¦¦ Delapan

4.4K 489 7
                                    

_
_

Hideaki Nakata ||

Oceanost saat week end, tak perlu ditanya seberapa hectic-nya. Hampir seluruh kursi penuh. Oceanost memang memberi pengalaman berbeda dalam menikmati menu makanan jepang.

Dari tempat yang cozy dan chic, pelayanan yang ramah sampai rasa masakan yang memikat lidah. Dan satu hal yang membuat resto ini memiliki daya tarik tersendiri adalah jaminan halal bagi setiap menunya.

Ano merintis Oceanost sejak dia masih kuliah, awalnya restonya hanya menjual menu steak. Namun perkenalannya dengan Hide membuat Ano merubah semua menu dengan makanan Jepang..

Hideaki Nakata, posisinya memang manajer tapi dia juga salah satu head chef di Oceanost. Hampir semua menu harus lulus uji Hide. Chef mualaf asli Jepang ini memang lihai merancang menu. Hide berinovasi mencari pengganti mirin, sehingga masakan tak kehilangan cita rasa aslinya sekalipun tak menggunakan bumbu dapur yang berasal dari fermentasi beras itu.

Hide mualaf yang sangat menjaga semuanya sesuai dengan hukum syara'. Daging sapi terjamin kehalalannya. Harus  dipastikan berasal dari hewan disembelih dengan lafadz Allah, sehingga kaldu ramen atau udonnya berasal dari daging sapi halal and no fork

Untuk saus sushi, teriyaki, atau tempura, dan lain-lain dipastikan bebas mirin. Mirin mengandung Alkohol, makanan yang tercampur dengannya menjadi haram. Dan yang tak kalah penting Oceanost tak menjual miras, berapapun kadar alkoholnya.

Resto hari ini full booked, bahkan sampai jam tutupnya. Zafran dan Ano kini berada di dapur Oceanost, semua pegawai sudah pulang. Tinggal Hide yang masih ada di dapur, Hide tinggal di lantai dua Oceanost sehingga dia yang akan memastikan semua beres dan mengunci gerbangnya.

Dua mangkuk Udon racikan Hide terhidang di kitchen island. Marmer kitchen island yang dingin terasa kontras dengan uap panas  yang mengepul dari mangkuk Udon. Aroma kaldu sapi asli langsung menyeruak, mengundang Zafran dan Ano untuk segera mengambil sumpit dan menikmatinya.

Hide hanya tersenyum melihat kedua anak muda yang sudah dianggap anak olehnya. Bertopang dagu, Hide antusias menyimak obrolan Ano dan Zafran. Di mata Ano, Hide akan selalu terhibur dengan keberadaan Ano dan Zafran, karena hidup Hide hanya seputar pasar ikan, swalayan, dan Oceanost. Itulah sebabnya Ano memanggil Hideaki Nakata dengan Hide, bahasa Inggris yang artinya sembunyi. Memang, Hide seperti sedang sembunyi.

"Jadi Hide, Bosmu ini kemarin habis bertemu calon permaisurinya," ucap Zafran mengulum senyum.

"Oh ya." Hide memiringkan kepalanya antusias.

Ano cuek, menghabiskan Udon buatan Hide lebih menarik bagi Ano saat ini.

"Lalu gimana pendapatmu?"

Ano akhirnya menyimpan sumpitnya saat Zafran dan Hide menatap penuh tuntutan pada Ano.

"Dia cantik, anggun, bersih dan terawat."

Zafran berdecak tak puas. "Cantik saja tak cukup No, kamu suka nggak sama dia."

Ano hanya menaikkan bahu. Jujur Dia tak tahu, Tari cantik dan sholihah tapi hanya sebatas itu. Butuh lebih dari itu untuk bisa menggetarkan hatinya. Semalam dia hanya coba menghargai ayah dan ibunya juga Pak Sanjaya dan Ibu Mira yang sudah merancang perjodohan ini.

"Kamu ga nolak, berarti lanjut perjodohannya No."

Ano menggeleng. "Entahlah, kujalani saja dulu."

"No, perjodohan ini menyangkut hati perempuan. Stop sekarang-sekarang kalau memang kamu tak berkenan. Ada banyak hati yang kau sakiti kalau kamu berhenti nanti-nanti." Hide menepuk bahu Ano.

Hide benar, tapi Ano benar-benar belum memahami posisinya. Apa dia keberatan atau tidak dengan perjodohan ini dan bagaimana perasaan Ano pada Tari, semuanya masih blur. Ano hanya ingin menjalani dulu. Selain karena Ano tak ingin menyakiti hati ibunya.

"Makanya Hide ijinkan putrimu yang fotonya ada di meja kerjamu untuk kupersunting ya," canda Ano untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Hide tersenyum hambar.

Zafran tampak berpikir sesaat sebelum akhirnya nyambung. "Gadis cilik itu? Rambutnya pirang No, aku ga yakin kalau dia putrinya Hide. Keponakanmu mungkin Hide?"

Hide merespon seadanya, dia lebih memilih menuju wastafel untuk mencuci piring dan peralatan memasak udon tadi.

Zafran menipiskan bibirnya dan Ano hanya geleng-geleng. Hampir bosan mereka berdua berusaha mengorek siapa gadis cilik yang fotonya ada di meja kerja Hide. Gadis cilik berambut pirang dengan mata biru yang menggemaskan. Ano terkadang memergoki Hide sedang berlama-lama menatap foto itu dan terlihat pilu. Asumsi sementara Ano dan Zafran adalah gadis cilik itu adalah putrinya.

Selanjutnya Ano dan Zafran menghabiskan Udonnya dalam hening. Cemilan tengah malam yang harus mereka ganti dengan berolah raga di hari-hari esok.

"Oya No, tentang Kara bagaimana? Dia benar-benar tak punya kesempatan lagi di kelasmu?"

Ano menautkan alisnya, jadi benar bidadari yang ingin dijemput Zafran itu Kara.

"Kamu yakin ga salah pilih?"

Zafran mendengus. "Kamu ga menjawab pertanyaanku No." Lalu Zafran terdiam sesaat dan tertawa kecil. "Memang kelihatan ya kalau Aku tertarik sama dia?"

Ano mengangguk pasti. "Banyak gali informasi lagi Fran, lalu pikirkan kembali, terakhir istikhoroh."

"I did, and she's unique."

Kini Ano yang mendengus, love is blind, indeed!

»»

"Cheer up Kana." Kara duduk di dekat tangga menatap pintu kelas Pak Anva. Dia menyemangati diri sendiri karena Rindu tak masuk hari ini. Ini minggu terakhir, Kara bertekad untuk meluluhkan dosen galak itu.

Detik berlalu, pintu terbuka dan gerombolan mahasiswa keluar dari kelas. Beberapa mahasiswa memandang dengan tatapan iba pada Kara, beberapa ada yang menyemangati. Kara berdiri di bibir pintu menanti Pak Anva keluar, sampai orang yang dinanti akhirnya keluar.

"Pak Anva, saya mau bicara. Tolong beri saya satu kesempatan lagi."

Pak Anva menoleh sesaat dan melirik tajam. Oh baiklah Kara tahu kalau dosen ini sudah sangat ilfeel padanya.

Pak Anva terus berjalan dengan langkah panjangnya. Kara berlari kecil untuk mensejajari diri dengannya. Ah, kalau Pak Anva perempuan sudah Kara pegang pergelangan tangannya agar mau berhenti. Namun Pak Anva laki-laki dan yang terjadi hanya Kara yang memanggil-manggil Pak Anva setengah berteriak.

Kini sudah di luar gedung, Kara tetap memanggil Pak Anva. Dia tak peduli jadi pusat perhatian seluruh mahasiswa yang ada di luar gedung.

"Pak Anva," teriak Kara sekali lagi sambil berlari kecil. Dan... Bugh, Kara terjatuh dengan lutut yang mendarat tak mulus di jalanan aspal. Dengkulnya perih dan malu sudah jadi bahan tontonan. Sedang Pak Anva, Dia tetap berjalan dengan langkah panjangnya.

Kalau sudah begini Kara jadi pengin berenang di lautan air mata.

Bersambung
««»»
Tsaah Kara baper. Ano ga punya hati.

-Pena Laut-
««»»

UKARA (Tamat)Where stories live. Discover now