Waktu berlalu begitu cepat dengan membantu Bu Ami di dapur membuat berbagai macam masakan. Dan jika dugaan Bu Ami benar, sebentar lagi katanya Tuan Alghaz akan segera pulang. Jantungku sedikit berdebar-debar menantikan kepulangan tuan rumah, aku takut ia tidak suka dengan kehadiranku dan akhirnya mengusirku. Walaupun Bu Ami sudah berusaha meyakinkanku bahwa Tuan Alghaz tidak mungkin melakukan hal itu, tetap saja aku khawatir.

Aku sedang merapikan tanaman di depan rumah ketika kulihat sebuah mobil mewah melaju memasuki gerbang rumah dan melaju sampai ke depan pintu rumah. Pria yang di depan buru-buru turun dan berlari memutar ke pintu belakang dan membuka pintunya. Kemudian aku melihat seorang pria tampan dengan profile yang tinggi, keluar dari pintu belakang dan ia menatapku bingung sambil menyipitkan matanya. Kedua pipinya berlubang, padahal ia tidak senyum sama sekali. Jantungku mau copot rasanya. Dengan perlahan aku menunduk menghindari tatapannya.

"Kamu siapa?" tanyanya dengan suara berat yang ketus, membuatku ciut.

"Assalamualaikum, Tuan Alghaz. Saya---Gad---"

Dari arah belakangku muncul Bu Ami yang lari tergopoh-gopoh, "Tuan Alghaz, maaf saya belum mengabari Anda. Ini Gadis, Tuan. Dia anak angkat saya..."

"Anak angkat? Sejak kapan?"

"Ceritanya panjang, Tuan" sahut Bu Ami lagi.

Tuan Alghaz masih menatapku bingung. Ia melihatku dari atas sampai bawah. "Bi...berapa kali kubilang, panggil Alghaz saja"

"Maaf, saya enggak bisa begitu Tuan Alghaz, lebih enak seperti ini" jawab Bu Ami ngeyel.

Tuan Alghaz menghela napasnya dan berjalan masuk ke dalam rumah, "Saya mau makan malam, masak apa Bi Ami?" tanyanya.

Kemudian Bu Ami menjawab semua masakan yang tadi kami masak bersama. Kulihat sebuah senyuman mengembang di wajah Tuan Alghaz, masya Allah, lesung pipinya terlihat lebih dalam. Astagafirullah! Apa yang kulakukan sih? Kenapa daritadi hanya fokus pada wajah Tuan Alghaz saja. Tapi kenapa pria setampan dia belum menikah dan berkeluarga ya? Sepertinya usianya sudah cukup matang. Apalagi ia adalah laki-laki yang sangat mapan seperti ini. Kenapa aku yang pusing memikirkan hal yang bukan urusanku ya?

Tuan Alghaz kembali berpaling padaku, "Siapa nama kamu, tadi?" tanyanya.

"Gadis, Tuan"

Kepalanya manggut-manggut sambil melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

"Biar saya bicara dulu sama Tuan Alghaz ya..." ujar Bu Ami menyusul Tuan Alghaz ke dalam dan aku mengangguk setuju.

Tuan Alghaz itu sedikit menakutkan untukku, profilnya yang tinggi, bentuk wajah yang tegas dengan rahang yang dipenuhi rambut-rambut halus, kumis yang cukup berbaris rapi di bawah hidungnya yang mancung sempurna, membuat sosoknya terlihat sangat disegani. Tapi Bu Ami bilang dia adalah pria yang sangat baik, semoga saja begitu. Karena aku takut dengan tatapan matanya yang tajam tadi saat dia melihatku.Tapi tidak kupungkiri Tuan Alghaz memang lelaki yang sangat tampan.

Tidak lama kemudian Bu Ami datang kembali ke dapur dan menemuiku, "Tuan Alghaz membolehkan kau tinggal dan bekerja di sini..." ujar Bu Ami membuat hatiku lega bukan kepalang.

"Alhamdulillah! Terima kasih banyak Bu Ami, aku---aku merasa tenang punya tempat tinggal"

"Berterima kasihlah sama Allah SWT lebih dulu, dan nanti sampaikan juga terima kasihmu pada Tuan Alghaz, karena ia mengajak kita makan malam bersama" sambung Bu Ami.

Aku mengangguk.

Lima belas menit kemudian Tuan Alghaz sudah duduk di ruang makan dan mengomentari makanan yang tersaji di meja makan, "Wah, kurasa aku tidak akan mungkin makan semua masakan ini..." ujarnya seraya melihat ke arahku.

"Duduk" perintahnya kepadaku dengan dagunya.

Aku mengerjap gugup, tapi ia sekali lagi menggerakkan dagunya ke arah kursi di depannya, memintaku duduk di sana. Bu Ami menarik kursinya dan memintaku duduk, "Duduklah, nak" katanya.

Aku menurut dan duduk dengan perlahan di kursi yang sudah ditarik Bu Ami. Tuan Alghaz masih memandangiku. Aku menelan ludah melihat ke manik matanya yang berwarna coklat gelap. Bu Ami mengambilkan sedikit makanan ke dalam piring Tuan Alghaz. Pandangan Tuan Alghaz masih belum berpaling dariku dan hal ini membuatku salah tingkah.

"Berapa usiamu, Gadis?" tanyanya tiba-tiba.

"Saya, hampir 18 tahun, Tuan"

Ia mengangguk, "Sudah lulus sekolah?"

Aku menggeleng dan merasa sedih, karena seharusnya memang aku mengikuti ujian akhir sekolah tahun ini. Bu Ami memegang tanganku, mungkin ia mengerti mengapa raut wajahku berubah sendu.

"Saya berniat untuk menyekolahkan Gadis di sini Tuan, kalau Tuan Alghaz mengizinkan..." ujar Bu Ami, "karena sayang sekali ini adalah tahun terakhir sekolahnya" lanjut Bu Ami, membuatku terkejut sekaligus senang. Ya Allah, benarkan aku bisa melanjutkan sekolahku?

"Tentu saja---" ujar Tuan Alghaz, setelah ia menelan makanan di tenggorokannya.

Mataku berbinar mendengarnya, "Benarkah saya bisa sekolah lagi?"

Tuan Alghaz mengangguk pelan. "Tentu..." katanya lagi.

Bu Ami memandangku tersenyum dan kami menghabiskan makanan kami setelahnya. Ternyata Tuan Alghaz sebaik yang Bu Ami ceritakan. Ia tidak segarang penampilannya.

"Bagaimana kamu bisa menjadi anak angkat Bi Ami?" tanya Tuan Alghaz padaku, saat Bu Ami pergi ke dapur dan Tuan Alghaz tidak membolehkanku meninggalkan meja sebelum dirinya.

Aku menghela napas pelan, "Saya bertemu Bu Ami di rumah adiknya di desa, Tuan. Mungkin ia merasa kasihan pada saya, sehingga saya diangkat anak olehnya..." ceritaku singkat.

"Orang tuamu?"

Aku menggeleng sekaligus menelan ludahku, haruskah aku menceritakan yang sebenarnya pada Tuan Alghaz? Tentang ayahku yang menjualku pada sahabatnya sendiri demi membayar hutang-hutangnya? Akankah dia percaya? "Ibuku sudah lama meninggal, dan ayahku pergi entah kemana" jawabku tidak sepenuhnya berbohong. Aku memang tidak tahu kemana ayahku pergi, bagaimana keadaannya sekarang. Seketika aku merasa cemas kalau Max akan melakukan suatu yang buruk pada ayahku saat ini. Semoga Allah selalu melindungi ayahku.

"Oh, maaf, seharusnya aku tidak bertanya---"

Aku buru-buru menggeleng, "Tidak apa-apa Tuan..." sahutku cepat.

Tuan Alghaz berdiri, "Besok aku akan carikan sekolah untukmu" katanya dan setelah itu ia pergi meninggalkan ruang makan.

Hatiku menghangat mengingat niat baiknya untuk mencarikanku sekolah. Alhamdulillah, aku tahu Allah akan selalu menolongku. Aku bergegas menuju ke kamar untuk bersujud pada-Nya.

*****

Supportnya by VOTE udah kan yah?

Thanks yaa udah setia nungguin Gadis dan Alghaz.

Kecups!😘😘

LEAD TO YOU (Sudah Terbit-Repost-Completed)😍Where stories live. Discover now