= TIGA PULUH ENAM =

Start from the beginning
                                    

"K-kenapa?" Gugup Akmal saat setelah menutup pintu.

"Nggak papa. Cuma... sedih aja masa cuma kita berdua aja nanti." Mira menghembuskan napas pelan.

"Ya... mau gimana lagi, Hun?" Jujur Akmal sedang kepikiran apakah Ega berhasil membawa Juni keluar dari gedung tersebut.

"Iya sih. Kasian adiknya Ega kalau kelamaan di perpus dan posisinya nggak bawa dompet. Nggak bisa naik angkot atau pesen ojol kan."

"Nah makanya."

Mira melirik dapur milik Akmal. Jujur ia sebenarnya sedikit lapar. Mira akhirnya bangkit dari duduk dan mulai berjalan menuju ruang dapur. Akmal yang sedang gugup hanya mengikuti langkah gadisnya dari belakang.

Mira berhenti sejenak saat tepat berdiri di depan kulkas. "Kamu punya camilan apa aja? Aku laper sih, pengen nyemil bentar sebelum kita keluar."

"Eh?! E-em... Ada kue sisir kayaknya. Kamu mau?" Tawar Akmal. Maaf, Jun... Kue sisirmu kayaknya harus dimakan oleh Mira.

"Boleeh!!" Mata Mira terlihat berbinar.

Akmal berjalan mendekati Mira dan membuka kabinet penyimpanan khusus untuk makanan kemasan. Mira menatap dengan seksama kekasihnya. Gadis itu sudah tidak sabar ingin memakan kue sisir yang ditawarkan Akmal tadi. Sambil menunggu Akmal mengambil kue yang sepertinya terletak jauh ke dalam, Mira mengamati dapur kecil berkonsep minimalis apartemen Akmal.

Untuk ukuran dapur apartemen yang ditempati oleh cowok, dapur tersebut tergolong sangat bersih. Samar-samar Mira mencium aroma citrus yang biasanya dipakai untuk membersihkan keramik dapur. Alat-alat masak juga tertata dengan rapi. Mira menaruh rasa kagum pada Akmal. Ternyata di balik super sibuknya Akmal, lelakinya itu masih menyempatkan diri untuk bersih-bersih dapur.

Saat menelisik lebih jauh, mata Mira tanpa sengaja menemukan kotak susu khusus ibu hamil yang masih bersegel. Ia lantas mengambil kotak susu tersebut. Kenapa ada kotak susu ibu hamil di apartemen Akmal?

"Akhirnya!! Bisa diambil juga!" Girang Akmal saat berhasil mendapatkan roti sisir yang terselip di bagian belakang kabinet atas.

"Kenapa kamu punya ini, Hun?"

Akmal yang tidak paham dengan pertanyaan Mira, segera menoleh dan menatap gadisnya. Akmal hanya bisa terdiam dengan jantung berdetak cepat saat melihat gadisnya sedang memegang susu hamil milik Juni.

***

"Kondisi janin Ibu Juni sehat. Untuk berat badan juga normal kok, Bu. Sepertinya Ibu Juni mendengarkan nasihat saya untuk jaga kondisi dan rutin meminum vitamin, buah dan sayur ya." Dokter Anita tersenyum lembut sambil membantu Juni bangkit dari ranjang periksa.

"Iya, Dok. Semua perkataan Dokter saya dengarkan kok. Saya jadi lebih banyak konsumsi makanan bernutrisi juga vitamin dan susu hamil. Tapi... kalau buah dan sayur, em, agak nggak suka. Kayaknya bawaan bayinya, Dok."

"Ooh... tapi diusahakan tetap konsumsi buah dan sayur ya, Bu. Dikit-dikit nggak papa. Terus kalau kondisi Ibu Juni sendiri bagaimana? Masih sering merasa pusing atau lemas?" Tanya Dokter cantik tersebut.

Juni menggeleng. "Udah nggak selemas waktu awal hamil, Dok. Udah nggak sering pusing juga."

Dokter Anita mengangguk paham. "Baik kalau begitu saya resepkan untuk vitamin dan suplemen tambahan untuk Bu Juni ya."

"Iya, Dok."

Saat menunggu Dokter Anita selesai dengan catatan resepnya. Juni memanggil sekilas dokter tersebut. Menghentikan kegiatan Dokter Anita menuliskan resep obat untuknya.

"Ya, Ibu Juni?"

"Em, begini, Dok... Kan saya sudah memasuki bulan kelima kehamilan. T-terus sebenarnya... em... suami saya kepo banget sama jenis kelamin calon anaknya ini." Jeda Juni sambil mengusap pelan perutnya. Dia kembali menatap dokter kandungan di depannya. "A-apa mungkin sekarang jenis kelamin anak saya sudah bisa diketahui, Dok?"

"Sudah bisa kok, Bu. Silahkan Ibu kembali berbaring. Saya akan siapkan alat USG-nya." Jelas Dokter Anita.

Juni yang awalnya masih duduk di pinggiran ranjang, lantas kembali berbaring. Ada rasa gugup yang menghinggap di hatinya. Berbeda dengan medical check up sebelumnya, Juni jadi  berdebar saat ini. Dokter Anita yang melihat wajah tegang Juni tersenyum kecil.

"Jangan tegang, Bu. Rileks aja. Kan cuma di USG." Ucap Dokter Anita.

"I-iya, Dok. Rasanya deg-degan aja buat tahu jenis kelaminnya apa. Hehehe..."

Setelah alat-alat tersebut siap, Dokter Anita perlahan mengoleskan gel dan mengarahkan alat scannernya. Dokter tersebut menjelaskan beberapa bagian tubuh bayi yang terlihat di layar komputer.

"Nah, kalau ini lengan kanannya, Bu. Sebentar ya, saya arahkan ke sebelah sini agar jenis kelaminnya kelihatan." Perlahan Dokter Anita mengarahkan alat scanner untuk dapat melihat letak alat vital bayi Juni.

"Naah... ini sudah kelihatan!" Dokter Anita berucap sambil tersenyum lebar.

"O-oh ya?? J-jadi jenis kelamin anak saya apa, Dok?" Tanya Juni.

Dokter Anita mengumbar senyum lebar dan ramahnya lalu menghadap ke arah Juni. Dilihatnya wajah Juni sudah penuh dengan ekspresi penasaran.

"Selamat Ibu Juni, anak Anda berjenis kelamin laki-laki."

***

Haaai... aku udah kembali. Tapi kali ini updatenya nggak bisa rutin kyk biasanya ya (seminggu sekali), soalnya aku jg banyak kerjaan lain. Anyway... maaf banget yaa buat yg udah nunggu juni dan akmal. Naah ini udah update. Selamat baca 😉

JUNIWhere stories live. Discover now