26

179 19 0
                                    

Alfina menangis tersedu, waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari tapi Alfina masih menangis hingga saat ini.

Rasanya air matanya tidak bisa berhenti, terus keluar walaupun Alfina saat ini sudah lelah menangis. Menangis memang diam, tapi menguras banyak tenaga.

Tok tok, pintu kamarnya diketuk.

Alfina diam menatap pintu kamarnya, tak lama pintu kamarnya terbuka dan Vian muncul dari pintu tersebut.

"Al lo kenapa?" Tanyanya yang menutup pintu kamar Alfina perlahan.

Alfina menutup wajahnya dan kembali menangis dengan suara yang pelan.

"Lo nangis udah lama semenjak pulang tadi, baju lo juga belum ganti ngga dingin?" Vian bertanya lagi.

Alfina masih terdiam menghiraukan pertanyaan adiknya.

"Kalau lo nangis terus besok pagi pasti mata lo bengkak. Gue harus jawab apa kalau bunda nanya lo kenapa ke gue?" Vian bertanya terus.

Alfina terdiam ia mengambil tissue disampingnya lalu mengelap air mata yang berada di pipinya. Perempuan itu sudah berhenti menangis sekarang.

"Yan bantuin gue." Alfina akhirnya bersuara.

"Bantu apa? Gue bakalan bantuin lo apapun itu." Vian berkata tulus.

Alfina menatap wajah adiknya itu, "Gue besok kayaknya ngga bakalan keluar kamar jadi tolong bilangin bunda bilang aja gue lagi belajar buat SMPTN ya"

Vian mengangguk, "Okey itu sih gampang yang terpenting lo jangan nangis lagi. Apapun masalah lo gue yakin lo bisa selesain dengan baik Al."

Alfina mengangguk.

--------------
Sinar matahari masuk melalui celah kecil dari jendela kamar Alfina membuat teriknya menerpa sedikit wajah Alfina. Perempuan itu bergeliat dikarenakan panas matahari yang terkena wajahnya.

Alfina perlahan membuka matanya, ditatapnya jam yang menunjukkan pukul sembilan pagi.

Semalam ia memang tidur setelah pukul tiga dan tidak aneh jika ia akan bangun se siang itu.

Alfina berdiri lalu masuk kedalam kamar mandi untuk menyegarkan pikirannya yang kusam.

----------
Lelaki yang sedari tadi menekan tombol hijau pada handphone digenggamannya itu terus mengulang - ngulang telfon seseorang.

Lelaki tadi merasa bersalah, sudah sepatutnya ia mendapatkan ejekan. "Hai pengecut terlambat sudah jika kamu meminta maaf padanya hari ini Alfin." Batinnya bersuara.

Alfin kembali menekan tombol hijau pada layar handphonenya. Lelaki itu terus menerus menelfon Alfina karena semalam penjelasannya belum usai.

Kembali ia mengingat kejadian semalam.

Setelah kepergian taksi yang dinaiki Alfina, Alfin kembali kedalam area sekolahnya untuk mengambil tas dan berniat pulang.

Tetapi niatan itu dihentikan oleh Rio yang tak sengaja menatapnya butuh penjelasan.

Akhirnya mereka berdua duduk di kursi taman yang tadi ditempati Alfin dan Alfina.

Alfin menjelaskan semua yang sudah diberitahunya namun sayang belum semuanya terjelaskan Alfina sudah pergi darinya.

Melihat hal itu, Rio menatap wajah Alfin yang penuh rasa bersalah.

Rio tersenyum pada Alfin membuat lelaki itu tampak tegar, "Yang terpenting lo udah jelasin walaupun belum semua terjelaskan tapi setidaknya lo sudah punya keberanian buat menyatakan kesalahan lo itu.

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now