Duabelas🍁 Takut.

73 4 0
                                    

SETELAH sepulang sekolah, sheila tak langsung pulang, ia mencari rumah yang dulu sering dikunjunginya, ia melihat gerbang berwarna hijau tua yang menjulang tinggi dan kini banyak pepohonan yang merabat dipagar nya, rumah itu nampak sepi seperti hidupnya. Dulu sepulang sekolah ia pasti selalu mampir kerumah ini, mungkin ini yang dinamakan rindu, dengan sahabat.

Apa setelah ia mengetahui perasaan nya terbalas, sheila masih menganggapnya sahabat. Tidak, perasaan itu masih sama namun semakin lama mungkin akan menghilang, sheila tak tahu pasti kapan itu terjadi pada dirinya, namun saat ini perasaan ini masih sama seperti dulu masih menyayangi fero Sahabatnya.

Tak terasa sheila menangis dalam diam, masih memperhatikan rumah itu, dengan begitu pilu. Setitik air mengenai kepalanya, namun semakin lama tetesan itu semakin membanyak, sheila masih dengan posisi nya tak merubah.

HUJAN terus mengguyur badan nya, namun sheila masih menangis dalam diam diderasnya hujan, ia tak tahu mengapa saat ini hatinya ingin sekali menemui sosok yang telah lama hilang dari pandanganya, Sheila merasa rapuh badan nya mulai lemas, airmata nya mungkin telah kering namun karena terkena hujan membuat semua itu tak terlihat.

Ia mendongakan kepalanya, sebuah lampu mobil menyorot kepada dirinya, sheila fikir ia akan ditabrak dan mati. Namun ternyata hal itu tidak terjadi seseorang keluar dari dalam mobil sambil membawa payung ia berjalan menghampiri sheila, Sheila masih memperhatikan sosok itu dengan lekat, lantas ia segera menggeleng tak percaya, Sosok yang selama ini ia tunggu telah berada dihadapan nya.

Namun tatapan nya begitu tajam, tak seperti dulu saat mereka selalu bersama, mengisi kekosongan hari-hari nya, sheila merasa tak mengenali sosok itu, ia berubah.

“Fero…” Panggil sheila lirih. Lelaki itu hanya menatap dengan tatapan tajam, seolah tak peduli dengan keadaan sheila. Sheila fikir fero akan membawa nya masuk kedalam mobil atau memayungkan nya, namun tidak! Fero membiarkan sheila diguyur air hujan yang terus-menerus semakin deras.

“Fer… g-gue kedinginan, l-lo kan gak bisa liat gue kedinginan.” Tatapan sheila sangat sendu, fero tak akan tahu sebenarnya sheila sedang menangis.

Fero tetap bungkam.

“Fer… lo balik kesini demi gue kan, gue kangen sama lo fer. Lo jahat ninggalin gue, gue disini gak ada sahabat kaya lo,”

“Fer, lo gak ada niatan mau bantu gue berdiri gitu, gue lemes banget fer!”

Fero tetap bungkam sambil memandang sheila, dan berjalan semakin dekat. Tiba-tiba fero melemparkan payung yang tadi ia pegang, kearah sheila. Perempuan itu terkejut,

“Gak usah sok ingetin gue, lo berfikir seolah selama ini gak ada apa-apa?” Sahut fero sangat dingin.

“Fer, gue--!”

“Gue kesini bukan buat lo, jadi jangan pede kalo jadi cewe.” Ketus fero, sheila merasa sakit mendengarnya, baru kali ini fero berkata seperti itu kepadanya.

Fero pergi meninggalkan sheila yang menangis terus-menerus, mungkin maaf nya sudah terlambat semua sudah terlambat mungkin fero menanggap sheila hanya masalalu yang tak perlu diingat nya lagi.

“Gua sayang sama lo fer, bukan sebagai sahabat melainkan lebih.” Isak sheila, fero mendengarnya. Namun ia tetap terus berjalan meninggalkan sheila.

Setelah kepergian fero, sheila masih berdiam dengan posisi duduk dipinggir jalan, keadaan nya terlihat kacau, hujan telah berhenti beberapa menit lalu, Warna dilangit berubah menjadi orange, matahari telah menenggelamkan sinarnya, digantikan dengan terangnya bulan malam.

Merasa tak tahu harus bagaimana, sheila memutuskan untuk pulang.

Sepanjang jalanan ia berjalan dengan sempoyongan, badan nya sudah dingin menggigil, ditambah hatinya yang terasa sakit.

SHEILA 🌷Where stories live. Discover now