Bab 15 - The Heart Wants What It Wants

924 91 0
                                    

"Naik."

Seth membuka pintu mobilnya. Waktu itu lima tahun lalu, hujan deras sepulang latihan anggar perdana Rae dengan klub anggarnya, dan Rae hanya menatap datar pada tawaran Seth. Gadis itu memilih duduk di halte sekolah dengan poncho rajut merah, legging hitam, boots coklat dan payung yang sewarna dengan poncho-nya. Dia terlihat seperti gadis berkerudung merah yang tersesat dan tak bisa menemukan rumah neneknya.

"Ya sudah." Tak ada respon, Seth akhirnya membanting pintu itu hingga menutup lagi dan pergi meninggalkan gadis itu. Tiga puluh menit kemudian, Seth yang kembali harus melewati jalan itu lagi-lagi menghentikan mobilnya karena masih melihat Rae berdiri di posisi yang sama. "Yakin nggak mau naik?" tawarnya lagi.

Rae membisu.

"Sudah tiga puluh menit lho."

Tak mendapat jawaban, mobil itu pergi meninggalkan tempat itu lagi. Tapi sepuluh menit kemudian, Seth dan mobilnya kembali. Kali ini ia mematikan mesin mobil, keluar dari mobil dengan sebuah kantong kertas, lalu duduk di sebelah Rae. Seth mengeluarkan roti kacang merah hangat dari dalam kantong kertas itu dan menyodorkannya pada Rae. "Mau?"

Rae menggeleng. Seth mengangkat bahu lalu mengunyah roti itu sendirian. Selama lima belas menit mereka duduk di sana dalam hening. Hanya derasnya hujan yang meramaikan. "Kau yakin Sawyer akan datang?"

Rae mengangguk.

"Kalau aku jadi kamu, aku sih nggak yakin Nolan akan datang. Mungkin dia sedang bermesraan dengan sekretarisnya atau pegawai magangnya sampai lupa aku sudah menunggunya berjam-jam."

Rae melirik Seth dari sudut matanya. "Tapi Sawyer bukan Nolan," akhirnya ia bersuara.

"Memang." Seth meminum susu kedelai hangat dari gelas kertas yang dibawanya kemudian menawarkan roti kacang merah untuk keduakalinya. Kali ini roti itu sudah agak dingin. Rae tetap menolaknya. "Kenapa sih kau menolak semua pemberianku?"

"Memangnya kau pernah memberikanku apa lagi?"

Seth terdiam, mencoba mengingat-ingat. "Oh iya ya. Nggak ada—" Seth berhenti bicara saat Rae mendapatkan panggilan masuk di ponselnya. Gadis itu menatap layar ponselnya sejenak saat melihat nomor yang tak dikenalinya itu. Seth tak mendengar jelas apa yang dibicarakannya karena Rae berjalan menjauh saat menerima panggilannya, yang jelas gadis itu kembali dengan wajah pucat.

"Ada apa?" tanya Seth sambil melipat kantong kertas di tangannya sampai kecil.

"Sawyer... Sawyer masuk rumah sakit..."

Seth menunggu selama beberapa detik untuk kelanjutan kalimat itu, tapi sayangnya hanya itu yang terucap dari mulutnya. Seth langsung menarik tangannya dan membawanya masuk ke mobil. "Kalau mau minta tolong diantar ke rumah sakit, bilang saja. Memangnya aku ini orang asing?" Seth menceramahi Rae sambil memacu mobilnya menuju rumah sakit.

"Sawyer!" Rae menghambur masuk saat mereka tiba di ruang perawatan kakaknya. "Ada apa?" tanya Rae sambil menatap selang infus di tangan Sawyer.

Sawyer mendengus meledek dirinya sendiri. "Tumbang tadi saat meeting. Maaf ya membuatmu menunggu lama," jawabnya sambil menepuk lembut kepala adiknya. Tapi wajahnya langsung berubah saat menyadari keberadaan Seth di ambang pintu. Sawyer menatap Seth seperti cacing yang muncul dari dalam buah apel yang hendak dimakannya. "Kau datang dengannya?"

Rae mengangguk. "Dia menemaniku menunggumu tadi," Rae mengeluarkan sepotong roti kacang merah yang tak sempat ia habiskan di mobil, "dan memberiku roti kacang merah."

Sawyer menatap Rae dan Seth bergantian selama beberapa saat. "Ngomong-ngomong roti kacang merah, bisa tolong belikan aku satu? Sepertinya ada satu mini market di lantai bawah."

En Garde!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang