PART 7

21.4K 1.2K 14
                                    

Malamnya Opa Hamdan tengah duduk di ruang tamu sembari menghitung Batu akik yang ia miliki.
Batu akik adalah batu favorit Opa Hamdan yang sudah di koleksi opa selama beberapa tahun ini. Di dalam kotak Kayu yang ia cat berwarna-warni tempat opa menyimpan Batu akiknya.

"Ngapain Opa?" tanya Prissy. Yang tiba-tiba sudah duduk di hadapan Opa Hamdan sesaat setelah ia meletakan Secangkir minuman teh jahe untuk menghangat kan tubuh Renta sang opa.

Opa melirik sekilas pada cucunya sebelum menjawab pertanyaan Prissy,
"Lagi ngelus istri Opa."

"Ya ampun Opa, sangking frustrasinya Opa karena udah lebih dari 15 Tahun menduda,Opa jadi sedikit kurang … aw-," Prissy meringis saat opa dengan kejam melemparinya dengan cincin batu akik tepat mengenai mulus nan lebarnya.

Melotot sebal akan tingkah sang opa yang menurutnya suka membully. Prissy berujar,
"Opa kejam …kejam oh kejam, kalau memang sudah tak sayang … kalau memang sudah tak cinta jangan lah kau lempari aku dengan batu akik mu," ujar Prissy dengan lirik lagu yang lagi-lagi ia ganti.

Prissy terus bernyanyi, sedangkan Opa Hamdan tak mau ambil pusing dengan kelakuan absurd cucunya. Setelah melempari Prissy dengan salah satu cincin batu akik Opa Hamdan melanjutkan kegiatannya yaitu membersihkan batu akik dari debu, padahal sebenarnya tidak ada setitik debu pun yang menempel di cincin vatu akik miliknya.
Ia juga menghitung jumlahnya karena walaupun sudah tua tetapi ingatan Opa Hamdan masih sangat tajam dan tidak mudah lupa.

"Untuk apa sih Opa ngumpulin batu-batu itu? nggak penting banget Opa," gerutu Prissy setelah selesai menyanyikan sebait lirik lagu.

"Ndas mu yang nggak penting Priss, ini itu seni tau, kamunya aja yang nggak tau seni."

"Tau kok," balas Prissy cepat. Saat sang Opa mengatakan ia tak tahu seni, tentu saja Prissy tidak terima. Karena ia adalah satu dari jutaan orang yang menyukai seni.

"Seni apa yang kamu tau memangnya? Karena seingat Opa, kamu nggak punya tuh kemampuan seni apa-apa," cibir opanya.

"Seni Prissy ya menyanyi lah Opa. Menyanyikan termasuk seni."

"Itu bukan seni Prissy, tapi teriak-teriak nggak jelas. Suara kamu itu jelek banget. Nggak ada seni-seni nya."

"Enak aja denger yaa suara Prissy bernyanyi.  Ehhhemmmm KALAU HANYA KOPI YANG KU SUGUHKAN TAK PERNAH ENGKAU MINUM, KALAU HANYA …,-''

"PRISSY HENTIKAN SUARAMU YANG SEPERTI SUARA TUKANG PARKIR ITU!" teriak Opa Hamdan murka.  Opa Hamdan mulai jengah mendengar cucunya yang selalu bernyanyi tidak ada habis-habisnya. Apa cucunya ini tidak takut jika suaranya itu menggangu ketenangan para tetangga.

Jika teriak di sebut sebagai seni, lalu di mana letak seni nya? Jika hanya teriak-teriak saja semua orang juga bisa, dengus Opa Hamdan dalam hati.

"Opa jangan teriak-teriak nanti Opa kena darah tinggi. Bahaya tahu kalau Opa kena darah tinggi nanti nggak ada yang ngasih Prissy uang jajan." 

"Up to you , wes karep mu lah, Opa don't care opo iki mau mau."

"Ayah ngomong pake bahasa apaan sih Yah?" sebuah suara menimpali dari arah pintu ruang tamu.
Opa Hamdan dan Prissy kontan menoleh ke asal suara dan seseorang itu di sambut antusias oleh Prissy.

"Aunty Monik, ahh Aku
Kangen!" terburu-buru Prissy melangkah ke arah Aunty Monik yang tak lain adalah Adik Ayahnya Prissy.

"Ya ampun Ssy, kamu kayak nggak pernah ketemu selama sebulan aja deh sama Aunty," gurau Monik.  Tak lupa ia juga membalas pelukan Keponakannya yang selalu membuah opanya darah tinggi.

"Ah kita memang nggak ketemu udah sebulan Aunty. Terakhir kita ketemu waktu itu pas ….-"

"Pas loe ngabisin kue ulang tahun yang baru gue buat untuk Pacar gue. Dan setelahnya loe justru kabur kan," sergah sebuah suara perempuan di belakang Monik memotong pembicaraan Prissy.

PENGANTIN BAJAKAN [SUDAH TERBIT] Where stories live. Discover now