19. Awal Baru

17.4K 696 13
                                    


Fajar mulai menampakkan sedikit cahayanya dan bulan masih enggan pergi menjauh. Alarm Kanaya berdering menunjukkan pukul 04.30. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian ia tengok di sebelahnya. Kosong, Adnan sudah tidak ada di sana.

Spontan Kanaya langsung clingak-clinguk mencari di mana keberadaan suaminya itu. Bahkan tak ada suara gemercik air di dalam kamar mandi. Kanaya langsung bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi dan segera bersiap-siap melaksanakan sholat shubuh sendirian di kamar hotel. Setelah selesai sholat ia merapikan mukenah dan menaruhnya di atas nakas. 

Selembar kertas dan setangkai mawar  putih tergeletak di atas nakas. Mungkin mawar itu dari vas bunga yang ada di setiap pojokan kamar. Ia raih bunga itu dan menciumnya. Wangi mawar yang membuat hati Kanaya tenang. Kemudian ia baca surat itu, yang ternyata surat dari Adnan. Adnan pergi di waktu pagi buta dan hanya meninggalkan surat untu Kanaya.


Assalamu'alaikum

Maafkan aku Kanaya, aku pergi tanpa berpamitan padamu. Aku juga tidak membangunkanmu terlebih dahulu. Tapi aku punya urusan penting. Urusan yang gak bisa aku abaikan. Aku sudah kirim supir untuk mengantarmu pulang ke rumah ibu. Ibu dan Ayah menunggumu di rumah. Semoga kamu tidak marah.

Adnan.

Sepenggal surat dari Adnan membuat Kanaya berpikir, sebenarnya urusan apa yang membuat Adnan pergi sepagi itu. Tapi, Kanaya tidak mau berpikir lebih dalam yang akan membuatnya kebingungan dan terjerumus dalam dosa karena telah berpikir suudzon.

Kanaya segera merapikan barang-barang miliknya. Setelah semua barang telah ia kemas ia menuju restoran hotel untuk sarapan. Sebetulnya Kanaya ingin sarapan di rumah Adnan. Namun apalah daya, cacing di perut Kanaya sudah meronta-ronta minta untuk diisi.  Hitung-hitung sekalian menunggu supir yang tidak kunjung datang.

Kanaya melihat jam yang melingkar di tangannya. Pukul 09.45, namun supir yang dijanjikan Adnan belum juga datang, apa Adnan lupa memberitahu supir di rumahnya untuk menjemput Kanaya. Ataukah sang supir yang lupa menjemputnya. Kanaya bingung, ia harus terus menunggu atau pulang menuju rumah Adnan sendiri dengan bermodalkan alamat yang pernah ibu Adnan berikan.

Bunyi notifikasi pesan di ponsel Kanaya, ia langsung membuka pesan itu.

"Maaf ya Kanaya, aku lupa memberitahu supir di rumah dan ternyata saat aku telfon, mobil di rumah sedang dipakai ibu keluar."

Kanaya menghembuskan nafasnya gusar, ia ingin sekali mengeluh. Amarahnya mulai terpancing, sedangkan Kanaya mencoba terus bersabar. Kanaya berdiri dari duduknya dan menuju ke kamar hotel untuk mengambil kopernya. Ia berhentikan taksi di depan jalanan hotel dan masuk ke dalamnya.

Kanaya sudah sampai di depan rumah mewah seperti alamat yang ia tuju. Ia berjalan menuju depan gerbang dan memencet bel rumah. Dan beberapa menit keluarlah satpam penjaga rumah.

"Oh, mbak Kanaya ya! Silahkan masuk mbak!" ujar satpam yang telah mengenal Kanaya di acara resepsi. Satpam itu mempersilahkan Kanaya masuk dengan ramah.

"Sini kopernya, saya bawakan mbak," ujar satpam itu menawarkan bantuan.

"Makasih ya Pak!"

"Oh ya, Pak, apakah mas Adnan sudah ada di rumah pak?" tanya Kanaya yang penasaran.

"Belum mbak, den Adnan belum pulang ke rumah sama sekali!" jawab Satpam.

"Lalu tante Fida?"

"Kalau ibu baru saja pergi mbak, ada Acara pengajian rutin."

"Ibu berpesan kepada saya, kalau mbak sudah datang mbak di suruh langsung ke kamar mas Adnan."

"Nanti pak Pardi atau bi Inem yang akan mengantar mbak ke kamar den Adnan," ujar Satpam dengan penjelasan panjang lebar.

"Baiklah, Pak!" jawab Kanaya seadanya.

Kanaya memasuki rumah Adnan. Rumah yang begitu mewah bagi dia. Tatanan rumah yang rapi, arsitektur yang indah, perabotan-perabotan rumah yang mahal. Kanaya terkagum-kagum melihat seluruh isi rumah. Matanya terus meneliti setiap inci di setiap sudut rumah. Besar, indah, megah, mewah selalu kata itu yang pantas dikaitkan dengan rumah Adnan.

Kemudian Kanaya bertemu dengan bi Inem seperti yang sudah Satpam tadi bicarakan.

"Assalamu'alaikum non,"  sapa bu Inem.

"Waalaikumussalam, Bu," Jawab Kanaya.

"Panggil saya bi Inem aja non. Non mau langsung ke kamar apa mau lihat-lihat ruangan di rumah ini dulu?" ujar bi Inem menawarkan Kanaya berkeliling.

"Kanaya mau keliling rumah ini dulu boleh bi?" tanya Kanaya.

"Boleh dong non, ini kan rumah non Kanaya juga," jawab bi Inem.

Kanaya dan bi Inem berkeliling rumah. Bi Inem juga menceritakan sedikit tentang Adnan dan penghuni rumah ini yang lain. Kanaya sangat senang bersama bi Inem, karena bi Inem orangnya sangat ramah dan sopan.

"Ruang keluarga saja luasnya 3 kali ruang tamu yang sekaligus ruang keluarga di rumah," batin Kanaya saat sampai di ruang keluarga.

Seluruh ruangan di rumah Adnan luasnya memang lebih besar di banding rumah Kanaya. Tapi Kanaya tidak pernah berpikir bahwa Allah tidak adil padanya. Kenyataannya meski rumahnya jauh lebih kecil di banding rumah Adnan mereka tetap bahagia. Karena sesungguhnya bahagia itu sederhana.

Lama mereka berdua berkeliling rumah dan bercengkrama hingga akhirnya mereka tiba di depan kamar Adnan, yang nantinya juga akan menjadi kamar Kanaya.

"Non, ini kamar den Adnan."

"Ya, Bi makasih. Tapi, tolong jangan panggil saya non ya, Bi. Panggil saja Kanaya!" ujar Kanaya.

"Baiklah Non, eh ... nak Naya!" ujar bi Inem sedikit grogi.

"Bibi pergi dulu ya nak Naya, kamu istirahat saja dulu. Nanti kalau ada yang di butuhin panggil saja bibi ya!" ujar bi Inem.

"Baiklah bi," jawab Kanaya.

Kanaya masuk ke dalam kamar. Di lihatnya kamar itu. Banyak lukisan kaligrafi terpajang di dinding. Ada satu lemari yang isinya berbagai piagam dan piala milik Adnan. Meski penghuni kamar adalah laki-laki namun semua tertata rapi. Setelah itu Kanaya melepas jilbab yang masih melekat di kepalanya. Ia menuju kamar mandi karena jam sudah menunjukkan waktu dhuhur. Segera ia bersihkan badan dan bersiap untuk sholat.

Beberapa saat selesai sholat Kanaya merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk milik Adnan. Karena rasa lelah di tubuhnya tanpa di sadari mata Kanaya terlelap. Ia tertidur dengan pulas bahkan lupa soal suaminya yang tiba-tiba pergi tanpa alasan yang jelas.

Akhirnya, part ini selesai.

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komen ya.

Thank kyu
Salam manis
♡♡Karina♡♡

JODOH DI USIA MUDA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang