanik masih sedikit, aku jadi bersemangat untuk mempelajarinya!" aku tersenyum.

Tiba-tiba sebuah tangan merangkul kepalaku.

"Selamat pagi ketua kelas~"

Dengan instantnya perempatan muncul di kepalaku.

"TIDAK SOPAAN!" amarahku meledak membuat wakil ketua menyingkirkan tangannya dari kepalaku.

"Oh, maaf, aku kira tadi pundakmu" wakil ketua hanya tertawa renyah.

"Yo, Rei. Mau ketemu sepulang sekolah nanti?"

Tunggu-

"Ayo, tapi kau duluan saja"

"Kalian saling kenal?!" aku terkejut.

"Yah, dia teman satu hobiku" Rei tersenyum memperlihatkan giginya.

"Kalian yang disana" tiba-tiba guru mekanik menghampiri kami.

"Tolong pindahkan barang-barang ini ke atas" ujar guru mekanik seraya menunjuk kotak spare part baru yang berada di belakangnya.

"Baik!" kami bertiga mengangguk.

"Dan.. kau, yang diikat dua"

"Eh?" Aku menunjuk diriku sendiri.

"Jarang sekali perempuan memilih kelas mekanik. Tapi kuharap kau tidak terganggu oleh lingkungan yang dominan berisi laki-laki ini" guru mekanik tersenyum.

"Ah.. iya!" Aku tersenyum.

Rei dan wakil ketua sudah sibuk menata spare part ke tempatnya masing-masing.

Aku membawa kotak yang tidak terlalu besar dan menaiki tangga.

"Prust, biar aku saja" Rei yang masih sibuk menyuruhku berhenti.

"Aku juga ingin membantu, kotak ini tidak terlalu berat kok!" ujarku meyakinkan.

"Kalau kau jatuh aku tidak mau tahu loh ya" ucap wakil ketua sembari melihat ke bawah ke arahku.

"Bweek!"

Aku menjulurkan lidahku.

"Bweee..."

Wakil ketua juga menjulurkan lidahnya.

"Tch!" emosiku hampir terpancing.

Bagaimana bisa Rei dan wakil kacamata menyebalkan ini berteman!?

Aku mulai menaiki tangga.

Ini sedikit menyeramkan..

Aku baru menyadari sepertinya aku agak takut ketinggian.

Tunggu, ini bahkan belum begitu tinggi

"Glek.." aku melanjutkan memanjat anak tangga.

"Sebaiknya kotak ini kusimpan dulu di jajaran rak ini.."

Tangan kiriku berpegangan pada sisi rak dan tangan kananku mulai membuka kotak dan menyimpan isinya ke tempat seharusnya.

BTOOMMTARARANG!!

"Kya!" Suara keras barang jatuh membuatku terlonjak sehingga kakiku terpeleset dari anak tangga.

"Ketua!" teriak wakil ketua yang menyadari aku terjatuh dari tangga.


Oh tidak... sekarang semuanya terasa seperti slow motion

G R O C E R I E S Where stories live. Discover now