17

181 16 0
                                    

"Lo ngelamun aja Fin, kenapa?" Arin yang saat ini sedang bersama Alfin di belakang sekolah menatap temannya itu kebingungan.

Alfin menggeleng, "Gue bingung, kenapa akhir - akhir ini semua jadi banyak berubah ya?"

"Berubah? Maksud lo?" Arin semakin bingung.

Alfin menatap Arin lalu tersenyum, "Ngga kok."

Arin tersenyum, "Besok gue udah balik ke Bandung Fin."

Alfin menatap Arin tidak percaya, "Lo pulang besok?"

"Iya, waktu pertukaran pelajar gue udah habis."

"Ohgitu," Alfin menatap rerumputan panjang dihadapannya.

"Fin, makasih udah kasih gue tempat tinggal selama gue di Jakarta. Makasih udah temanin hari - hari gue selama disekolah ini dan makasih juga udah jadi teman gue dari kecil sampai sekarang." Arin tersenyum.

Alfin menoleh menatap Arin, "Iya selau aja kali. Ingat, orang - orang sebenarnya mau temenan sama lo cuma lonya aja yang merasa selalu sendirian. Lo ngga pernah sendiri Rin."

Arin mengangguk, "Iya mulai sekarang gue ngga bakal jadi penyendiri lagi."

Keduanya tersenyum. Karena sebenarnya maksud lain Arin datang ke Jakarta juga karena ia merindukan teman kecilnya, Alfin. Dan hanya teman hingga kapanpun.

---------
Alfina sedang mengerjakan prnya yang lupa ia kerjakan. Semalam ia membantu Vian belajar untuk UN tetapi ia malah lupa dengan prnya sendiri.

"Tumbenan lo baru ngerjain pr?" Lian yang baru saja datang menatap Alfina kebingungan.

Alfina tak peduli dengan kehadiran Lian, ia terus saja mengerjakan prnya cepat - cepat. "Iya gue lupa. Duh Pak Hud masih lama ngga ya masuknya?"

Lian duduk disamping Alfina, "Entahlah, tapi setau gue kemarin si Feril bilang kalau hari ini Pak Hud ngga bakalan masuk."

Alfina menatap Lian cepat, "Serius lo?"

Lian mengangguk, "s e r i u s"

"Yes!!" Alfina berteriak senang.

"Tapi tetep prnya harus dikumpulin." Lian terkekeh.

"Ahyaudah, setidaknya gue bisa santai ngerjainnya." Alfina melanjutkan mengerjakan prnya.

Lian tersenyum menatap Alfina yang kini lebih rileks dengan bukunya.

"Ehiya, Lian nanti lo ya yang taruh buku anak - anak ke meja Pak Hud." Feril memerintah.

Lian mengangguk, "Udah giliran gue aja."

"Yeee, memang gitu kali. Nanti gue temenin deh." Alfina menceletuk.

"Okeee!" Lian memberi Alfina kedua jari jempolnya.

"Yaudah yuk gue anter sekarang."  Alfina berdiri dari kursinya.

"Eiit, lo udah selesai?" Lian bertanya.

"Udah, yuk!"

Keduanya berdiri, lalu mengumpulkan buku murid dan berjalan melewati lorong yang sepi karena pelajaran sedang berlangsung.

"Alfina," Seseorang memanggil tepat setelah Alfina dan Lian menaruh buku di meja Pak Hud.

Alfina dan Lian menoleh ke sumber suara, "Eh? Arin?"

Arin tersenyum, "Boleh bicara sama lo pulang sekolah nanti?"

Alfina mengangguk, "Boleh, kenapa?"

"Di Venderan Cafe gue tunggu lo disana ya." Arin tersenyum, "Duluan." Pamitnya yang sudah berjalan meninggalkan Alfina dan Lian.

Alfina menatap Lian, Lian menaikkan bahunya, "Udah temuin aja." Lian memberi saran.

Alfina mengangguk dan mereka berdua kembali ke kelas.












Bel pulang sekolah baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Segera semua murid membereskan peralatan belajarnya untuk dimasukan kedalam tas ranselnya.

"Eh gue duluan ya Yan." Alfina pamit.

"Iya, nanti kasih tau gue ya!" Lian tersenyum.

Alfina menaikkan jempolnya lalu bergegas untuk menuju Venderan Cafe yang berada dekat sekolahnya.

Alfina membuka pintu cafe yang memunculkan suara ting! Jika pintu terbuka. Hal itu membuat Arin menoleh pada Alfina dan melambaikan lengannya agar Alfina datang menemuinya.

"Makasih udah datang," Arin tersenyum.

"Iya sama - sama. Ada apa?" Tanpa basa - basi Alfina segera bicara ke intinya.

Arin tersenyum, "Lo dengerin aja ya dan jangan bicara sebelum gue selesai bicara. Okey?"

Alfina mengangguk.

"Ini tentang Alfin. Selama gue di SMA Dalena gue bareng - bareng Alfin terus karena cuma Alfin yang gue kenal. Alfin itu teman sekolah dasar gue waktu di Bandung kita chairmate sampai kelas enam dan dia balik lagi ke Jakarta buat terusin SMPnya.

Ohiya, gue tau kok masa kecil lo sama Alfin. Lo udah kenal Alfin terlebih dahulu jauh sebelum gue kenal Alfin. Dan, lo pasti udah tau tentang kecelakan Alfin yang ngebuat memorinya hilang. Dan itu memori lo sama Alfin yang hilang yang tergantikan sama masa kecil gue dan Alfin. Alfina, maafin gue. Gue ngga pernah bermaksud buat jadi perusak masa kecil kalian."

Alfina tersenyum, "Bukan salah lo kok, gue yakin ini semua udah ditakdirkan buat kayak gini Rin."

Arin tersenyum, "Makasih udah percaya sama gue Al. Sebelumnya gue juga mau bilang kalau sebenarnya gue itu tipe orang yang sulit mendapatkan teman. Karena, gue yang selalu sendirian. Waktu disekolah dasar teman gue cuma Alfin. Dan hal itu ngebuat gue sama Alfin jadi dekat. Lo jangan mikir yang negative ya gue sama Alfin cuma teman dan selamanya bakalan kayak gitu. Karena gue tau Alfin udah punya seseorang yang ada dihatinya."

Alfina mengangguk, "Ohgitu, maafin gue udah mikir yang ngga - ngga tentang lo."

Arin tersenyum, "Iya ngga apa - apa by the way lo ngga penasaran siapa perempuan yang ada dihatinya Alfin?"

Alfina menggeleng, "Gue biasa aja sih. Karena gue yakin perempuan itu juga yang pastinya bukan gue. Kan?"

Arin menggeleng, "Yaudah nanti juga lo tau. Hm, hari ini hari terakhir gue di Jakarta nanti sore gue pulang ke Bandung. Tadi waktu ketemu lo di ruang guru. Sebenarnya gue lagi ngurus surat kepulangan gue ke Bandung. Jadi, kita temankan?"

Alfina menatap Arin tidak percaya. "Lo udah pulang aja. Kok bentar?"

"Gue lama kok, udah hampir enam bulan loh gue disini. Ngga kerasa ya?" Arin tersenyum.

Alfina mengangguk ikut mengiyakan ucapan Arin.

"Yaudah gue mau bilang itu aja, maaf kalau selama ini dengan kedatangan gue bikin lo sedih dan makasih juga lo udah percaya sama gue." Arin tersenyum.

Alfina tersenyum, "Iya maafin gue juga udah mikir yang negative tentang lo."

Arin mengangguk, "Kita temankan? Tadi belum lo jawab."

"Iya gue dan Lian udah pasti mau jadi teman lo. Lo ke terminal jam berapa? Nanti gue antar lo." Alfina tersenyum.

Arin tidak percaya dengan ucapan Alfina, "Seriusan lo mau antar gue pulang?"

Alfina mengangguk, "Iyalah, kan kita teman?"

Arin tersenyum, "Terminal dua jam empat. Gue tunggu lo disana. Sekarang gue pulang duluan ya masih ada sedikit lagi barang yang belum gue beresin."

"Okedeh, gue kesana sama Lian. Dah!" Alfina melambaikan tangannya karena Arin yang sudah berdiri untuk pulang duluan.

Arin ikut melambaikan tangannya sebelum perempuan itu menutup rapat pintu Venderan Cafe.

Ternyata, selama ini apa yang gue pikirkan ngga sejalan dengan kenyataan. Gue mikirnya terlalu berlebihan. Alfin, lelaki itu ternyata hanya berteman dengan Arin. Dan itu ngebuat gue ngerasa bodoh karena ngga pernah pikirin kondisi Alfin yang sebenarnya.

Alfin maafin gue udah  berlaku jahat sama lo. Gue yakin disuatu hari nanti gue dan lo pasti bisa bersama seperti dahulu lagi.

--------

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now