24 - Jakarta Mendung

313 52 3
                                    

Remember at that time,

I said that I want to get close to you

And you're laughing so hard

You're laughing because you didn't believe it

But when I did

You go

**

Eunji

Jakarta adalah kota dimana gue lahir. Kota yang sudah sangat terkenal sama macet dan banjirnya. Itu emang yang bakal kelihatan dari jauh, tetapi kalau lo lihat lebih dekat... lo bisa lihat keunikannya. Lo bisa rasain gimana uniknya berada di tengah kemacetan atau ngerasain kebanjiran. Tidur bareng di pengungsian ketika banjir atau ngobrol di dalam angkot sama penumpang lain saking betenya nunggu macet. Semuanya mengundang cerita dan kenangan. Sesuatu bisa jadi kelihatan buruk, tetapi pasti mengundang cerita, pengalaman, dan pelajaran.

Ah, gue kenapa jadi lebay gini deh. Gue cuma pengen liburan ke Jogja kan, bukan mau pindah dan nggak balik ke Jakarta.

Kayaknya gue bakal kangen sama Jakarta. Meski mungkin hanya satu minggu gak ada di kota ini. Meski kota ini juga tampaknya tidak spesial-spesial banget.

Sebetulnya, alasan kenapa gue pergi ke Jogja ikut kak Jessica dan Krystal bukan dalam rangka menghabiskan liburan. Jujur aja, gue nggak begitu suka liburan jauh tanpa orang tua. Gue punya sisi manja sama Ibu gue yang nggak mau gue hilangin gitu deh. Jadi rada nggak nyaman aja kalau pergi ke luar kota yang jauh tanpa Ibu gue. Tapi, tujuan gue ikut liburan jauh-jauh ke Jogja karena ingin menenangkan diri. Cari ketenangan dari hiruk-pikuk kota Jakarta. Meskipun Jogja juga nggak sepi-sepi banget, tapi paling nggak suasananya berbeda dan lebih tentram.

"Ready sis?" tanya Krystal.

"Iya, tinggal lo transfer aja duitnya, nanti langsung gue kirim barangnya," sahut gue asal, lalu menutup resleting backpack gue.

"Haha, lucu anda!" Kata Krystal dengan tawa terpaksa lalu segera beranjak pergi ke luar kamar gue.

Gitu ya, nanya doang, bantuin kek gitu bawain barang-barang gue. Atau apa gitu.

Gue menggotong tas besar berisi pakaian dan peralatan lainya ke depan rumah. Krystal dan keluarga kakaknya sudah menunggu di depan, siap untuk berangkat menuju rumah nenek.

"Aduh... Eunji. Kuncir yang betul itu rambut kamu," Ibu menarik gue dan segera membenarkan kunciran asal-asalan yang gue buat. Diikatnya rambut gue sampai tidak ada rambut yang aur-auran ke wajah. Gerakannya lembut, seakan sedang mengelus kepala gue yang untung saja rambutnya sudah dibersihkan pagi tadi. Kalau belum, bisa-bisa emak ngomel. "nah, gini kan bagus," kata Ibu gue memuji.

"Cantik sih tapi jomblo," sindir Ayah gue dengan wajah meledek yang biasa ia tunjukkan kalau sedang mengganggu gue.

"Ayaaah..." rengek gue kesal.

Ayah selalu punya cara untuk meledek gue. Kalau lagi di rumah, gue pasti kena ledekannya buat gue.

"Gimana sih Ayah? Katanya Eunji nggak boleh pacaran dulu, ini malah diledek gitu," Ibu gue protes, kemudian menyelipkan sepucuk rambut yang ternyata masih tersisa ke balik telinga gue.

Waktu jaman SMP, Ayah gue pernah bilang kalau lebih baik gue nggak pacaran. Sebenarnya nggak ada kata larangan, hanya sebuah saran. Dan saran itu meresapi diri gue, hingga jadilah gue beneran nggak pacaran. Ada yang deketin, gue jutekin. Ada yang nge-chat, gue balesnya singkat. Gue benar-benar nggak menaruh perhatian pada cowok selama ini. Sebegitunya. Ya, karena gue sangat mendengarkan Ayah.

Ayah gue tertawa. Lalu mengelus puncak kepala gue lembut.

Kak Jessica dan suaminya berpamitan dengan orang tua gue, Krystal juga. Dan setelah gue juga berpamitan, kita berangkat ke Jogja.

Sing For YouWhere stories live. Discover now