12

191 15 0
                                    

"Senyummu masih melekat dengan jelas dalam ingatanku. Hai, terimakasih telah membalas suratku. Mungkin saat itu belum waktunya kita bertemu. Aku akan menantimu di lain waktu. G"

Vian kembali mendapatkan suratnya. Kemarin setelah ia membalasnya, seseorang berinisial G kembali mengirim surat pada Vian.

"Halo G. Terimakasih karena telah memperhatikanku. Maaf aku belum bisa memperhatikanmu karena aku tidak tau identitasmu yang sebenarnya. Maafkan aku G." Itu balasan surat Vian untuk pengirim rahasianya.

Kelas kali ini sudah ramai. Tetapi Devin belum datang.

"Tumben itu anak belum dateng." Vian melihat ke luar kaca yang bisa terlihat gerbang sekolahnya.

Tak lama, muncul sosok Devin. Biasa, dengan komik ditangannya. Ia berjalan sambil membaca. "Dasar kutu buku." Vian melihat Devin yang sudah masuk.

Devin melihat kesekeliling, "Vin." Vian melambaikan lengannya. Devin menatap Vian namun lelaki itu acuh lalu ia duduk dikursi depan, tidak disamping Vian.

"Kenapadah?" Vian berjalan menuju Devin. Namun baru saja ia berdiri guru masuk untuk memberikan pelajaran pertama. Akhirnya Vian kembali ketempat duduknya dengan perasaan bingung yang melanda dirinya.

---------
Alfina dan Lian sedang makan bakso dikantin. Hari ini Alfina masih memakai gelang talinya. Dan mereka berdua tampak bahagia tidak seperti kemarin.

"Al, liat noh di pojok." Lian mengintrupsi Alfina.

Segera Alfina melihat ke arah kursi yang berada di pojok. Terlihat ada Alfin yang memejamkan matanya dengan headset yang terkait dikedua telinganya.

"Duh," Alfina memegang dadanya. Didalam sana jantungnya berdegup lumayan kencang.

"Ciee, yang lagi jatuh cinta." Lian mengucapkannya dengan berbisik.

Alfina tersenyum, "Udah ah, makan lagi baksonya."

Mereka berdua kembali melahap bakso yang kini tinggal sedikit.

"Fin! Tidur aja lo." Terdengar seseorang membangunkan Alfin.

Alfin membuka matanya, "Ganggu aja lo, Yo" Ya, Rio yang membangunkan Alfin.

"Yee, selau dong. Kemarin udah berangkat aja lo. Tinggalin gue ya?" Rio duduk disamping Alfin.

Alfin kembali menutup matanya, "Lah? Gue kira lo udah duluan. Sorry deh."

"Iya - iya." Rio menatap sekeliling. "Eh Alfina!" Teriak Rio pada Alfina.

Alfina menoleh, "Eh, iya?"

Alfin masih menutup matanya.

"Ngga, hehe." Rio tersenyum.

Alfina menatap Alfin sekilas. Lelaki itu bahkan tidak peduli ketika namanya dipanggil oleh lelaki lain.

Alfin berdiri, ia memasukkan kedua lengannya kedalam saku celana seragamnya. "Gue ke kelas." Ucapnya sebelum meninggalkan Rio sendirian.

Rio menatap kepergian Alfin. Iapun segera menyusul teman rumahnya itu.

Alfina terdiam menatap Lian dihadapannya. "Yan, kayaknya cinta gue ke Alfin itu bertepuk sebelah tangan deh."

Lian yang masih mengunyah baksonya tersedak. "Tau darimana lo? Sok tau kayak dukun."

"Gue ngerasain aja. Buktinya tadi."

"Tadi apa? Ah, lo tuh mikirnya aneh aja. Udah ah cabut kelas buru." Lian berdiri lalu merangkul chairmate yang sudah menjadi sahabatnya itu.

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now