TIGA PULUH TIGA : Jatuh Hati Lagi, Atau Perasaanku Tidak Pernah Berubah?

54.2K 6K 278
                                    

Mario dapat merasakan bahwa Revano kini agak sedikit berubah.

Bukan berarti dia berubah layaknya power ranger atau Ultraman, tetapi sikap cowok itu agak lain hari ini.

Biasanya Revano selalu perhatian dan sering tersenyum, saat ini dia lebih banyak murung dan melamun. Dan ketika Mario tanya kenapa, Revano hanya menggeleng sambil memasang senyum tipis yang terlihat dipaksakan.

"Lo kenapa, sih, Van?" tanya Mario entah untuk yang keberapa kalinya.

Revano yang tengah mengaduk-aduk es teh manisnya tanpa henti mendongak, lalu menggeleng kecil. "Gue nggak papa," jawabnya entah untuk yang keberapa kalinya pula.

Mario memasukkan suapan batagornya dengan mata memicing, masih tidak percaya bahwa Revano itu baik-baik saja. Gelagat cowok itu jelas menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terjadi.

"Van, lo selalu bilang kalo gue ada masalah, gue harus cerita sejelas-jelasnya ke seorang Revano Pradipta. Kenapa lo ngga bisa cerita ke gue?"

Revano mengembuskan napas perlahan, melihat ke sekitar kantin sekolah yang penuh dengan siswa lalu lalang atau mengerubungi para penjual bagai semut yang menemukan gula. Udara terasa pengap, sehingga napasnya memburu. Entah karena efek menahan ucapan di ujung lidah yang hampir saja keluar pula.

Revano kembali menoleh dan menatap manik bulat Mario yang sebening air, ada rasa sayang dan kasihan sekaligus di hatinya sekarang.

Jika kalian menyangka Revano memilih Mario sebagai pelarian dari rasa sakit hatinya, maka kalian salah total.

Karena Revano benar-benar langsung jatuh ketika melihat senyum Mario, ia merasa ingin melindunginya​. Tetapi, Revano kini justru merasa ragu dengan perasaan itu sekarang.

Apakah perasaannya itu seperti kepada seorang kekasih? Sahabat, atau justru kepada saudara laki-laki?

Entahlah, Revano terlalu pusing untuk memikirkan semua itu.

"Van, cerita atau gue balik ini meja."

Revano mengangkat sebelah alisnya, lalu tertawa kecil. "Emang kuat? Badan lo aja kerempeng sok-sokan mau balikin meja."

Mario berdecak, menahan diri untuk tidak menimpuk kepala Revano dengan piring batagor.

"Makanya cerita sama gue."

Revano tanpa sadar mengetuk-ngetuk meja kantin, mencoba mencari alasan yang terdengar cocok dan tidak janggal. Tidak mungkin kalau Revano menceritakan mengapa ia murung karena ia terlalu mengkhawatirkan Gisel.

Bisa-bisa Mario curiga dan menebak-nebak tanpa mencari bukti yang lebih valid lagi.

Sebenarnya, saat Revano dan Gisel berpacaran dulu tidak ada yang tahu. Bahkan Mario dan Luna yang merupakan sahabat super dekat Gisel pun tidak. Hal itu dikarenakan mereka tidak ingin yang lain tahu, sebab bisa saja ada pihak-pihak yang ingin hubungan itu putus dan tidak terhubung lagi.

"Gue cum-"

"Kita boleh gabung?"

Ucapan Revano terpotong ketika suara berat khas cowok lainnya terdengar, Revano dan Mario kompak menoleh dan melihat Raja serta Luna duduk di bangku yang sama dengan mereka.

Mario mendengus, menatap Raja seolah sedang melihat sesuatu yang menyebalkan dan harus disingkirkan. "Nggak usah nanya kalo lo ujung-ujungnya duduk tanpa denger jawaban kita."

Cowok jangkung yang tergabung dalam klub bola voli itu tertawa. "Santai, Mar. Gue sama Luna cuma duduk di sini, bukan minta traktir."

Mario mengibaskan tangan, ia menatap Luna yang wajahnya terlihat tanpa ekspresi. "Gisel mana?" tanyanya.

Oke, Mario memang masih marah dengan ucapan Gisel kemarin yang seakan mengatakan bahwa tidak ada orang yang peduli padanya.

Tentu saja Mario peduli, bagaimanapun juga Gisel sudah dianggapnya sebagai keluarga yang harus dijaga sebaik mungkin.

Munafik memang. Tetapi bagaimanapun juga, semarah apapun seorang sahabat pada sahabatnya itu, rasa peduli selalu melekat dan tak dapat dihilangkan.

"Di kelas, sama Kevan."

"Kevan nggak ngapa-ngapain Gisel kan?"

Luna mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan Mario. "Maksud lo ngapa-ngapain?"

"Maksud gue, si Kevan nggak bikin Gisel sakit atau apa, kan? Lo tau sendiri Gisel itu udah kayak ibarat porselen yang gampang banget pecah."

"Mmm bukannya gue nggak sopan, tapi jadi obat nyamuk ngeselin loh. Iya kan, Van?"

Revano bungkam, enggan menyahut.

Raja mengusap punggung leher, ia jadi kikuk. Takut ucapannya akan terdengar garing lagi.

"Mar, gue balik ke kelas duluan ya. Tugas Pak Braja belum gue kerjain. Na, Ja, gue duluan."

Revano berdiri, menepuk-nepuk pundak Mario dan berjalan pergi ke luar kantin. Masih dengan pikiran yang memikirkan Gisel.

Karena penasaran apalagi setelah mendengar penuturan Luna kalau Gisel ada di kelas bersama Kevan, Revano pergi ke kelas Gisel. Sempat tersenyum ala kadarnya ketika ada beberapa siswi yang menyapanya.

Revano memang tidak terlalu nyaman dengan sikap cewek-cewek itu, apalagi setelah putus dengan... Revano bahkan enggan menyebut namanya. Yang jelas Revano selalu berprasangka buruk dan memupuk kebencian terhasap kaum hawa.

Revano mengintip ke dalam kelas Gisel. Dan benar saja, seorang cewek dengan rambut digerai biasa kini tertawa, disambut tawa lain yang keluar dari mulut seorang cowok yang duduk di depannya.

Kevan melontarkan lelucon lain, yang membuat Gisel tertawa dan mengangguk-angguk.

"Iya bener banget," serunya.

"Iya, kan? Semua siswa IPA itu suka pelajaran matematika, kimia, fisika dan biologi. Kalo jamnya kosong."

Entah mengapa, ada dorongan dalam diri Revano untuk mengepalkan tangan kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia menatap tak senang melihat keakraban Gisel dan Kevan yang tak perlu dipertanyakan lagi. Kalau saja mereka masih berpacaran.

Kalau saja... tidak ada gunanya berandai-andai, semuanya tidak akan berubah. Hanya angan semu yang akan hancur, bersamaan dengan tertorehnya luka di dalam hati.

Revano kemudian mengingat sesuatu yang berhubungan dengan perasaan dan cinta.

Cinta itu datang bersamaan dengan luka. Semakin besar kamu mencintai, maka semakin besar pula peluang kamu terluka.

Dan pada saat itu juga, Revano menyetujui hal itu benar adanya.

***

Bonus pict Gisel gara-gara lama update.

Bonus pict Gisel gara-gara lama update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hola-hola, maaf ya suka ngaret update heuheu. Lagi fokus di hal lain jadi ya gitu, kalo udah selesai ya pasti nulis lancar lagi.

Diusahakan besok update lagi, sih.

Ok, see you.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang