10. Cogito Ergo Sum

1.8K 326 11
                                    


Aku tidak yakin sudah berapa banyak baju yang Aksa42 pinjamkan padaku. Aku yakin aku sudah mencoba semua baju yang dimilikinya, meninggalkan baju tipisku yang tak layak kukenakan jika hendak berjalan-jalan ke dunia luar. Untungnya, Aksa42 tidak merasa keberatan akan hal itu.

Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya. Tentu saja biasa dalam konteks ketika aku berada di dunia ini, bukan duniaku. Aksa42 akan bekerja, aku akan ditinggalkan, menjadi seorang pengangguran yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Bersandar pada ujung lorong yang berhadapan langsung dengan pintu keluar.

Jangan salah, sudah berkali-kali aku menawarkannya untuk bertukar pekerjaan. Maksudnya, aku menggantikannya dalam mengajar. Lagipula, jika aku mengajar para mahasiswa itu, tak akan ada yang tahu, kan? Penampilan kami sangat mirip. Tangga nada, gaya berbicara serta intonasi yang kami keluarkan dari pita suara sangatlah identik. Jika orang-orang tak memperhatikan gaya rambut kami yang sedikit berbeda, tentu mereka tak akan tahu.

Biasanya, ketika dia akan pergi bekerja, aku sedang berkutat dalam segala perhitunganku. Memikirkan kesalahan yang terjadi sehingga aku terlempar dalam dunia ini. Namun, aku tak mendapatkan hasilnya. Kurasa otakku memang tidak didesain untuk menjadi orang sejenius itu.

Aksa42 sudah memegang daun pintu. Dia sudah benar-benar siap dengan pekerjaannya sampai aku memanggilnya, "hei!"

Pintu itu tertahan. Terbuka sedikit, namun tidak terlalu terlihat. Raga Aksa42 menghalangi pintu itu, membuatku tak dapat melihat dunia luar dari celah yang terbuka. Dan sedetik kemudian, Aksa42 memalingkan wajahnya, melihatku karena menyadari bahwa aku memanggilnya.

Tentu saja, memang siapa lagi?

"Apa?" Alisnya terangkat.

"Bisa kau sebutkan berapa nilai pi?"

Aksa42 malah menaikan alisnya semakin tinggi, dia kebingungan. Ya, memang sih, aku seperti orang gila yang tiba-tiba saja menanyakan hal aneh, bahkan bisa dibilang tidak berguna.

Ya, tapi itu hanya kelihatannya, kan?

"Untuk apa?" tanyanya, mempertanyakan keanehanku.

"Sebutkan saja, sampai digit terakhir yang kau ketahui."

Aku yakin Aksa42 benar-benar ingin memukulku, kemudian membuatku tersungkur dan akhirnya menginjak-injak diriku yang sedang tak berdaya akibat keanehanku itu. Namun, seolah sudah mengerti akan sifatku yang sedikit berbeda darinya, pada akhirnya dia lebih memilih untuk menyerah.

Aku sudah menanyakan beberapa hal yang mungkin baginya tidak akan terlalu penting. Namun, itu juga karena ia tak mengerti akan motifku menanyakan hal itu.

Aksa42 menjawabnya, melontarkan deretan angka yang cukup panjang hingga akhirnya ia tak sanggup melanjutkan. Kurasa nilai pi di dunianya tidak berbeda dengan yang ada di duniaku.

Aku cukup terjekut. Tebakannya benar-benar tepat untuk ratusan digit pertama.

Tunggu. Maksudku, aku bukan terkejut karena dia mengetahui ratusan digit pertamanya. Namun, jumlah digit yang ia ketahui sama sepertiku.

Seratus tujuh buah angka.

Tentu saja jika aku tahu dia menyebutkan angka yang tepat, maka aku sendiri harus mengetahuinya, kan?

Akhirnya, Aksa42 kembali pada rutinitasnya. Ia meninggalkan rumah ini dengan melupakan coppola-nya. Membuat suara bising mesin terbangun yang menghilang dalam beberapa saat akibat telah dikendalikannya mobil super cepat itu.

Pengetahuan yang Aksa42 miliki hampir sama seperti yang kuketahui. Bahkan, mungkin dia tahu lebih banyak, lebih pintar dariku.

Uh, aku memang bilang aku tak akan memaksa Aksa42 untuk membantuku. Namun, aku merasa tak sanggup untuk bekerja sendiri.

3141 : The Dark Momentum [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang