Hingga pada saat Akmal menangis dalam diam sambil memandang kosong fotonya dan Mira, Juni menyadari satu hal, bahwa Akmal juga tersakiti. Bukan hanya Mira dan dirinya, tetapi Akmal juga menyakiti dirinya sendiri. Melihatnya saja, sudah cukup membuat hati Juni ikut terasa sakit. Mungkin... selama ini, Akmal juga menyimpan lukanya sendirian.

Sepertinya kamu juga merasakan perih yang hampir sama sepertiku dan Mira karena menanggung beban itu sendirian, Akmal.

***

Mira mengabaikan semua pesan dan telepon dari Akmal yang masuk. Ponselnya ia biarkan dalam keadaan silent, sehingga baik nada atau getaran pada ponsel tidak akan diketahui jika tidak sering-sering dilihat. Tapi, memang Mira sengaja melakukannya, karena Mira tahu pasti Akmal akan menghubunginya secara terus menerus seperti sekarang.

Biarlah. Sudah cukup ia dibohongi dan disakiti oleh Akmal. Dan lagi, Juni juga ternyata malah menjadi teman yang menusuk dirinya dari belakang. Mira benar-benar tidak menyangka dan tidak pernah dalam benaknya jika selama ini Juni masihlah ada di sekitarnya. Juni bukannya menghilang, tetapi Juni bersembunyi darinya. Menyembunyikan diri dan dengan brengseknya menikahi pacarnya. Kegilaan macam apa ini!

Mira yang terbaring di ranjang lantas melirik bingai foto yang terpajang di atas nakas samping tempat tidur. Disana ada foto dirinya dengan Akmal. Ia mengingat foto tersebut. Itu adalah foto pertama mereka kencan di perayaan food festival tepat setelah beberapa hari sesudah Akmal menembaknya. Sudah hampir tiga tahun foto tersebut ada. Mira seperti teriris hatinya. Ia lalu mengambil foto tersebut dan menatapnya lama.

"Kenapa sih kamu lakuin hal kayak gini sama aku, Mal? Kenapa kamu menyakiti aku terus seperti ini?" Suara serak Mira terdengar parau.

Melihat wajah Akmal yang tersenyum dalam foto, Mira kembali teringat siang tadi ia meledak hebat di apartemen yang ditinggali Akmal dan Juni. Tangisnya kembali pecah. Dadanya terasa sesak. Kepalanya sudah sangat pusing memikirkan semuanya. Ia hanya tidak mengerti kenapa semuanya harus terjadi tepat kepadanya.

Mira sampai bertanya dalam hati, apakah semua masalah ini terjadi karena sebelumnya ia telah melakukan dosa besar? Atau mungkin Tuhan membencinya?

Ah, dosa.

Mendengar kata itu, mengingatkan Mira pada kejadian tiga tahun silam. Kejadian yang tidak sengaja menuntunnya untuk bisa berhubungan dengan Akmal seperti sekarang. Sebuah kejadian yang seharusnya  tidak ia pilih dan lalui. Mungkinkah dulu apa yang ia anggap benar sebenarnya sebuah dosa di mata Tuhan.

"Kayaknya ini adalah karmaku. Mungkin karena aku yang telah merebut Akmal duluan dan membuat Juni menyingkir." Ucap lirih Mira.

***

[Part ini flashback]

Mira mengamati pagar hitam yang masih tertutup di depannya. Ia berkali-kali memencet bel rumah Juni, tetapi teman sekelompoknya tersebut belum terdengar akan membukakan pintu gerbang. Mira memanyunkan bibirnya. Ia lantas mengambil ponsel dan mencari kontak Juni. Saat akan menelepon Juni, Mira tersentak kaget karena pintu pagar yang terbuka secara tiba-tiba.

"Oh! Maaf! Bikin kamu kaget ya?" Sosok wanita paruh baya yang membuka pagar terlihat juga kaget. Sama seperti Mira.

"Eh, em, agak kaget dikit kok, Tante." Mira menyunggingkan senyum kecil.

"Tapi... Kamu siapa ya?" Tanya wanita yang diperkirakan Mira adalah ibunya Juni.

"Oh! Saya Mira, Tante. Saya temen kuliahnya Juni. Hari ini udah janjian sama Juni mau ngerjain tugas kelompok bareng-bareng." Ucap Mira sambil tersenyum.

JUNIWhere stories live. Discover now