SEMBILAN BELAS : Revano Yang Serius

61.1K 6.6K 223
                                    

Ketika seseorang mengisi hati dan pikiran lebih dari yang seharusnya. Maka sadarilah sesuatu, dia spesial.

***

Kevan memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan dahi mengernyit. Udara pagi yang masih segar menerpa wajahnya yang tampan, tetapi hal itu tak dapat membuat membuat Kevan menjadi sedikit rileks.

Kevan termasuk orang yang sering memikirkan sesuatu, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Istilahnya, overthinking.

Pernah sekali ia memikirkan akan kedekatan Mario dan Revano yang menurutnya terlalu tiba-tiba, karena sebelum itu menurut Kevan keduanya tidak terlalu dekat sebagai teman. Sempat Kevan berprasangka buruk, tetapi pemikiran tidak masuk akal segera ia enyahkan dari kepalanya.

Dan sekarang, Gisel yang tak kunjung membalas pesan dari semalam menjadi bahan pemikiran Kevan. Sudah beberapa kali ia mengecek ponsel, tetapi notifikasi yang diharapkan tidak kunjung datang.

Meskipun sedikit malu untuk mengakui, tapi Kevan terus-menerus memikirkan Gisel.

Kevan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, bahkan cenderung lambat. Mungkin karena jarak sekolah yang tidak terlalu jauh, atau karena apa yang dilakukannya kini bisa memberikan kesempatan memikirkan sesuatu lebih lama.

Apa Gisel sakit? Pemikiran itu langsung melintas di kepalanya, kemarin saja Gisel sudah tampak pucat dan terbatuk-batuk.

Kevan harus menanyakannya pada Mario atau Luna nanti.

***

Ketika rasa itu kembali, aku hanya bisa berharap waktu berhenti. Untuk sejenak menceritakan indahnya rasa yang bersemi.

***

Entah mengapa rasa kecewa menjalar di hati Kevan ketika tidak menemukan apapun di lokernya, tidak ada permen, bekal makan siang, susu, atau sekadar surat. Intinya, tidak ada barang pemberian dari sang 'secret admirer'.

Kevan terkejut ketika dirinya begitu memikirkan hal ini. Tidak, lebih baik kini ia mengalihkan ke pelajaran ekonomi, dikarenakan pada jam pertama akan dilakukan ulangan harian.

Ketika baru saja berbalik, Kevan melihat Luna dan Mario berjalan beriringan. Tanpa Gisel. Karenanya, Kevan langsung yakin kepada perkiraannya bahwa Gisel sakit.

"Pagi," sapa Kevan. Membuat Luna menoleh acuh tak acuh, sedangkan Mario tersenyum.

"Pagi."

"Gisel sakit ya?"

Mario mengangguk. "Iya. Kenapa emangnya?"

Kevan mengusap tengkuknya, merasa sedikit kikuk. "Nggak, gue cuma pengen nanya aja. Kenapa dia bisa sakit?"

"Alergi, makan udang." Kini giliran Luna yang membalas, ekspresi di wajahnya terkesan datar. Bahkan terlihat jutek.

Mario awalnya menaikkan alis tidak mengerti, tetapi mengangguk kemudian. " Iya, dia keukeuh pengen nyobain udang goreng."

Kevan mengangguk kecil. "Oh oke, thanks. Gue duluan."

Kevan melangkah menuju kelasnya, meninggalkan Mario dan Luna yang saling berpandangan.

"Setau gue Gisel alergi kacang, bukan udang," celetuk Mario.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang