5. Good Night

2.2K 404 41
                                    


Aku duduk dan menikmati film yang ditayangkan pada dinding. Aku tidak tahu teknologi apa yang mereka gunakan, tapi gambar yang terlihat pada dinding sangatlah jelas, padahal ruangan ini begitu terang. Sejatinya, spektrum cahaya yang dikeluarkan pada hologram akan membias jika terkena sorotan sinar dari luar. Tapi tidak dengan hologram yang kusaksikan sekarang. Apakah mereka berhasil menciptakan palet warna baru yang lebih kuat sehingga bisa mengalahkan cahaya yang seharusnya membiaskannya?

Dalam tiga puluh menit, aku masih tidak berani untuk melakukan perbincangan dengan diriku yang lain. Lagipula aku terlalu menikmati makanan yang telah tersaji di genggaman tanganku. Jadi, aku lebih memilih untuk mengisi perutku yang lapar sebelum menyiapkan mental penuh untuk melakukan konversasi dengannya.

Ah, film yang ditayangkan ini juga sedikit menarik. Aku hampir tak dapat mengalihkan pandanganku. Namun, aku harus melakukannya.

"Hei," kataku, sambil menaruh piring kotor di atas kedua pahaku. Kemudian, diriku yang lain itu menengok, sengaja meninggalkan bagian seru dari film yang tengah berputar untuk mengetahui apa maksudku memanggilnya.

"Aku benar-benar minta maaf karena sudah lancang memasuki rumahmu."

Namun, diriku yang lain itu sekali lagi malah tersenyum.

"Aku malah senang mendapati tamu."

Untung saja aku bukan perampok gila yang tak segan-segan membunuh penghuni rumah. Jika aku adalah orang seperti itu, tentu dia akan menarik kembali ucapannya.

"Kita belum berkenalan," Kusodorkan lengan kananku. Tenang, lenganku bersih karena aku makan menggunakan sendok, bukan dengan tangan kosong seperti yang biasa kulakukan ketika sendirian.

Namun, bukannya membalas uluran tanganku, diriku yang lain itu malah menatap lenganku dengan kebingungan. Alisnya digantungkan semakin tinggi, seolah-olah benar-benar tak mengerti apa yang kuinginkan.

Apakah tak ada budaya berkenalan di sini?

"Untuk apa?"

Untuk apa? Apakah pendengaranku tidak salah? Apakah dia benar-benar bertanya 'untuk apa'?

"Tentu saja berkenalan. Namaku Aksara, orang-orang biasa memanggilku Aksa."

Sekali lagi, dia tampak kebingungan. Namun, pada akhirnya dia malah tersenyum kembali. Kini disertai tawa kecil.

"Ah, kau senang bercanda, ya?" katanya.

Hah?

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada nama semacam itu."

Apa?

"Jadi, siapa namamu?"

Diriku yang lain itu kembali menengok padaku. Kemudian, dengan senyuman yang masih tergurat di wajahnya, dia memberitahuku, "Aku 620D003A299200042."

Apa?

Nama macam apa itu?

"Kau bercanda, kan?" tanyaku penasaran.

Namun, aku tak melihat rasa untuk menahan tawa dari dirinya. Wajahnya terus tersenyum menatapku, membuatku sedikit bergidik ngeri.

"Jadi, siapa namamu yang sebenarnya?" dia malah membalikkan pertanyaan padaku.

Aku kebingungan. Aku sudah mengatakan yang sejujurnya. Nama normal yang benar-benar namaku. Tapi kenapa dia tak memercayainya?

Apakah kombinasi dari deretan huruf dan angka itu benar-benar namanya? Gila, nama macam apa itu?

Aku mencoba untuk tetap tenang, padahal dalam hati aku sudah berteriak sekencang mungkin, membuat awan bergetar dan terjatuh ke bawah, menimbulkan hujan yang amat lebat hingga intensitas dan kecepatannya dapat menusuk manusia hingga mati.

3141 : The Dark Momentum [Selesai]Where stories live. Discover now