|| Tujuh

4.5K 505 29
                                    

_
_

Tak Kasatmata ||

Sudah gelap saat Kara tiba di rumahnya. Seperti biasa rapat MA memakan waktu lama. Ada banyak kepala, mengakomodir semuanya ternyata tak mudah. Sehingga rapat molor sampai ba'da Maghrib.

Tiba di rumah lagi-lagi Kara masuk lewat jalan dapur. Ada dua mobil di pelataran depan, sepertinya ada tamu. Kara tak ingin menginterupsi.

Di dapur Mbak Padmi tampak hilir mudik membawa pinggan ke meja makan di ruang tengah. Dia tampak berpikir keras menatap kitchen island. Sesaat setelahnya dia tersenyum puas. Sepertinya pekerjaan Mbak Padmi menyajikan makan malam sudah rampung.

Kara lapar, alih-alih ke kamar dan membersihkan diri Kara memilih mencari sesuatu yang bisa dimakan. Kara segera mencuci tangan dan mengambil piring lalu duduk di kitchen island. "Masih ada sisa makanan nggak Mbak?"

"Yah Non, rawon dan sayurnya dibawa ke meja makan semua. Emang Non nggak gabung ke meja makan? Ada calonnya Non Tari lho. Ngganteng banget, lebih ganteng dari Den Rey." Mbak Padmi tersenyum sumringah.

Kara menengok ke arah meja makan, hanya terlihat punggung ibunya. Kedengarannya ramai, sepertinya tamunya sekeluarga. Ah iya, kan acara perjodohan. Kara tak heran, Pak Sanjaya memang memegang prinsip ayahnya Siti Nurbaya. Mencari pendamping anaknya dengan perjodohan.

Sekarang 'perjodohan' sedang tren, karena memang perjodohan adalah salah satu cara mencari pasangan dengan cara yang ma'ruf dan halal. Kara dijodohkan dengan Reyfand dan sekarang Tari juga dijodohkan. Akankah adiknya seperti dirinya yang tak menyukai Reyfand. Kara berharap semoga tidak.

"Nggak apa-apa Mbak," jawab Kara tidak peduli. Kara meneliti kitchen island, hanya berisi panci dan mangkuk-mangkuk kosong. Ahh masih tersisa sedikit perkedel, mie goreng, dan sambal goreng kentang. Kara mengernyit, menu sumber energi semua. Duh, Ibu dan Mbak Padmi sepertinya harus rajin konsultasi ke ahli gizi.

Tak banyak bicara lagi Kara mengambil nasi dan lauk pauk yang tersedia. Lumayan, walaupun karbo semua tapi bisa mengganjal perut. Kara mengunyah sambil melayangkan pikirannya pada kejadian di cafe tadi. Pak Anva memang tidak main-main dengan ancamannya. Kartu rencana studinya benar-benar berkurang SKS-nya. Masih ada waktu seminggu lagi untuk perbaikan kartu rencana studinya. Itu berarti masih ada waktu seminggu lagi untuk meluluhkan hatinya.

Tapi mengapa ada orang seperti Pak Anva. Selain tak ramah, dia juga tak mau berkompromi. Kara mengunyah sambil menutup matanya, menahan kesal pada perlakuan Pak Anva tadi. Bisa-bisanya dia menyindir kalau Kara akan mengulangi alasan jam tangannya. Hufft, apa yang bisa meluluhkan dosen galak itu ya dan kalau sudah begini Kara harus bagaimana?

Kalau semester ini beban SKS-nya mencukupi, rencananya semester depan Kara akan mengambil seminar proposal dan menyelesaikan skripsi. Tapi kalau tidak mencukupi, artinya Kara harus mengambil satu semester lagi. Dari mana dia harus mencari uang untuk membayar tambahan semesternya.

Mungkin mentok-mentoknya Kara akan mengajar les. Tapi kalau benar-benar ayahnya tahu jika semester depan Kara belum lulus, Kara takut jika pernikahannya dengan Reyfand akan dipercepat. Lalu apa kabar dengan mimpi besarnya.

Cita-cita Kara tak muluk-muluk. Kara hanya ingin lulus sarjana, segera bekerja, dan keluar dari rumah untuk mengejar mimpinya. Tapi kalau dia menikah dengan Reyfand... Kara bergidik ngeri, dia tak berani membayangkan.

Dan oh, satu hal lagi yang membuat Kara kesal dan malu. Kenapa harus ada Kak Zafran disitu. Iya sih dia cuek dan tampak sibuk dengan laptopnya, tapi dia pasti mendengar semuanya.

UKARA (Tamat)Where stories live. Discover now