Jamuan Makan Malam

72 10 3
                                    

Akhirnya kami sampai di depan mobil milik Rain.
Sebuah sedan hitam mengkilat yang terlihat berkelas.
Tapi aku tak akan sebut merk mobilnya.

(hehe☆)

Sesaat setelah pintu mobil ditutup, aku mulai memikirkan berbagai hal seperti topik apa yang harus kubicarakan agar suasana di dalam mobil tidak terlalu canggung.

"Pakai sabuk pengamanmu" tiba-tiba Rain menarik sabuk pengamanku dan memasangkannya.

"Oh, ya, aku lupa"

Mesin mobil sudah dihidupkan dan mulai melaju ke luar basement.

Sudah sekitar 10 menit mobil melaju dengan kecepatan konstan.

Tadinya aku memang sudah mencari-cari topik, tapi..

Pada akhirnya aku hanya diam.

Aku melirik laki-laki yang sedang menyetir di sampingku.

Huff, sepertinya dia santai-santai saja

"Selanjutnya belok ke arah mana?" tiba-tiba aku dikejutkan oleh suaranya.

"K-ke arah sana.."

Ah, memalukan sekali

Pasti aku canggung seperti ini terlihat jelas olehnya.

Mobil ini benar-benar kedap suara.

Bahkan suara mesin mobil pun tak terdengar.

Aku melihat ke luar jendela mobil, lalu tiba-tiba..



Kruyuuuuk



AH, RASANYA AKU INGIN MATI SAJA

Mobil mewah ini benar-benar meningkatkan kualitas volume suara perut keronconganku hingga tingkat maksimum.

Masih dengan posisi yang sama aku duduk membatu, berharap lelaki di sebelahku menghiraukan konser yang sedang berlangsung secara LIVE di dalam perutku.

Suasana di dalam mobil sangat hening. Tak ada siaran radio maupun lagu yang diputar.

Apa.. dia menghiraukannya?

Aku bertanya-tanya dalam hati.

Saat aku (dengan hati-hati) melirik sekali lagi,

Nampak dengan jelas kalau laki-laki di sebelahku ini sedang mati-matian menahan tawa.

Di dalam hati, aku menjerit.

Wajahku terasa sangat panas. Aku yakin sekarang wajahku sudah mirip dengan kepiting rebus.

"Ehm.. Tempat tinggalku berjarak tepat 3 menit dari sini. Sebaiknya kita makan malam dulu?" Tawar laki-laki itu dengan sopan namun masih dengan ekspresi yang sangat jelas sedang menahan tawa.

"Ng.." dengan sangat berat aku menganggukan kepalaku.

Sesuai perkataannya, 3 menit selanjutnya kami sampai di sebuah apartment.

Klik!

Kunci pintu terbuka sesaat setelah 4 digit angka ditekan.

"Permisi.." aku masuk ke dalam setelah dipersilahkan.

Wuah

Ruangannya benar-benar tertata rapi. Dilihat dari luas ruangannya, sepertinya apartemen ini lumayan mahal.

"Aku akan memasakkan sesuatu, kau bisa duduk disini" ujar Rain sembari menepuk salah satu kursi makan.

Aku duduk dan memperhatikan Rain yang mulai mengolah bahan-bahan masakan yang ada di dapurnya.

"Uhm, setidaknya tolong biarkan aku membantu" pintaku.

"Membantu? Ini sebagai bayaran atas perbuatanku, kau duduk saja" ia menolak.

"Tapi.." aku bersikeras.

Ia menoleh ke arahku.

"Ingin mengupas kentang?" tawarnya.

"Ah, ya!" aku langsung bangkit dan mengambil pisau yang disodorkan padaku.

Laki-laki ini sepertinya jago memasak. Hmph, akan kutunjukkan bakat mengupas kentangku!

Aku mulai mengupas kulit kentang dengan semangat.

"Aw!" tiba-tiba tanganku tergelincir sehingga pisau menyayat telunjukku.

Rain dengan sigap menghampiriku.

"Ah, dasar ceroboh"

"Eh? Kenapa?" aku tidak begitu mendengar perkataannya.

Mengabaikanku, ia pergi untuk mengambil sesuatu lalu kembali lagi.

"Kesinikan tanganmu" ia menarik tanganku yang terluka.

Saat tangannya menyentuhku aku sedikit terperanjat.

Karena pertama kalinya, aku malah merasa seperti terkena sengatan listrik.

Bukan di tangan, tapi di dalam dada.

Rain mengaliri tanganku dengan air, mengelapnya lalu memasangkan plester di tanganku.

"T-terima kasih.." ujarku dengan nada canggung.

"Ng" dengan jawaban singkat, ia mengangguk.

Masak, masak, masak dan jadilah!

"Hooh wanginya" aku menatap hidangan dengan takjub.

"Selamat makan.." kami pun mulai menyantap makanan.

Di sela-sela makan kami berbincang-bincang tentang beberapa hal.

Setelahnya, sesuai janji, Rain mengantarku pulang sampai ke rumah. Saat itu pukul 8 lebih 12 menit.

Sesuai dugaan, ibu mengomeliku karena pulang malam. Sepertinya ia sangat-sangat khawatir karena tidak bisa menghubungiku. Namun setelah kuceritakan, akhirnya ibu mau mengerti.

Selesai berendam air hangat aku langsung menghempaskan tubuhku ke atas kasur.

Sesaat aku memikirkan Rain.
Sosok laki-laki itu masih membuatku penasaran.

Apa harus aku pergi ke Y Mall  untuk bisa bertemu lagi dengannya?

"Ah lupakan" aku menggelengkan kepala.

Bisa-bisa ibu heran kenapa aku jadi rajin pergi ke mall.

G R O C E R I E S Where stories live. Discover now