[22] Datang

489 47 22
                                    

Sandara menatap langit di balkon apartemennya, dia teringat ucapan Jiyong malam itu. Walau sudah sebulan sejak kejadian itu, rasanya masih menusuk hatinya. Sebenarnya, semalam setelah kejadian itu, dia bertemu dengan kedua orang tua Jiyong. Bukan obrolan yang melibatkan untung dan rugi, tapi obrolan yang melibatkan hati.

Untuk sejenak, Sandara merasa ragu pada Jiyong. Apakah jika nanti Yunha menikah, Jiyong akan kembali padanya? Atau malah Jiyong datang bersama dengan wanita lain? Namun, seorang wanita tetaplah seorang wanita. Sakit hati sebanyak apapun, pasti cinta yang akan dipilihnya.

Sandara merasa jadi orang terbodoh di dunia karena masih menunggu Jiyong. Setiap malam yang dia lakukan hanyalah duduk di depan jendela lalu menghitung berapa banyak bintang, atau menonton film roman picisan yang sialnya membuatnya selalu menangis.

Dimaki oleh Thunder karena masih mempertahankan Jiyong padahal dia bukan dimasanya lagi untuk main main. Ditegur orang tuanya untuk segera menikah diusianya yang sudah tidak muda lagi. Kata- kata mereka hanya lewat di telinganya.

Ting!

Sandara membuka pintu. "Mau apa?" tanyanya ketus. Jiyong menghembuskan napasnya pelan lalu berkata, "Gue mau minta maaf. Bisa?"

"Kamu mau minta maaf apa mau ngajak aku berantem lagi, ha?!" Sandara memelototi Jiyong. "Ya minta maaf. Makanya, aku mau masuk dulu boleh nggak?" Jiyong tertawa kecil, ternyata Sandara begitu imut dimatanya ketika merajuk seperti ini.

"Kamu bisa, ya, ketawa kaya gini disaat aku lagi susah mikirin kamu—mph.."

Jiyong mencium Sandara. Dia melingkarkan tangannya pada pinggang si wanita lalu merapatkan keduanya. Sandara mengerang pelan, rasa aneh mulai menjalar di perutnya. Dia meremas rambut Jiyong untuk melampiaskan rasa aneh itu. Oksigen dalam paru parunya semakin menipis, "Ji—"

Jiyong justru semakin menciumnya dalam dan intens. Sandara memukul punggung Jiyong keras agar melepaskan ciumannya.

"Bangsat, ya, kamu, Yong!" sungut Sandara sambil mengelap bibirnya yang basah. Jiyong hanya terkekeh lalu menggandeng tangan Sandara masuk ke dalam apartemen.

"Jadi, kamu mau jelasin apa ke aku?" Sandara melipat tangannya lalu bersandar di gagang pintu, siap menyeret pria itu pergi kapanpun dia mau.

"Kamu nggak mau duduk di deketku aja, San?" Jiyong menepuk sofa di sebelahnya. Sandara menggeleng kuat- kuat, "Aku nggak mau duduk sama buaya. Apalagi buaya labil."

Jiyong mengelus dadanya pelan. Salahnya juga memang menjadi orang yang bahkan tidak tau keinginan sendiri. "Oke. Sandara, aku mau minta maaf."

"Udah aku maafin dari dulu. Terus?"

"Aku laper, mau makan nggak?"

Aing uploadnya sekarang aja yekan :v mumpung bighit belom mepet waktunya. Ini kenapa aing malah mantengin countdown bities. Gapapa BTS saranghae 😚. Oh, makasih buat semua yang sudah suport,  bahkan ngikutin cerita ini dari awal! Aku nggak tau tanpa kalian apakah cerita ini akan lanjut. Maaf sudah hiatus selama sebulan. Makasih sudah mau nungguin lama. Untuk para mbak mas readers yang tak bisa kusebut satu satu, Gomawo!!

Effortless ✘ DaragonWhere stories live. Discover now