|| Dua Puluh

5.4K 513 105
                                    

_
_

Buaya Innocence ||

Gelap, mual, pening, entah rasa campur aduk apa lagi yang saat ini dirasakan Kara. Setelah beberapa lama matanya mencoba beradaptasi, sia-sia, gelap, Kara tidak tahu di mana dirinya berada kini.

Apa Kara kini berada di gudang? Empuk, nyaman, wangi dan hangat, tidak, dia tidak sedang di gudang. Apa dia disekap? Kara mencoba menggerakkan anggota geraknya, tidak, Kara tidak dalam keadaan terikat, disumpal mulut atau tertutup matanya. Suasana gelap ini bukan karena mata Kara yang ditutup kain, gelap ini karena ruangan tempat Kara berada memang sepenuhnya gelap.

Dirabanya khimar di kepala, Alhamdulillah masih menempel, walaupun Kara yakin bentuknya sudah berantakan. Perlahan Kara mencoba bangun. Pusing mendera lebih hebat dalam posisi duduknya. Kara kembali menjatuhkan tubuhnya. Ranjang tempat dia berbaring sangat empuk, terlalu nyaman jika dikatakan dia disekap dan diculik. Tapi, tidak, Kara memang diculik. Dia ingat sekali, terakhir kali dia merasa ada yang membekap mulutnya. Setelahnya pusing dan gelap, Kara tak ingat apa-apa lagi.

Di tengah pekat, samar Kara merasa ada yang berbicara. Fokus, dia tajamkan pendengaran. Suara Reyfand, Kara mengenalinya dengan baik.

"Tidak, Pak, Kara tidak kemari. Kalau saya tahu dimana dia, nanti saya kabari."

Bapak, apa bapak mencari dia? Seperti biasa, begitu mudahnya kebohongan keluar dari mulut Rayfand. Ya tentu saja, mana ada maling ngaku.

Kara kini gemetar, itu suara ReyFand, Reyfand menculiknya, dia kini berada di rumah Reyfand. Kalau Bapak sampai mencarinya memangnya sudah berapa hari dia menghilang? Sudah berapa hari dia ada di sini? Kara memeluk dirinya, semoga ketakutannya tidak terjadi.

Silau tiba-tiba merampak saat pintu terbuka dan seseorang menyalakan lampu. Kara refleks menutup mata dan membukanya kembali saat matanya sudah mampu berakomodasi dengan baik. Kara memindai sekeliling, sebuah kamar, rapi, manly. Dirinya, di tempat tidur king size, tertutup selimut berwarna putih. Reyfand, berjalan mendekat dengan pongah dan tersenyum miring.

"Sudah bangun, putri tidur?"

Kara meluah, sejak tadi dia mual, kan? Setelah kedatangan Reyfand maka mualnya makin menjadi.

"Mbak, kamu layani calon istri saya ini. Penuhi apapun keinginannya, apapun, Kecuali kalau dia minta dilepaskan."

Seorang wanita seusia Mbak Padmi muncul dari belakang tubuh jangkung Rey, agak membungkuk saat mencicitkan jawaban.

Reyfand mendekat, Kara refleks mundur. Reyfand kembali tersenyum. Tersenyum geli namun bagi Kara itu adalah senyuman memualkan. Reyfand mengeluarkan sebuah tali. "Mbak, ikat dia. Awasi!" Diserahkannya tali pada perempuan itu. Setelahnya Rey berbalik menuju pintu.

Setelah Rey keluar perempuan itu mengenalkan dirinya sebagai Dilla. Lalu mulai menjalankan perintah Rey untuk mengikat Kara. Kara masih lemas dan pusing. Ketika Mbak Dilla mengambil tangan dan kaki Kara untuk diikat, maka Kara pasrah saja.

"Bentar ya, Non, saya ambilkan makan dulu."

Mbak Dilla keluar dengan tidak lupa menutup pintu. Kara benar-benar lemas. Sepertinya Kara harus recharge energi agar bisa berpikir langkah selanjutnya. Ini bukan kecurangan Rey yang pertama

UKARA (Tamat)Where stories live. Discover now