THE HISTORY: 04

3K 4 0
                                    

India, 12 Oktober 2015

     Pria itu memegang tangannya yang dibalut oleh infusan. Dengan lembut, dia mengecup tangan putranya itu yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Alat EKG terus membunyikan suaranya membuat pria itu muak mendengarnya. Ya, Dhruv. Dia telah gagal menjadi pahlawan untuk putra satu-satunya yang sangat dia cintai. Dia tak kuasa menahan air matanya hingga menetes ke tangan putranya itu. Untuk menyelamatkan ayahnya, Rai harus mengorbankan nyawanya. Mungkin jika tidak, posisinya akan terbalik sekarang. Tapi mau bagaimanapun, semuanya sudah terjadi. Yang bisa Dhruv lakukan hanya duduk, berdo'a, dan menangis.

   "Maafkan aku nak, aku tidak bisa menjadi yang terbaik untukmu. Aku tidak bisa menepati janjiku sebagai seorang ayah untuk melindungimu."

      Dhruv semakin menangis dan isaknya mulai keluar. Air matanya membendung diatas lengan putranya. Kini dia mulai berkhayal, jika putranya tiada, maka saat itu juga dia akan menembak dirinya sendiri. Tetapi dia tidak boleh berfikir begitu. Dia harus kuat untuk putranya. Dia tidak bisa terus menerus menangis di tangan putranya dan hanya mempermalukan dirinya jika putranya sudah membuka matanya. Maka saat anaknya bertanya, dia hanya dapat kembali menangis. Dia menghapus air matanya yang awalnya sempat mengalir tanpa tau sopan santun dan kemudian keluar dari ruang rawat Rai. Dia pergi ke tempat dimana dia harusnya pergi dan meminta bantuan kepada Tuhan untuk kesembuhan putranya. Bahkan dia bisa saja meminta pada tuhan mana saja demi putranya. Semua agama sama saja. Sama-sama berbicara dan memohon pada Tuhan. Jika mereka orang baik, Tuhan akan membuka kan pintu surga kepada umatnya. Dan apakah Rai orang baik? pekerjaannya membunuh dan menembak orang lain. Apakah Rai akan masuk surga? mungkin iya dan mungkin juga tidak. Tujuannya menjadi seperti ayahnya adalah tujuan yang baik yakni untuk membersihkan perdagangan Narkoba ilegal yang ada di India bahkan seluruh  dunia namun, caranya bertindak tidak bisa diampuni.

     Dengan wajahnya yang terlihat sangat buruk, dia kembali pergi ke kamar Rai untuk melihat keadaannya. Dia bahkan tidak merasa enak hati jika harus meninggalkan puteranya bahkan sedetikpun. Tetapi dengan meninggalkannya demi berdo'a untuk kesembuhan Rai, kenapa tidak? Peluru yang tertembak di dada Rai cukup dalam sehingga dia nyaris mati. Namun dokter berhasil menyelamatkannya. Walau Rai tidak mati, Dhruv tetap merasa khawatir. Dia khawatir bagaimana jika suatu hari nanti Rai meninggalkannya. Rasanya akan sangat berat. DIa sudah kehilangan istrinya karena pekerjaannya itu dan dia tidak ingin kehilangan Rai untuk kedua kalinya.

     Dahulu, saat istrinya tengah mengandung  Rai, dia diharuskan ikut dalam misi yang cukup berbahaya. Dhruv sudah menolak dengan keras namun semua orang memaksa sehingga istrinya dipaksakan untuk ikut dalam peperangan itu. Istrinya tertembak dalam misi itu dan akhirnya meninggal sedangkan Rai nyaris digugurkan. Rai memang anak yang sangat beruntung. Selalu aman dari kematian. Mungkin itulah yang membuatnya spesial. Rai adalah orang baik, percayalah.

~  ~  ~

   "Selamat datang Rai! aku senang sekali bisa melihatmu lagi!" Teriak Zoey girang. DIa berjingkrak sambil memeluk Rai dengan erat. Setelah mengetahui kabar bahwa Rai sudah bisa pulang dari Rumah Sakit, dialah orang yang bahagia untuk pertama kali.

   "Terimakasih. Tapi kau tidak usah sesemangat ini." Jawab Rai dengan suara yang tenang. Suaranya masih menandakan bahwa dia belum terlalu baik namun bagi Zoey, suara itu memberi ketenangan dan kesejukkan dihatinya.

  "Apa kau masih kesakitan? kau mau duduk? biar ku antar!" Tawar Zoey. Belum sempat Rai membuka mulutnya, Zoey sudah membantunya berjalan menuju tempat duduknya.

   "Terimakasih  untuk semua ini tetapi kau tidak usah melakukan hal ini. Aku berasa seperti orang yang lemah saja."

   "Aku hanya berempati. Kalau mau tidak diganggu, maka aku akan memanggil Anushka!"

   "Eh, tidak usah! aku baik-baik saja! hanya saja, aku sedang tidak bisa seaktif dirimu untuk sementara ini."

   "Oh baiklah. Aku tidak akan terlalu aktif didepanmu! aku tau kau cemburu jadi... aku rasa hari ini aku akan diam."

   "Kau bisa?"

   "Tentu saja. Aku, Zoey. Aku bisa tenang untuk sesaat!" Bahkan caranya bicara saja tidak menjanjikan bahwa dia tidak akan bisa diam. Tetapi sikapnya seperti bocah yang sedang bercerita tentang dunia fantasinya itu membuat Rai tertawa geli. Melihat betapa manisnya wajahnya itu dan betapa indahnya suara Zoey yang sedari tadi bercerita entah apa itu. Matanya hanya fokus menatap wajah mungil Zoey yang sedang asik bercerita. Sampai suatu suara membuyarkan lamunannya.

   "Hai." Ucap suara itu parau. Suaranya terdengar lemas. Terdengar seperti habis menangis atau mungkin ketakutan. Mungkin bisa juga kelelahan.

   "Ada apa Anushka? apa kau ada masalah?" Tanya Zoey sambil menaikan sebelah alisnya.

   "Hem? Ah, tidak ada. Aku hanya sedikit terlambat."

   "Yakin? suaramu terdengar parau. Apa ada yang kau sembunyikan?" Tanya Zoey semakin curiga. Tetapi Anushka mengelak semua itu.

   "Zoey, semua orang yang berkata kebohongan akan lebih mudah dipercaya orang lain sedangkan orang yang jujur akan sulit untuk dipercayai."

   "Hmmm... baiklah." Jawab Zoey menyerah.

      Tiba-tiba mata Anushka melirik seorang pria disampingnya. Rai. Dia tidak berfikir untuk membuka pembicaraan kepadanya. Tidak hanya mereka yang kurang akrab, Anushka sudah sangat tau bahwa Rai sangat membencinya. Tanpa basa-basi dia langsung keluar dari kelas Zoey yang diikuti tatapan bingung oleh Rai dan Zoey.

   "Ada apa dengannya?" Tanya Zoey.

   "Entah. Apa aku peduli?"

     Mendengar itu, Zoey hanya bisa menghela nafasnya. Dari perkataan itu, sudah bisa dipastikan bahwa Rai membenci Anushka. Ya... hanya Rai yang bisa mengubah perasaan benci itu. Itu bukan urusannya.

~  ~  ~

   "Zoey! kemana anak itu?"

     Saat itu, Rai sedang mencari Zoey. Jamnya yang sudah menunjukkan pukul 4.30 sore itu membuatnya cukup muak. SUdah sangat sore dan Zoeypun tidak muncul. Dia mengeliling hampir seluruh sekolah dan berhenti dilapangan belakang. DIa berhenti bukan karena dia kelelahan atau apapun tetapi, dia mendengar suara sebuah pedang yang sedang digunakan. Suaranya terdengar cukup manis ditelinganya. Tetapi tidak hanya sura pedang itu, ada juga suara nafas yang terengah-engah dari si pemilik pedang itu. Raipun memasuki daerah halaman belakang dan menemukan Anuskha yang sedang asik bermain pedang. Walau mungkin digunakan kata 'asik', tetap saja diwajahnya muncul kekesalan. Piluhnya yang bercucuran cukup deras, dan wajahnya yang menyorot kemarahannya sudah membuat Rai bingung. Anushka yang dia tau itu berwajah manis dan baik. Wajah yang dia benci. Tetapi kenapa kali ini Anushka berubah menjadi wajah yang ingin sekali Rai lihat? Anushka terus memainkan pedangnya dengan wajah kemarahannya, piluh yang bercucuran, dan air mata yang sedikit demi sedikit mengalir menuju pipi nya. Rai hanya memandangnya sambil berusaha membaca pikiran Anushka.

   "Anushka cukup!" Kini Rai berteriak kepada Anushka.

###

AddictedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora