EMPAT PULUH : Di Rumah Mario [1]

52.3K 6.1K 398
                                    

Setidaknya, aku memiliki cahaya lain dalam hidup selain matahari, yang dinamakan sahabat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setidaknya, aku memiliki cahaya lain dalam hidup selain matahari, yang dinamakan sahabat.

Gisela Dewi Anggraini

***

"Danger danger Luna danger, keadaan darurat keadaan darurat. Lapor, Gisel masuk ke rumah gue terus mewek. Danger danger."

Luna menatap ponselnya tidak mengerti, kadang-kadang dia berpikir bahwa Mario harus diperiksakan ke dokter karena perangainya yang macam-macam.

"Gisel kenapa?"

"Dia nggak cerita, status naik ke status awas, belum ada turun lagi menjadi waspada. Danger danger."

Luna mendengus. Benar 'kan apa yang ia katakan, mungkin otak Mario bergeser mengikuti cahaya matahari layaknya bunga matahari.

"Lo pikir Gisel gunung berapi pake status awas waspada gitu? Berhenti pake danger danger karena gue gedek dengernya."

"Makanya buruan ke sini, bahaya bahaya."

Luna berdecak, menutup telepon dan memakai jaketnya yang tergeletak di atas tempat tidur kemudian. Ia akan menampar Mario bolak-balik nanti.

Seperti biasa, keluarganya sedang menonton televisi bersama di ruang tengah setiap kali Luna lewat. Adik tirinya mendongak ketika ia berjalan ke arah pintu, tersenyum lebar dan memamerkan giginya yang ompong.

Luna tersenyum tipis sebelum benar-benar keluar, langkahnya ringan-ringan saja sebelum ponselnya berdering lagi.

"Danger danger buruan Luna lo manusia atau keong, sih, lama amat jalannya danger danger."

"Gue lagi jalan, berisik."

Satu tangan Luna tenggelam di saku, sedangkan satu tangannya menempelkan ponsel ke telinga. Karena jarak rumah mereka yang dekat, Luna sudah mencapai gerbang rumah Mario. Masuk, lalu menutupnya.

"Buruan danger danger baju gue udah basah sama nangis sama ingus danger danger."

Luna mengernyit, lalu terkikik geli.

"Mampus."

"Danger danger Gisel, jangan nangis sayang aduh. Na, buruan!"

Luna mematikan telepon, ia tersenyum dan mengangguk sopan ke arah Judith yang masih mengenakan setelan kantornya. Dia memegang secangkir cokelat panas, menatap ke lantai ​atas dengan​ bingung.

"Gisel kenapa?"

"Belum tau, Kak. Mungkin lagi sedih."

"Oh, ya udah."

Luna akhirnya mencapai pintu kamar Mario, membukanya dan segera melihat pemandangan yang tidak begitu aneh di sana. Setidaknya menurutnya.

Gisel yang memeluk Mario sambil menangis sesenggukan, sedangkan cowok itu mengelus-elus punggung Gisel dengan sikap menenangkan.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang