DUA PULUH SEMBILAN : Kejujuran Gisel

49.5K 6.5K 271
                                    

Mario masih teringat akan ucapan Tiara tadi, sehingga ia hanya diam dan tak beranjak sedikitpun dari duduknya. Makanan tak lagi disentuh karena Mario sudah kehilangan nafsu makan.

Beberapa orang terlihat masuk ke area kantin, saling berbincang hingga suasana yang tadinya hening menjadi lebih berisik. Mario biasanya menoleh dan memerhatikan dengan rasa ingin tahu yang besar, tetapi ia malah semakin menunduk dan memijit pelipisnya. Kepala Mario berdenyut-denyut, detak jantungnya tak menunjukan tanda-tanda akan kembali normal. Malah semakin cepat.

Gisel tidak akan mengidap penyakit semengerikan itu kan? Gisel akan baik-baik saja kan?

"Mar, lo kenapa?"

Mario menoleh dan mendapati Revano duduk di sebelahnya dengan kening berkerut bingung, dia tampak khawatir melihat Mario yang pucat pasi.

"Mar? Lo baik-baik aja kan? Kenapa bengong gitu?"

Mario menggeleng lambat-lambat. "Gu-gue baik-baik aja."

"Jangan bohong."

"Gue bener-bener baik-baik aja, Revano."

Mario hendak berdiri tetapi Revano menahannya. "Cerita sama gue, kenapa lo pucet kayak gitu?"

Bukannya menjawab, Mario malah tenggelam lagi dalam lamunan yang seakan tak berujung.

"Mar, jawab pertanyaan gue," pinta Revano.

"Gue tau mungkin kita lagi nggak terlalu baik, tapi lo bisa cerita sama gue biar lo tenang," lanjut Revano.

"Ini soal Gisel," balas Mario akhirnya setelah beberapa saat bungkam.

"Gisel? Kenapa sama Gisel?" heran Revano, tak sadar bahwa nada bicaranya meninggi.

"Gue bener-bener takut, Van. Gue takut kalo dia misalnya emang ngidap penyakit yang Tiara duga."

"Penyakit apa?" desak Revano tidak sabar.

"Kanker darah."

Revano kini sama pucatnya seperti Mario, ia diam dan menelan saliva dengan susah payah. Revano menatap ke seluruh penjuru kantin, hanya sedikit orang saja di sana.

"Kok ... bisa?"

Mario menggeleng. "Gue nggak tau, tapi Gisel emang sering lemes dan mimisan."

"Lo udah nanya ke De ... maksud gue Gisel soal ini?"

Mario sempat memicing, tetapi kembali menggeleng. "Belum."

"Luna udah tau soal ini?"

"Belum. Bentar, gue mau telepon dia dulu."

Mario mengambil ponsel di saku celana dengan agak gemetar, mencari kontak Luna dan segera menelepon cewek itu.

Telepon langsung diangkat di panggilan pertama, kemudian terdengar suara Luna dari seberang.

"Kenapa, Mar? Tumben lo nelepon gue."

"Na, bisa nggak lo ke rumah Gisel sekarang? Gue masih di sekolah, sih. Tapi nanti kita masuknya bareng."

"Gue emang lagi di jalan sama Raja, kenapa emang?"

"Gue takut, Na."

Suara Mario semakin terdengar lirih.

"Takut kenapa?"

"Gue takut kalo Gisel ngebohongin kita tentang penyakitnya."

"Kok? Kata Gisel kan dia maag."

"Gue justru mikir kalo dia punya kanker darah."

Lama tak terdengar suara Luna, malah suara Raja yang tertangkap oleh telinga Mario.

StraightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang