27

176 18 0
                                    

10 tahun kemudian.

Pagi ini seperti biasa Alfina baru pulang karena ia masuk kerja malam dalam beberapa bulan ini.

Alfina menaruh jas putihnya pada loker di rumah sakit tempat ia bekerja.

"Dok, mau pulang?" Tanya Anya perawat dirumah sakit ini.

Alfina mengangguk, "Iya, saya mau pulang."

"Kalau begitu hati - hati dok sampai jumpa nanti malam." Anya tersenyum.

Alfina mengangguk, perempuan itu lalu pergi untuk pulang menuju apartemen mini didekat rumah sakit ini.

Beginilah kehidupan Alfina sekarang. Setelah lulus dari salah satu universitas di Yogyakarta Alfina bekerja di Rumah Sakit Anak ini.

Alfina membuka pintu pengemudi lalu masuk kedalamnya. Kembali ia melihat handphonenya. Nihil tak ada telepon apapun.

56 missed calls. From Alfin.

Itu selalu menganggunya setelah hari dimana sepuluh tahun yang lalu ia terluka. Mulai hari itu Alfina selalu berniat untuk melupakan Alfin tetapi sesungguhnya ia tidak mudah untuk melupakan Alfin.

Jujur saja Alfina selalu menatap layar handphonenya, berharap agar ada telepon masuk dari Alfin karena ia tidak mengubah nomor teleponnya dadi dulu bahkan ia tidak menghapus pemberitahuan log telepon yang bertuliskan Alfin, 56 missed calls itu. Ia tidak berniat menghapusnya karena ia masih berharap agar seseorang itu kembali dan menjelaskan semuanya.

Namun sayang, hingga hari itu dan sepuluh tahun hingga saat ini Alfina belum pernah mendapat telfon lagi dari Alfin.

Alfina me-lockscreen handphonenya lalu ia mulai berkendara pulang pada apartemennya untuk istirahat.

----------

"Haiii!" Ucap Alfina menyapa Lian yang berada pada layar laptop dihadapannya.

"Aal, gue kangen elo!" Lian berwajah sedih.

Alfina terkekeh, "Iya, gue juga kangen lo Yaan!"

Mereka berpelukan, tetapi saling memeluk layar laptop masing - masing.

Memang mereka berdua setelah lulus sekolah terpaut jarak yang sangat jauh hingga saat ini. Alfina di Yogyakarta dan Lian yang masih berada di Jakarta.

"Lo kapan pulang?" Tanya Lian.

Alfina tampak berfikir, "Entahlah, mungkin nanti saat tahun baru. Lagipula udah beberapa bulan ini gue masuk malam terus."

Lian mengerucutkan bibirnya, "Gue pengen peluk elo."

"Kan tadi udah Yan."

"Tadi tuh gak nyata-"

Tinggggg! Terdengar suara bel dari tempat Lian berada.

"Yah bel, udah ya gue mau ngajar lagi. Bye Alfina. Jaga diri baik - baik ya. Gue sayang elo." Ucap Lian sebelum layar didepan laptop Alfina kembali memunculkan layar awal aplikasi skype.

Alfina tersenyum, "Dasar guru. Pasti bilangnya sayang - sayang mulu sama muridnya."

Perempuan itu menutup laptopnya lalu segera masuk kedalam kamar untuk beristirahat karena nanti malam ia harus kembali bekerja.

----------------
Langit sudah mulai menggelap, terik cahaya matahari yang memudar membangunkan Alfina dari tidurnya.

Kruyukk.

Perut Alfina bergemuruh, ia baru sadar setelah pulang kerja tadi ia langsung tidur dan belum makan apapun.

Segera Alfina bangun, lalu memasak sesuatu didapur. Sesuatu yang selalu ia makan padahal ia tau bahwa itu berbahaya.

Alfina memakan mienya pada sofa didepan tv. Pandangannya terdiam saat melihat berita yang menjelaskan tentang rumah sakit tempat ia bekerja.

"Lah itu kan rumah sakit gue." Ucapnya kembali sebelum memakan mie.

Kecelakaan yang terjadi pada siang ini menabrak sebuah mobil yang berisi  satu laki - laki dewasa. Tak lupa didalamnya juga berisi satu anak perempuan yang mengalami kecelakaan yang cukup parah karena mobil yang tertabrak dari belakang dan membuat anak kecil tersebut mengalami luka parah.

Beruntung satu lelaki dewasa tadi masih selamat dan hanya mengalami luka ringan.

Sekian berita dari-

Alfina menaruh mangkuk berisi mie tadi pada wastafel lalu mencucinya segera ia kembali duduk disofa untuk bersantai sejenak sebelum ia kembali bekerja nanti malam.

--------

"Selamat malam dok." Anya menyapa Alfina yang baru saja datang dari loker mengambil jas putihnya.

"Malam juga Anya. Pasien yang terkena demam berdarah bagaimana kondisinya saat ini?" Tanya Alfina ramah.

Anya tersenyum, "Sudah membaik dok namun ada satu pasien yang baru saja masuk tadi siang. Sampai saat ini ia masih koma."

Mungkin anak yang tadi diberitakan saat siang.

"Yang tadi diberitakan itu bukan?" Tanya Alfina ragu.

Anya mengangguk, "Iya dok"

Alfina memakai jas putihnya dan mengambil beberapa perlengkapan untuk memeriksa pasiennya.

Mereka berdua berjalan menuju ruangan dimana pasien Alfina berbaring dengan ceria. Sebenarnya mereka sedang kesakitan namun semuanya tampak tegar.

"Selamat malam semuanya!" Sapa Alfina ramah.

"Malam dokter," Ucap semuanya tidak bersamaan.

"Wah masih pada segar semua ya. Padahal sudah hampir larut malam loh. Kalian ngga ngantuk?" Tanya Alfina lagi.

"Aku ngga mau tidur, soalnya aku takut hantu. Nanti kalau aku tidur pasti ada hantu." Ucap seorang pasien Alfina.

Alfina tersenyum lalu mendekati pasien tersebut.

"Fira," Ucap Alfina membaca nametag yang terkait pada ranjang Fira.

"Hm?" Fira menunggu ucapan Alfina.

"Kamu pernah dengar cerita tentang malaikat pelindung disaat kamu tidur?" Tanya Alfina lagi.

Fira menggeleng cepat.

"Mau Kakak ceritakan?" Tanya Alfina.

Fira mengangguk lagi.

"Pada zaman dahulu, hiduplah satu orang anak perempuan bersama Ayah dan Ibunya. Pada saat malam, sang anak selalu saja memeluk Ayahnya dan Ibunya lalu setelah melakukan itu  dia masuk kedalam kamar dan tidur pulas hingga matahari terbit. Menurut kamu kenapa anak itu memeluk Ayah dan Ibunya?" Tanya Alfina pada Fira.

Fira tampak berfikir, "Mungkin karena ia rindu orang tuanya?"

Alfina tersenyum, "Boleh juga tetapi sebenarnya anak kecil itu selalu memeluk kedua orang tuanya sebelum tidur dikarenakan anak kecil itu sangat yakin jika ia memeluk kedua orang tuanya maka sudah pasti kedua orang tuanya menjaganya disaat ia tidur. Jadi tidak akan ada yang menganggu anak kecil tersebut karena sudah dilindungi dengan pelukan kasih sayang dari orang tuanya. Kamu paham Fira?"

Fira tersenyum, "Aku paham, jadi aku peluk orang tuaku dulu ya? Jadinya nanti ngga bakal ada hantu kan?"

"Iya, yasudah sekarang kamu tidur ya.  Berdoa jangan lupa. Okey?" Alfina mengelus puncak kepala Fira.

Fira mengangguk,

"Terimakasih ya bu dokter." Ucap Ibu Fira ramah.

"Iya ibu, sama - sama." Alfina tersenyum.

Kehidupan Alfina saat ini, menjadi penolong dan juga penghibur bagi pasiennya. Setidaknya biarkan ia bahagia tanpa sedih seperti dahulu kala.
--------
Haiii! Rindu aku tak?
Heheheh kali ini aku gak curcol deh. Hubungan kita masih teman njir emang ngarep lebih? Wkwkwk

Doakan saja yaa.
Bye.

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now