23

165 17 0
                                    

Tak terasa sudah hampir dua minggu berlalu semenjak Ujian Nasional berakhir. Alfinapun bahkan masih tidak menyangka ia bisa melewati ujian akhir yang ditunggunya selama hampir dua belas tahun itu.

Ujian yang memakan waktu lama, dan membuat semua peserta menjadi tenang namun tetap saja ketakutan. Takut akan hasilnya.

Semuanya pasti lulus, namun tetap saja nilai belum pasti lulus.

"Ah, semoga aja hasilnya memuaskan." Alfina yang sedang terduduk di meja belajar membetulkan duduknya. Sedari tadi ia hanya terlamun menatap buku - buku yang tergolek tak berdaya karena sudah tidak disentuhnya setelah UN berakhir.

Namun, ada satu buku yang menarik perhatian Alfina. Novel yang saat itu belum sempat ia baca sepenuhnya karena saat itu ia akan menghadapi UN dan lebih memfokuskan diri untuk membaca buku - buku penunjang UN.

Diambilnya novel yang kini berada dihadapannya itu. Dibukalah lembar demi lembar halaman yang memiliki tanda pembatas buku yang telah Alfina baca hingga ia terlarut dalam bacaan dan lupa akan waktu karena tenggelam dalam cerita novel tersebut.

---------------
Langit sudah mulai menggelap, senja sebenarnya sudah menghilang beberapa menit yang lalu. Alfina masih terduduk di meja belajarnya. Pandangannya masih sama, menatap novel yang tadi siang masih dibacanya.

Dan, ditutuplah novelnya. Alfina sudah selesai membaca novel tersebut.

Matanya berkabut, baru kali ini ia menangis karena terlarut dalam cerita novel yang ia baca.

Novel yang menceritakan tentang anak desa, Azka dan Azkia dua anak adam yang selalu bersama dimasa kecil namun terpisah seakan berjalannya waktu. Azkia, perempuan yang masih berumur enam tahun itu dipindahkan sekolah ke kota karena pekerjaan Ayahnya yang menuntut untuk dipindahkan ke kota. Sehingga keduanya harus terpisah hingga takdir yang ternyata mempertemukan mereka kembali pada belasan tahun berikutnya.

Kini Azkia sudah menjadi seorang karyawan disalah satu perusahaan swasta yang direkomendasikan bos ayahnya. Azkia bekerja disana dan ia kini sudah menjadi seseorang yang dewasa.

Hingga tibalah perekrutan karyawan baru dan bertemulah lagi Azka dan Azkia disana.

Awal pertemuan mereka hanya disambut dengan Azka yang tersenyum pada Azkia. Namun sayang, keberuntungan tidak berpihak pada Azka. Azkia bahkan ia tidak mengenali Azka sama sekali. Perempuan itu hanya tersenyum tipis pada karyawan baru yang bekerja diperusahaan yang sama dengannya.

Azka sering sekali menyapa Azkia. Bertanya apakah ia mengenalinya? Namun sayang, Azkia hanya menggelengkan kepalanya dan segera pergi meninggalkan Azka.

Azka sedih, Azkia melupakannya. Ah, Tidak. Azkia hanya tidak ingat padanya karena wajah Azka yang memang sangat berbeda.

Tidak pantang menyerah, Azka selalu menaruh kado kecil berisi kenangan masa kecilnya dahulu dengan Azkia. Azka selalu menaruhnya dimeja kerja Azkia namun sayang, selalu saja Azkia menatap kado itu aneh dan menaruhnya dilaci meja kerjanya tanpa mau membuka kado itu terlebih dahulu.

Hari demi hari berlalu tibalah sudah satu tahun hingga laci meja Azkia penuh dengan kado kecil yang dikirimi Azka tidak memuat kado lagi.

Azkia marah, hingga ia datang menemui Azka dan berbicara kasar padanya. "Aku tidak mengenalmu jadi tolong jangan kirimi aku kado tidak berharga itu lagi. Meja kerjaku bahkan sudah tidak muat karena kamu selalu mengirimu kado disetiap harinya. Kamu tau-"

"Azkia, kenapa tidak kamu buka kado tersebut agar kamu bisa membuangnya setelah itu?"

Azkia terbungkam, benar juga apa yang diucapkan Azka itu. Tapi karena kesal pikiran negatif Azkia muncul hingga ia berbicara sesuatu yang membuat Azka sakit hati.

"Baik, akan kubuka kado itu jika kamu berhenti bekerja disini. Jika kamu sudah tidak terlihat pada pandanganku lagi. Maka akan kubuka semua kado itu!"

Azka menyanggupi permintaan Azkia itu. Esoknya Azka sudah tidak bekerja lagi hingga Azkia akhirnya menuruti apa yang diucapkannya itu.

Azkia membawa semua kado - kado itu pada plastik besar dan ditaruhnya tergolek pada pojokan kamarnya tanpa mau membukanya satupun.

Hampir enam bulan berlalu, kini Azkia harus dipindah kerjakan ke luar negeri karena kinerja kerja Azkia yang memuaskan, hingga Azkia membersihkan seluruh barang - barangnya dan menemukan plastik besar yang sudah berdebu pada pojokan kamarnya.

Karena penasaran, dibukalah plastik besar itu. Satu per satu dibukanya kado kecil berisi foto, surat dan benda yang berkaitan dengan masa kecilnya.

Air mata Azkia meluncur deras. Azka, dia adalah teman masa kecilnya yang jauh - jauh datang ke kota tinggal di kostan murah dan bekerja di perusahaan yang sama dengannya hanya untuk bertemu Azkia. Hanya itu. Tetapi Azkia hanya bisa marah bahkan mengusirnya.

"Jadi, lelaki itu adalah Azka sahabatku. Kenapa dia berbeda sekali?"

Dibukanya terus kado itu hingga tibalah kado terakhir.

"Jika kamu sudah melihat semua ini semoga kamu mengingatnya Azkia. Aku merindukan dirimu yang dahulu. Mengapa kamu jadi berubah seperti ini? Apa kamu marah padaku? Maafkan aku Azkia. Telfon nomor ini jika kamu ingin berbicara padaku. Aku merindukanmu."

Air mata Azkia pecah, hingga akhirnya ia menelfon nomor tersebut dan akhirnya berbicara pada Azka.

Esoknya, Azkia pergi ke bandara. Matanya bengkak karena ia menangis semalaman ditelfon dengan Azka. Perempuan itu meminta maaf sangat lama dan Azka bersyukur akhirnya Azkia kini mengenalnya. Telfon mereka sangat lama karena banyak hal yang mereka bicarakan.

Dan kini, Azkia sudah pergi menuju luar negeri tanpa bisa bertemu Azka karena tidak ada waktu lagi. Namun, kali ini keberuntungan berpihak pada Azka. Mendengar Azkia akan pergi, Azka segera datang karena sebenarnya ia memang masih tinggal di kostan murah di kota. Dan Azka menyusul Azkia ke bandara.

Hingga bertemulah kembali dua anak desa ditempat yang berbeda ini. Azkia menangis, kembali ia meminta maaf pada Azka. Dan Azka mengelus rambut halus Azkia.

Keduanya terpisah lagi kini, namun perpisahan kali ini berbeda. Kini mereka memiliki perasaan yang sudah saling terikat dan berjanji untuk selalu bersama hingga akhir hayat yang memisahkan.

Selesai.

Alfina kembali membaca prolog yang berada pada bagian belakang novel. Kisahnya sama dengan novel ini namun entah akhir bahagia ataukah akhir buruk yang akan datang menghampiri Alfina dan Alfin.

Alfina kembali mengingat memori kecilnya dengan Alfin.

Miris, mungkin inilah takdirnya. Kita pernah bersama dahulu, tetapi sepertinya kita tidak akan bersama dimasa yang akan datang.

-------------
Kangen curcol gue gak? Hehe maaf hilang ya hampir laaamaaaaa. Aku sibuk. Heheh sorry. Lebih tepatnya stuck sih. Maaf yaaaaaa.

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now