05 - Yay or Nah?

639 66 4
                                    

Eunji

"Mau gue anter nggak?" suara beratnya menghentikan langkah gue untuk pergi. Gue nggak punya niat pulang bareng dia. Dan nggak mau juga. Tapi gue tetap harus membalas tawaran dengan sopan. Maka gue berbalik dan menatap dia yang sedang membereskan barang-barangnya.

"Nggak, makasih," sahut gue kemudian benar-benar pergi dari hadapannya.

Gue berjalan ke halte yang ada di depan sekolah untuk menunggu angkot. Kelihatan banget kalau sekolah udah sepi. Langit juga udah mulai gelap karena sebentar lagi malam. Gue sedang sibuk memainkan tangan gue ketika ada suara klakson kencang yang terdengar. Refleks kepala gue terangkat untuk melihatnya. Ada sebuah motor berwarna hitam dengan pengendaranya yang memakai helm hitam juga berhenti di depan halte. Dan ketika orang itu menaikkan kaca helmnya, gue nggak bisa memberi reaksi lain selain melotot ke arahnya.

Orang itu lagi.

"Ayo pulang bareng gue." Teriaknya dari atas motor tersebut.

"Nggak usah," sahut gue kalem sambil berharap angkot yang gue tunggu segera datang.

"Ayo. Udah mau malem nih. Nanti lo ketinggalan sinetron Cinta Yang Hilang. Gimana?" ajak dia lagi dengan menyebutkan sinetron kesukaan gue.

Tahu darimana dia gue suka nonton sinetron itu? Itu satu-satunya sinetron yang gue suka. Bukan karena ceritanya seru banget, bukan. Tapi karena ada Alwi Assegaf-nya. Hehehe.

Gue diam dan nggak menjawab. Berharap angkot warna biru yang lagi gue tunggu tau diri dan cepat-cepat datang. Tapi dia nggak dateng-dateng juga. Dasar nggak tau diri. Gue jadi kesel.

"Lo udah pernah pulang sesore ini belum sih? Angkot yang lo tunggu tuh kalau udah sore begini jarang yang nongol. Bisa kelaperan nanti lo nungguin tuh angkot!"

"Yeu, emang lo tau gue nunggu angkot yang mana?" tanya gue menantang.

"Tau. Angkot biru nomer 37 kan?" sahutnya dengan benar.

"Sebelum lo berpikir yang aneh-aneh. Kemarin gue lihat lo naik angkot itu. Dan angkot itu searah sama rumah gue. Kesimpulannya, lo harus pulang bareng gue." lanjutnya menambhakan.

Gue mengernyit. "Kok harus sih?"

"Ya harus dong! Lo serius mau nungguin angkot itu? Nggak takut sama penunggu halte?"

"Chanyeol!!" gue memekik kesal karena takut. Kenapa juga dia membahas tentang hal yang begituan. Bulu kuduk gue langsung berdiri dan jadi was-was.

Chanyeol tertawa di atas motornya. "Ayo, kosong nih," katanya sambil menunjuk jok belakangnya dengan ibu jari.

"Emang... beneran angkotnya bakal jarang nongol?" tanya gue pelan dan ragu-ragu.

"Sekarang coba lo lihat, ada tanda-tanda dari angkot itu mau dateng nggak?" tanyanya yang lantas membuat gue menggeleng. Karena memang nggak ada tanda-tanda kemunculan angkot warna biru tersebut.

Chanyeol melepas helmnya. "Gue cuma bawa satu helm. Kalau mau pulang bareng gue, ambil!"

Gue nggak punya pilihan lain selain mengambil helm tersebut ketika merasakan ada desiran di belakang gue.

Ya ampoooon, apaan itu??

Sore itu, gue pulang diantar Chanyeol dengan motor hitamnya. Mungkin sebuah motor yang diidam-idamkan banyak cewek di sekolah untuk ditaiki. Bukan karena motornya, tapi karena si pemilik.

**

Pagi hari kantin selalu sepi. Baru ada para penjual yang menyiapkan dagangannya dan para perut-perut lapar seperti gue dan Bomi disana.

Sing For YouWhere stories live. Discover now