Extra Chapter

10.8K 435 60
                                    

Tiga tahun berlalu, semua hari terasa indah untuk dijalani. Termasuk hari-hari bersamanya, walau hanya bertatap lewat jaringan Skype. Suka, duka, senang, sedih, rindu, bahkan cemburu pun sangat terasa.

Terpisah di antara dua benua memang menyedihkan. Memulai dengan sebuah hal sulit, bahkan saat berhasil mendapatkan pun terasa sangat menyakitkan karena harus berhadapan langsung dengan sebuah perpisahan.

Senin, selasa, rabu, kamis, jum'at, sabtu, dan minggu, hari-hari itu terus menjadi bukti bahwa di dunia ini masih ada dua orang yang saling percaya satu sama lain. Salman dan Nada, mereka adalah orang itu, mereka yang selalu berusaha menahan rindu, menahan keinginan untuk bertemu karena sebuah jarak yang terus menahannya untuk bertemu.

Di sebuah pusat kota di Australia. Seorang gadis berambut hitam panjang dengan mengenakan pakaian hangat sedang terduduk di atas kursi yang berada di taman. Gadis itu tengah asik memainkan laptopnya. Nada, gadis itu tengah asik melakukan video call dengan pasangan yang dia dapatkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.

"Makasih! Gapapa kok! Gue di sini juga sudah bahagia banget lo ngucapin lewat Skype." Gadis itu sudah tidak bisa lagi menahan bahagianya, terbukti dari pancaran senyumnya.

"Maaf juga baru bisa ngabarin hari ini," ucap Salman. Pasalnya mereka juga sempat lost contact selama tiga bulan.

"Iya gapapa!" gadis itu sedikit tertawa, "Man! Kok berhenti si gambarnya? Man! Man!" Sambungan Skype di antara mereka berdua terputus. Lesu, tak lagi bersemangat, itulah ekspresi Nada saat terputus sambungan di antara keduanya.

Bunyi ponsel terdengar cukup keras. Ditutupnya laptop itu, lalu mengambil ponselnya yang berada di dalam saku bajunya, telepon itu bersumber dari nomor yang tidak dia kenal sama sekali. Diangkatnya dan ditempelkan di telinga.

"Halo?"

"Halo! Saya yang mencintaimu namun belum bisa memilikimu, namun kini sudah berada di belakangmu."

Tut... Tut... Tut... sambungan telepon itu terputus.

Heran sekaligus penasaran dengan suara itu. dibalikkan badannya ke belakang berharap orang itu benar-benar berada di belakangnya saat ini. Satu, dua, dan tiga, perempuan itu membuka matanya, dilihatnya pria tinggi dengan rambut hitam terang yang tersisir rapi.

"Salman!" Seru Nada, bibirnya terbuka lebar, matanya berbinar terus memandang pria yang sudah tumbuh semakin tinggi itu.

Salman hanya memberikan senyumnya, lalu mengangguk. Mereka berdua berjalan lambat namun pasti mendekatkan diri satu sama lain. Kedua tangan itu sudah saling berpegangan, kepala yang saling menatap.

"Lo?"

"Iya! Saya ke rumah Ayah kamu, tapi kata dia, kamu masih di sini, yaudah saya coba buat ke sini," ujarnya sambil tersenyum.

Gadis itu tak berucap sama sekali, hanya menatap lekat-lekat mata pria itu, lalu memeluknya. Mereka berdua saling mengelus pundak, merasakan hangatnya pelukan dari dinginnya cuaca saat ini.

Mereka berdua memilih duduk menikmati cuaca dingin dan menikmati pemandangan Ibu Kota Australia itu. Nada menarik napas dalam-dalam berusaha menghentikan sesaat kesenangannya.

"Lo, ngapain ke sini?"

Pria itu tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, "Saya kan mau ketemu sama kamu, habis itu saya langsung ke Turki buat bikin dokumenter tentang kejayaan abad ke-16 dulu."

"Oh, Turki ya! Jadi inget sama Ashilla. Dia apa kabarnya?" tanya Nada sedikit penasaran dengan kondisi temannya itu.

"D-dia!"

"Kenapa?" Nada menatap wajah pria itu dengan raut yang penasaran.

"Maaf saya gak pernah cerita! D-dia sudah meninggal dua bulan yang lalu. Sakitnya nambah parah waktu itu. Maaf ya!"

Nada mengangguk pelan, ikut merasakan sedih dengan kabar meninggalnya gadis itu, "Iya gapapa! Gue ngerti kok. Kalau Arby kabarnya gimana? Semenjak kita deket lagi, dia sudah gak pernah hubungin gue. "

Salman menghembuskan napasnya saat mendengar nama itu tersebut, lalu sedikit tersenyum, "Dia ya! Dia baik-baik aja. Sama saya juga sudah membaik. Dia sekarang lagi sibuk sama pacar baru. Mungkin!"

"Oh, gue bener-bener bingung mau bilang apa lagi. Gue cuma mau bersyukur, karena akhirnya gue bisa memiliki orang yang bener-bener setia. Lo, tuh cowok dingin, nyebelin, sok puiti-"

"Ini! Saya, udah jadiin buku, tulisan pertama saya."

Wajah itu mendadak tak percaya, "Jadi? Sekarang udah jadi penulis beneran?" tanya Nada.

"Enggak kok! Masih pemula!" seru Salman, sambil menyerahkan buku itu.

"Makasih!"

"Gue cinta, sayang sama lo. Gue bingung harus gimana kalau habis ini kita pisah lagi?"

"Ya gapapa dong. Kan merpati pasti tau tempat untuk pulang."

Salman, menatap gadis itu dengan hangatnya, senyumnya pun ikut menyembul, "Terima kasih waktu, terima kasih keadaan, terimakasih cuaca yang mengijinkan merpati untuk terbang lagi, mencari sebuah pengalaman yang sangat berarti.

Terima kasih!"

Kepala Nada semakin mendekat kepada Salman. Jantung cowok itu hampir copot dibuatnya, bibir keduanya sudah semakin dekat, dan dekat, jantung Salman terus berdegup kencang, bibirnya tersenyum, "Jangan dulu!" Tangan Salman menahan kepala Nada yang mulai mendekat ke bibirnya, lalu meletakannya di bahu agar kepala itu bersandar.

Seketika wajah mereka berdua memerah, meredam rasa malu dan gengsi.

Semuanya sudah selesai, sudah tak harus ada lagi yang dipermasalahkan. Hanya waktu yang bisa mengantarkan keduanya kepada hal-hal sulit yang harus dilewati dalam merekatkan hubungan keduanya. Akhirnya... Akhirnya... Akhirnya...

Terima kasih semua yang sudah mau meluangkan waktu untuk membaca HE IS SALMAN

Jangan lupa kasih sarannya untuk cerita ini

Terima kasih!
Terima kasih!
Terima kasih!

Jangan lupa baca sekuel Salman & Nada yang judulnya.

.KENYATAAN YANG SEHARUSNYA KU TERIMA BAHWA APAPUN
YANG PALING BERHARGA AKAN HILANG PADA WAKTU YANG
SANGAT TIDAK TERDUGA. OLEH KARENA ITU AKU MENGINGINKAN
UNTUK SEGERA PAMIT DARI HIDUPMU.

Atau singkatnya

PAMIT.

DIBACA YA

He Is Salman [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang