Akhir Yang Belum Berakhir

7.1K 499 16
                                    

Tujuh hari pun berlalu dengan sangat cepat. Tidak ada kejadian-kejadian aneh yang aku alami. Apakah kalian tahu? Aku penah sesekali bertanya kepada bibi Lamia tentang Nenek Laurent dan aku juga sudah pergi untuk mencari kamarnya.

Dan ternyata, kamar itu tidak bisa aku temukan. Hanya ada sebuah tembok kosong yang menggantikan pintunya dan sebuah lukisan tua menempel pada dindingnya. Tapi entah mengapa aku masih merasa  yakin, bahwa kamar Nenek Laurent itu benar-benar berada disana.

Sejujurnya yang bisa aku percayai sampai saat ini adalah itu semua hanyalah sebuah mimpi ketika aku koma. Sekarang, aku sudah merasa senang dan bersyukur bisa bersama keluargaku lagi yang dimana ada ayah, Kak Dylan dan juga Bibi Lamia.

"Leia, sebentar lagi kamu akan bertemu dengan seseorang yang penting dalam hidupmu," ucap bibi Lamia sambil membukakan pintu mobil untukku.

"Orang penting? Apakah sekarang dia berada di gereja bi?" tanyaku penasaran.

"Tidak, bibi dan ayah tidak akan mempertemukanmu sampai hari ulang tahunmu tiba dan bibi harap kamu bisa menerima kebenaran yang ada," jawab Bibi Lamia menjelaskan.

Aku hanya mengiyakan penjelasan yang baru saja Bibi Lamia katakan kepadaku. Aku merasa penasaran, tapi sebentar lagi aku juga akan mengetahuinya karena tiga hari lagi adalah hari ulang tahunku yang ke-17.

Aku duduk di kursi belakang dengan bibi Lamia, sedangkan ayah yang menyetir dan Kak Dylan duduk di sampingnya.

Sambil menunggu ayah dan kak Dylan masuk ke dalam mobil, aku mencoba untuk memainkan uap udara yang keluar dari mulutku yang disebabkan oleh udara pagi yang terasa dingin. Aku dekatkan kepalaku pada jendela mobil lalu aku gambar bentuk hati di sana dan sesekali menghapusnya.

Sedangkan Bibi Lamia sibuk merapikan rambutku dengan jari-jari tangannya yang sebenarnya masih dalam keadaan rapi dan tidak berantakan sama sekali. Ia sisir rambutku dari atas sampai ujung rambut dengan perlahan. Sampai seketika, aku melihat suatu hal yang tentu saja membuatku tersentak kaget.

"Leia? Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja? Kau membuat bibi terkejut." Bibi Lamia menatapku dengan serius sambil mencengkram kedua bahuku.

"Tidak bi, tidak apa-apa. Aku hanya terkejut melihat ayah dan Kak Dylan tiba-tiba keluar dari pintu rumah. Aku pikir siapa," jawabku berbohong.

Jelas-jelas aku melihat bahwa tirai jendela yang berada di dekat balkon tertutup dengan sendirinya. Tidak mungkin aku salah lihat kan? Hanya satu yang timbul dalam pikiranku saat ini yaitu, Nenek Laurent.

"Lamia, apa yang terjadi pada Leia? Mengapa wajahnya pucat seperti itu?" tanya ayah yang baru saja masuk ke dalam mobil dan melihatku. Kak Dylan pun juga melakukan hal yang sama dengan ayah.

"Kau tidak tersedak roti dan selai kacangkan Leia?" tanya Kak Dylan yang berusaha meledekku.

"Ih kakak!" ucapku kesal.

"Sudah-sudah, ini masih pagi loh. Masa anak ayah sudah ribut." Lerai ayah yang mencoba untuk menjadi penengah diantara kami.

***


Acara di Gereja pun berjalan dengan lancar dan khidmat. Setelah selesai beribadah ayah memutuskan untuk mengobrol dengan teman-temannya dan Bibi Lamia juga ikut mendampingi ayah kemana pun ayah pergi.

Sekarang tinggalah aku bersama Kak Dylan yang sedang terduduk di bangku taman yang tepatnya berada di depan gereja sambil memandangi satu per satu orang yang berlalu lalang.

"Leia, kau lapar tidak?" tanya Kak Dylan.

"Sedikit kak, lagian juga kita kan belum makan siang. Sedangkan ayah masih mengobrol dengan teman-teman kerjanya. Bagaimana kita bisa makan?"

"Kau mau roti?"

"Roti apa? Roti terus," tanyaku sekaligus protes.

"Jadi kau mau atau tidak? Kakak ingin kesana. Kalau mau nanti kakak belikan," ucapnya sambil menunjuk satu toko kue yang bertulisan "Muffin and Latte Bakery".

Akhirnya, mau tidak mau aku memutusan pilihanku pada dua Muffin coklat untuk mengganjal perutku yang sudah terasa lapar dan disisi lain Kak Dylan menyuruhku untuk tetap menunggunya di bangku ini. Padahal aku ingin sekali ikut dengannya karena jujur saja aku juga merasa bosan.

Pengelihatanku tiba-tiba saja tertuju  pada wanita tua yang sedang berjalan menggunakan bantuan tongkatnya dengan tertatih-tatih. Digunakannya topi bulat yang menutupi sebagian wajahnya dan tas lusuh yang berwarna merah pudar.

"Sepertinya ia ingin berjalan menuju gereja. Aku ingin sekali membantunya, tapi apakah itu akan menyinggung perasaannya ya?" batinku.

Wanita itu terus berjalan melewatiku dan diiringi dengan suara tongkatnya yang bergesekan dengan aspal. Terlihat dalam beberapa detik bibirnya tersenyum misterius tanpa menatapku. "Hey! Apakah dia tau kalau aku sedang memperhatikannya?" ucapku dalam hati.

Tiba-tiba saja wanita tua itu jatuh tersungkur di depanku. Tanpa pikir panjang aku langsung berlari menghampirinya dan tentu saja  membantunya untuk berdiri.

"Nenek baik-baik saja?" tanyaku.

"Lutut nenek sakit cu," ucapnya dengan suara yang parau. Sesekali ia usap lututnya secara bergantian dan membuatku iba.

"Ayo kita obati luka nenek di dalam gereja, siapa tahu mereka memiliki obat-obatan," bujukku.

"Tidak cu, tolong antarkan saja nenek, ke dalam mobil nenek disana." Wanita tua itu menunjuk satu mobil berwarna putih yang sedang terparkir di seberang gereja.

"Baiklah nek, sini genggam tanganku." Aku meraih tangan kanannya dan menggenggamnya karena kita akan menyebrangi jalan.

"Namamu siapa cu?" tanya wanita tua itu tiba-tiba.

"Panggil saja Leia nek, kalau nenek sendiri siapa?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, wanita ini malah tertawa cekikikkan sendirian. Aku pun langsung melepaskan genggaman tangannya karena seketika perasaanku menjadi tidak enak. Apa sebenarnya dia tidak waras?

LEIA AWAS!!!

Samar-samar, aku mendengar suara seseorang yang tengah meneriaki namaku dari jauh dan ternyata itu adalah Kak Dylan. Dia sedang menatapku dengan wajah yang tidak bisa aku pahami. Dijatuhkannya dua buah muffin coklat yang aku pesan tadi dan dia langsung berlari ke arahku.

"Kita akan mati bersama Leia Gwyneth," ucap wanita tua di sampingku.

Suara klakson mobil tiba-tiba saja terdengar dari sisi kananku, aku pun menoleh. Ternyata, bukanlah sebuah mobil melainkan sebuah truk besar tengah berjalan dengan cepat ke arahku.

Terakhir yang aku dengar adalah suara rentetan klakson panjang dan aku merasakan tubuhku terhempas jauh ke tanah lalu, semuanya berubah menjadi gelap.

Jangan lupa tekan bintang  (*^^)v
Masih ada chapter tambahan setelah ini 😂

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang