Elfarga | Sixteen

28.5K 1.3K 6
                                    

Suara ketukan pintu yang berkali-kali diketuk membuat tidur Farga terusik. Cowok dingin yang sedang tidur di atas kasur king size-nya itu bergerak gelisah, lalu perlahan-lahan membuka matanya. Yang ia lihat pertama kali adalah jam dinding yang ada di atas televisinya. Jam dinding berwarna hitam itu sudah menunjukkan pukul lima sore.

Farga memaksakan dirinya untuk duduk, meski sebenarnya ia masih ingin melanjutkan tidurnya. Suara ketukan dipintu kamarnya kembali terdengar, dan kini semakin keras.

"Den Farga! Den!"

Farga mendengkus, lalu beranjak turun dari kasurnya. Sambil mengacak rambut hitam lebatnya, ia melangkah menuju pintu dan segera membukanya.

"Bi Sinar? Kenapa?" Tanya Farga dengan suaranya yang serak, khas orang baru bangun tidur.

"Den Farga dipanggil Tuan Fandi di bawah," jawab seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Farga.

"Bilangin ke dia, Farga nggak mau."

"Tapi Den, kata Tuan, kalo Den Farga nggak turun, gaji Bibi bakalan dipotong, Den," kata Bi Sinar dengan raut wajah kasihan. Tentu tidak dibuat-buat.

"Siapa aja yang ada dibawah, Bi?"

"Ada dua orang tamu, Den. Kayanya mereka suami istri. Den Farga juga disuruh pakaian yang rapi."

Farga berdecak malas sembari melangkah keluar dari kamarnya. Wajahnya yang tidak pernah dihiasi senyuman itu menunjukkan raut kesal yang sangat kentara. Langkahnya dengan cepat menuruni tangga besar rumahnya hingga mengantarkannya ke ruang tengah yang tampak sepi. Farga menoleh kesana-kemari, lalu matanya jatuh pada keranjang buah yang ada di atas meja.

Tanpa mengulur-ulur waktu, ia melangkah menghampiri meja dan mengambil sebuah apel di sana. Farga tersenyum licik sembari berjalan lagi menuju ruang tamu, dimana suara tawa dan obrolan mendominasi. Farga muncul dengan wajah tak berdosanya, membuat suasana menjadi hening. Papanya, Fandi, terlihat mengerutkan alisnya.

"Farga, 'kan?" Seorang wanita yang terlihat berpakaian glamour menyambut dengan semangat. Farga tidak menjawab, melainkan melangkah lagi mendekat ke Papanya.

"Siapa, Pa?" Tanya Farga acuh. Ia tiba-tiba menggigit apelnya kasar hingga tercipta bunyi yang cukup keras. Sangat-sangat tidak sopan tentunya, apalagi ia melakukannya di depan tamu Papanya. Fandi terlihat salah tingkah karena tingkah tak sopan anaknya itu.

"Farga, kamu kenapa nggak ganti baju? Nggak sopan pake baju kaya gini di depan tamu," ucap Fandi serius.

Farga menunduk, memperhatikan penampilannya sendiri yang tampak biasa saja. Baju tanpa lengan dan celana jeans pendek yang memang adalah pakaian sehari-harinya jika sedang di rumah. Apa yang salah? Farga memang sedang di rumah sekarang, bukan?

"What's wrong? Ini baju yang biasa Farga pake," jawab Farga, kemudian menggigit apelnya lagi.

Rahang Fandi mengeras, menahan emosinya yang bisa saja meledak sekarang. Namun, mengingat sekarang ia ada tamu, tidak mungkin ia menunjukkan amarahnya.

"Ganti baju, terus ikut Papa makan malam bareng mereka," ujar Fandi dengan nada tidak terbantahkan.

"Nggak bisa. Farga sibuk!" Kata Farga datar, namun penuh penekanan. Ia menatap dingin ke arah tamu Papanya, lalu melangkah pergi. Fandi memaksakan senyumannya meski ia sudah sangat emosi dengan tingkah anaknya itu.

ELFARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang