Elfarga | Twenty Eight

24.3K 1.4K 41
                                    

Ceritanya tuh udah tamat tapi dirombak ulang hehe.


Happy reading✨

***

Helaan napas berat terdengar jelas sekali di sebuah gang sempit yang berada dipinggiran jalan besar kota. Pukul lima sore, dimana jalanan sedang padat-padatnya karena jam kerja para pekerja atau karyawan telah usai. Begitu juga anak sekolah yang sebenarnya sudah pulang satu jam yang lalu. Namun, di dalam sebuah gang kotor, tampak beberapa anak muda sedang berhadapan dengan tatapan sengit. Satu diantaranya masih mengenakan seragam abu-abu sekolah, sedangkan yang lainnya mengenakan pakaian biasa, dilapisi jaket kulit dan celana jeans robek yang membuat cap berandalan pada mereka.

"Gua kira, yang anak-anak omongin nggak bener. Ternyata emang kalian pengecut." Siswa berseragam itu kembali mengeluarkan kalimat-kalimat tajam yang memaksa anak muda lainnya untuk kembali mengontrol emosi. Ini belum saatnya.

"Tukang main curang sama nggak ada bedanya sama pengecut. Jadi, nggak usah bawa-bawa kata pengecut!" seru salah seorang yang merasa tersindir. Sebenarnya semuanya merasa tersindir.

Siswa SMA itu tersenyum miring, lalu menggeleng dengan wajah merendahkan. "Hanya pengecut yang nggak mau mengakui kekalahan, yang nuduh lawannya main curang." Satu kalimat lagi keluar, berhasil menaikkan tingkat emosi lawannya.

Bugh!

Yang terjadi selanjutnya, aksi baku hantam pun tidak terhindarkan. Satu tendangan mendarat tepat dipunggungnya, disusul tinju yang mengenai rahang kanannya. Siswa itu nyaris terkapar ditanah jika tidak berusaha menjaga keseimbangannya.

Ia membalas dengan perlakuan yang sama, menendang dengan kedua kaki panjangnya, namun tepat pada uluhati sang lawan. Serangan datang dari arah lain, dan bisa ia tangkis. Tiga lawan satu sangat tidak sebanding, tetapi itu sudah biasa ia hadapi. Punggungnya kembali mendapat tendangan dari belakang, ketika ia sibuk menangkis tinju di depannya. Ia mengerang begitu rasa sakit menjalar disekujur tubuh bagian belakangnya.

Siswa itu, Farga, masih belum menyerah. Ia membabi buta memukuli orang yang menendang punggungnya. Namun, lagi-lagi ia diserang dari arah lain, tepat pada sudut bibirnya. Farga terhuyung ke belakang.

Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh lawannya, dimana satu tendangan datang mengenai dadanya. Farga mengerang, disusul dengan batuk-batuk. Darah mengalir disudut bibirnya yang robek.

"Akhirnya kapten basket Smasila tumbang juga. Oh ya, dua hari lagi gue pastikan lo nggak ikut pertandingan." Salah satu lawannya berkacak pinggang di depan Farga. Ia tersenyum sinis.

Farga memegang dadanya yang ngilu sekali. Ia meringis dalam diam. Jika ia terus-terusan menunjukkan kesakitannya, lawannya akan menganggapnya lemah.

"Yuk cabut!" kata seorang yang lain. Dua dari mereka memapah cowok yang tadi mendapat tendangan diuluhatinya. Mereka akhirnya pergi, meninggalkan Farga yang keadaannya sangat memprihatinkan. Sekali lagi, Farga terbatuk.


***

"Lo yakin, Fel? Udah mulai gelap lho ini. Lo tahu 'kan Jakarta itu nggak aman," kata Nisa. Ia sedikit merasa ragu ketika Felli memutuskan untuk pulang naik angkot dari rumah Rini.

ELFARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang