Sekarang tinggal tunggu saja hanya waktu yang dapat berbicara gue pun cuma bisa kasih nasehat sama lo tanpa bisa ngelakuin apapun. Yang gue harap dari lo jangan terlalu memaksa Alfina, karena perempuan pasti butuh waktu sendiri.

Bukan hanya perempuan, setiap manusia yang memiliki masalah mereka pasti butuh waktu untuk sendiri jadi jangan ganggu dia dulu takutnya nanti yang ada lo bukan semakin dekat tetapi semakin jauh dengan Alfina. Satu hal lagi, Sabar. Itu kuncinya."

Alfin tersenyum, membenarkan apa yang diucapkan Rio malam tadi.

Akhirnya panggilan terakhir masih saja tidak diangkat Alfina. Perempuan itu butuh waktu dan Alfinpun menghentikkan aktifitasnya dan kembali bergelut dengan buku untuk SMPTN yang akan datang.

----------
Setelah keluar dari kamar mandi pikiran Alfina terasa lebih jernih, tubuhnya pun lebih segar dibandingkan semalam. Tetapi, matanya masih saja membengkak, memberikan tanda pada orang - orang bahwa ada sesuatu yang terjadi padanya tadi malam.

Alfina memakai baju lalu duduk dimeja belajarnya. Sebenarnya ia belum niat belajar karena hari ini rasanya ia ingin beristirahat. Karena hal itulah akhirnya ia mengambil handphonenya karena LEDnya berkedip menandakan ada sebuah pemberitahuan yang belum dibaca Alfina.

56 missed calls. From Alfin.

Alfina tersenyum kikuk, ia me-lock screen handphonenya dan berdiri untuk keluar dari kamarnya.

Tetapi niatnya terhenti ketika ia memegang gagang pintu kamarnya. Jika bundanya melihat mata ini pasti ia bertanya terus ia harus menjawab apa? Akhirnya Alfina hanya duduk dikursi balkon kamarnya membiarkan tubuhnya terkena cahaya matahari karena ia sangat membutuhkan energi yang banyak saat ini.

-------------
Vian kembali mengetuk pintu kamar kakaknya, "Al buka dong."

Lelaki yang baru memasuki masa putih abu - abunya itu semakin tinggi menjuntai karena masa pertumbuhan yang dialaminya.

"Al ini gue Lian buka ya." Lian yang berada disamping Vian kebingungan sudah hampir sepuluh menit Alfina tidak membuka pintu kamarnya.

Lian diberitahukan oleh Vian bahwa kakaknya sedang ada masalah karena Lian sahabat Alfina jadi Vian menelfon perempuan itu tadi pagi dan Vian menjemput Lian dirumahnya saat ia pulang sekolah tadi.

"Coba gue buka ya," Izin Vian pada Lian.

"Iya," Lian setuju.

Ceklek, gagang pintu yang dipegang oleh Vian terbuka menghasilkan bunyi kriiiiit saat ia membuka pintunya.

Kosong, Alfina tidak ada dikamarnya. Lian masuk kedalam kamar mandi juga Lian tidak ada.

Merekapun melihat bayangan dibalik balkon kamar yang pintunya terbuka. Lian mendekatinya, dan disitulah Alfina berada.

Perempuan itu sedang tertidur bersandar pada kursi santai dibalkonnya. Tidurnya pulas sekali.

"Semalem dia pulang - pulang nangis terus masuk kamar. Gue tanya kenapa diem aja. Kayaknya dia nangis sampai pagi dan sekarang jadinya baru tidur." Vian menjelaskan kebingungan Lian.

Lian mengangguk, suhu badannya sudah normal kali ini dan bersyukur ia sudah sembuh.

"Lo mau gue anter pulang atau gimana? Sorry ya gue ngga berani pindahin dia takut keganggu tidurnya.." Vian menatap Lian.

Lian menggeleng, "Gue tunggu sampai Alfina bangun aja."

"Yaudah gue ambil makanan dulu lo tunggu disini." Vianpun berlalu meninggalkan Lian berdua dengan Alfina yang masih tertidur pulas.

Childhood MemoriesWhere stories live. Discover now