Hari ke-4

44 10 8
                                    

Oh tidak

Sepertinya Ayah tidak suka saat melihatku berada di mall kemarin.

Salahku sih, memang seharusnya aku mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional

Uuh..

Ayah yang marah itu memang menakutkan

Walau tanpa kata-kata tapi cukup untuk membuatku tegang.

Tapi,

Baru kali ini aku berpapasan dengan Ayah di mall

Dilihat dari setelan yang ia kenakan, sepertinya Ayah sedang mengurusi urusan pekerjaan.

"Karena kemarin, aku jadi tidak mendapat uang saku tambahan
hiks.."

Haup!

Aku kembali menjejali mulutku dengan cheese burger kantin yang terkenal murah meriah.

Tekstur roti yang dipadukan dengan selada, keju dan daging asap, lalu mayonnaise dan saus tomat yang menambah nafsu makan,

Oh

Dan biji wijen.

"Enak.." aku tetap asyik menikmati makan siangku walau hanya duduk seorang diri.

Bukannya aku tak dekat dengan temanku yang lain, hanya saja..
Hari ini aku sedang malas mengobrol.

Hari ini Luna absen, aku tidak bisa berhenti memikirkannya.

Kalau aku berada di posisinya, aku pun pasti akan ketakutan dan merasa bersalah.

Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah sebatas mengobrol dengannya lewat chat.

Padahal sebentar lagi Ujian
Nasional..

Aku menghela nafas.

Semoga Rei bisa memecahkan masalah ini

***

"Huaaah.." aku menguap.

Bosan, bosan, bosan

Padahal baru sehari, tapi ketidakhadiran Luna sangat berpengaruh untukku.

Sekolah terasa begitu cepat berlalu saat Luna tidak berada di sekitarku.

Tadi juga aku tidak melihat Rei.

Tidak aneh sih kalau dia sulit ditemukan

Rei itu terlalu lihai kalau soal menyembunyikan kehadirannya.

Aku berjalan keluar gerbang sekolah dan mendapati Rei sedang duduk di motornya mengenakan helm.

Bagaimana cara mengenali Rei dengan cepat?

Cukup cari sesuatu yang berbau kucing.

"Eh, dia absen juga?" tanyaku dalam hati.

Aku berlari kecil mendekati Rei yang menggunakan baju bebas itu.

"Rei! Kenapa kau- uph!" tiba-tiba saja tangan besarnya membungkam mulutku.

Ia menempelkan telunjuk ke bibirnya yang terhalang helm itu, mengisyaratkanku untuk diam.

"Ah" aku baru teringat kalau murid yang membawa kendaraan tanpa SIM akan dikenakan hukuman.

Pantas saja ia memilih helm full face yang berkaca hitam agar tidak ada yang mengenalinya.

Dilihat sekilas, Rei yang memakai baju bebas memang tidak terlihat seperti siswa Sekolah Menengah Pertama.

Tinggi dan postur tubuhnya berbeda dengan kebanyakan laki-laki di sekolahku.

Ya, itu juga salah satu daya tarik Rei yang lain..

"Naiklah!" Rei menyodorkan helm padaku dan menyuruhku naik.

Aku memakai helm lalu menaiki motor sambil berpegangan pada pundaknya.

"Ok, aku sudah siap"

Vroommm! Vroommm!

Motor Rei melaju kencang.

Dasar bandel

Aku hanya tersenyum malas sambil mengencangkan peganganku pada jaket Rei.

"Ngebut saja ngebut" sindirku.

Rei hanya membalasku dengan tawanya.

"Kau mau membawaku kemana?" tanyaku.

"Coba tebak"

"Luna?"

"Bingo"

"Wahh? asyik!" seruku.

Pas sekali, tadi aku baru memikirkan untuk mengunjungi Luna hari ini

Rei memang hebat!

"Waa aku tak sabar~ ayo cepat Rei, cepat!" dengan antusias, aku menepuk-nepuk pundak Rei.

"Lihat siapa yang bicara, padahal tadi bilang tidak suka kalau aku ngebut"

"Hehehe"

"Baiklah, pegangan ya! Aku tidak mau tahu loh kalau kau terpental dari motor"

"Heeee?! Jahatnya!"

"Hahahaha"

***

"LUUNAA!" aku langsung melompat memeluk Luna begitu ia membukakan pintu rumahnya.

"Pruust, aku kangen huweee" Luna membenamkan wajahnya ke pundakku.

"Kau sudah merasa baikan?" tanya Rei pada Luna.

"Ung.." Luna mengintip sebentar lalu kembali membenamkan wajahnya.

Masih memelukku, Luna menarikku masuk ke dalam.

"Ayo duduk.." ujarnya dengan suara yang setengah terbungkam.

Kami duduk di sofa yang berada di ruang tengah.

Aku, dengan Luna yang masih memelukku dan Rei tidak bersuara lagi setelah sampai di sofa.

Tick Tock

Suara jam dinding terdengar lebih keras dari biasanya karena keheningan ini.

Aku menatap Rei.

Sepertinya ia mencari momen yang pas untuk mulai berbicara.

"Uhm.." suasana yang hening membuatku kikuk.

'Hei kau mau ngomong apa?'

Aku memberi isyarat pada Rei dengan mengangkat daguku sambil mengernyitkan alis.

Rei membalasku dengan gerakan isyarat pula.

Tapi aku tidak mengerti.

Akhirnya ia mengeluarkan ponselnya, menulis seuatu, dan menunjukkan layar ponselnya padaku.

'Soal yang waktu itu'

"Ooh.." aku mengangguk-angguk.

Luna melepaskan pelukannya.

"Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?" tanyanya.

"Uhh, Rei!" aku menyuruh Rei bicara.

Rei menarik nafas dalam-dalam.

"Kebenaran" jawabnya singkat.

"Hn?" aku dan Luna menatap Rei dengan wajah penuh tanda tanya.

"Luna, kau tidak bersalah"

G R O C E R I E S Where stories live. Discover now