31 - Sore Itu

330 51 5
                                    

Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu belajar terus belajar lagi.

Beruntung hari ini guru menyuruh kita untuk pulang lebih cepat. Jadi, masih belum terlalu sore, kita sudah boleh pulang.

"Eunji!!" Suzy berteriak heboh sambil berlari menghampiri gue. Dia loncat kegirangan di depan gue dengan sebuah kertas di tangannya.

Gue langsung memegang kedua bahunya, berusaha menghentikan tingkah histerisnya yang kadang bikin malu. Bagus. Dia berhenti jejingkrakan.

"Ada apa nih, Nona?" tanya gue.

Suzy senyum-senyum. "Parah sih. Gue seneng banget. Dan terima kasih banget sama lo."

"Kok makasih sama gue?"

"Iya." Sahutnya cepat. "Karena lo udah nyemangatin gue semalam, gue akhirnya berhasil untuk mendapatkan nilai 100 untuk fisika sialan ini." Ungkapnya sambil menunjukkan lembar kertas ulangannya di depan wajah gue.

"Wah, congratulation ya," kata gue ikut senang.

"Kalian berdua senang banget, baru dapat uang ya?" Seulgi tiba-tiba hadir di depan kita. Dia ikut tersenyum karena kita berdua senyum-senyum kayak orang gila.

"Nih, si oneng dapet nilai seratus,"

Suzy menempeleng kepala gue. "Kok oneng sih? Kan gue udah dapet nilai seratus!" Protesnya dengan mulut cemberut.

"Wah, hebat-hebat, Zy. Padahal ulangannya susah banget, kan?"

Suzy mengangguk dengan wajah sombong. "Yoi,"

"Lo nunggu jemputan?" tanya Suzy lalu kita bertiga duduk di kursi taman depan sekolah. Tempat biasanya orang-orang menunggu jemputan atau sekedar menunggu parkiran sepi agar mudah saat mengambil motor.

Seulgi mengangguk.

"Supir lo?"

"Bukan. Mr. Park," sahutnya.

Gue dan Suzy mengangguk-angguk.

"Bomi mana dah? Lama banget katanya cuma mau pipis," gue menoleh ke arah pintu lobi sekolah. Tempat tadi gue lewat untuk ke sini.

"Kenapa nungguin Bomi? Emang lo pulang bareng?" tanya Suzy yang tiba-tiba ditangannya sudah memegang Wafer Cokelat.

Gue menggeleng. "Kita janjian mau ke toko buku sebelah. Mau beli alat tulis,"

"Diiih, kok gue gak diajak?" pekik Seulgi dengan betenya.

"Eh, ya ikut aja kalau mau mah. Tapi bukannya lo udah mau dijemput? Eh, kok dijemput sih ya? Ya, pokoknya kalau mau ikut, ikut aja. Lo juga, Zy. Hera juga dah. Krystal juga." ujar gue tebata-bata.

"Ogah ah, gue mau maskeran di rumah. Gue mau berterima kasih pada diri gue sendiri karena telah berhasil meraih nilai seratus di ulangan fisika." Tawanya menggelegar.

"Dih, gue doain masker lo retak,"

Seulgi tertawa. "Nanti malam kita gangguin aja dia sampai bikin dia teriak. Pecah deh," sarannya.

"Hehe, boleh dicoba,"

Ponsel Seulgi tiba-tiba berdering. Awalnya dia terlihat senang, namun kemudian berubah khawatir, dan bahkan kini wajahnya jadi pucat. Dia gak mengatakan apapun, tapi langsung berdiri. Dan tepat ketika itu, Chanyeol datang di depannya. Seakan langsung tahu apa yang terjadi.

Seulgi tiba-tiba jadi terisak. Gue dan Suzy yang gak tahu apa-apa langsung ikutan berdiri panik.

"Iya, iya. Duh, jangan nangis dong." Kata Chanyeol berusaha menghapus air mata Seulgi. Namun bukannya berhenti, nampaknya Seulgi malah makin menangis.

Sing For YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora