Chapter 8

8.3K 538 4
                                    

Aku sudah kehilangan ibu sejak umurku tujuh tahun yang lalu dan sekarang aku tidak ingin kehilangan ayahku juga.

Aku menangis sesenggukan di samping ayahku. Aku mengambil selimutku dan aku tutupi tubuh ayahku. Aku akan selalu menjaganya dan aku harap kak Dylan dan juga bibi Lamia tidak akan sedih karena ini.

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu kamarku. Tapi, nada ketukkannya seperti orang yang sedang panik.

"Leia! Cepat buka pintunya!" ucapnya sambil berteriak.

Aku langsung membuka pintu dan ternyata itu kak Dylan. Aku peluk pria itu dan menangis di dalam pelukkannya.

"Kak Dylan, a..ayah," tangisku pecah seketika.

"Sudah! Tidak ada waktu untuk itu! Ayo ikut aku!" Pria itu langsung menarik tanganku dengan kencang. Bahkan genggamannya terasa sakit.

"Kakak! Apa yang kau lakukan?! Kita mau kemana!? Ayah meninggal, apa kakak tidak mau melihat dan mendoakannya?! Kakak ini kenapa sih? Sejak tadi sore, kau menjadi aneh kak!" ucapku ketus.

"Ikut aku Leia." Nada bicaranya seketika berubah menjadi datar. Demi apapun, aku bahkan tidak mengerti dengan sikap kakakku yang sekarang.

Tadi sore dia memintaku untuk tidak keluar dari dalam kamar. Tapi sekarang, dia malah menyuruhku untuk keluar.

"Bukankah kau melarangku untuk keluar dari kamar?"

"Tidak, ayo kita keluar." Dia langsung menarik tanganku dengan kencang dan membuat langkah kakiku terseret seret. Jawabannya pun membuatku bingung.

"Kakak pelan pelan kak," pintaku sambil meringis. Tapi, pria itu tidak memperdulikan perkataanku sama sekali, dia tetap menarik tanganku dengan kencang.

Dia membawaku ke ruangan dekat balkon. Aku ingat ruangan ini. Ruangan yang dipenuhi rak rak besar dan banyak buku buku hitam tersusun rapi di dalamnya. Aku ingat, aku sudah berjanji kepada bibi Lamia untuk tidak menyentuh apapun.

Lalu pria itu melepaskan cengkraman di tanganku. Dia bilang kalau aku harus menunggunya disini karena dia ingin mengambil sesuatu yang tertinggal.

Akhirnya, aku sendirian disini. Hanya cahaya bulan dan lilin yang menerangi ruangan ini. Sudah 30 menit aku menunggu, tapi kak Dylan belum datang juga. Sebenarnya, aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Apa yang terjadi? Dan sekarang aku hidup tanpa ayah. Bagaimana aku akan menjalani hidupku? Dadaku terasa sesak jika memikirkannya.

Tok.. Tok.. Tok..

Aku mendengar suara sesuatu diketuk. Aku langsung mencari dimana sumber suara itu berasal. Mataku terfokuskan dengan sesuatu yang disinari oleh cahaya rembulan. Aku melihat ada seseorang yang sedang berdiri menatap keluar jendela.

"Anda siapa?" Tanyaku kepada wanita itu. Tapi, wanita itu malah pergi keluar tanpa menoleh ke arahku dan duduk di kursi goyang yang ada di balkon.

Aku pun mengikuti langkah wanita itu. Aku mendekatkan kepalaku ke pintu. Aku mengintip apa yang sedang ia lakukan disana.

"Leia." Aku terperanjat kaget karena aku akhirnya ketahuan. Mengapa dia tau namaku dan dia bahkan memanggilku? Tapi, sepertinya aku mengenal suara itu. Aku beranikan diriku untuk berjalan ke arahnya.

Dan aku tidak percaya, ternyata dia adalah nenek yang ada di pimpiku. Nenek yang memberikan bunga Lily itu kepadaku. "Nenek?" ucapku pelan.

Wanita tua itu kemudian tersenyum dan memanggilku untuk menghampirinya. Tentu saja aku bingung, kenapa wanita tua ini ada disini.

"Kau bingung bukan kenapa nenek bisa disini?" Aku menganggukan kepalaku.

"Ini rumah nenek sayang, kau sudah berjanji untuk membantuku bukan? Tolong temukan nenek di rumah ini dan bunuh wanita itu Leia, sebelum dia mengambil Dylan."

"Apa yang kau maksud itu bibi Lamia nek?" Tanyaku bingung.

"Ya sayang, kamu sudah melihat dia membunuh anak itu bukan?" Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

Apa? Jadi itu semua benar? Kejadian pembunuhan yang aku lihat tadi pagi itu benar benar pernah terjadi. Tapi, aku tidak mau menjadi seorang pembunuh atau pun membunuh seseorang.

"Kau harus membunuhnya Leia atau kau akan menyesal dan satu lagi permintaanku jaga bunga Lily itu untukku sayang," ucapnya. Lalu dia mengecup keningku dengan hangat.

Wushhhhhhhhhhhhh

Seketika wanita itu menghilang seperti angin. Nenek? Dia pergi kemana? Aku memanggilnya kembali. Berharap dia kembali datang dan menemaniku disini.

Setelah nenek pergi, pandanganku teralihkan oleh sesuatu yang ada berada di pintu balkon. Aku melihat seseorang sedang berdiri di balik pintu. Sepertinya dia seorang wanita dan ditangannya terlihat tengah menggenggam sesuatu.

 Sepertinya dia seorang wanita dan ditangannya terlihat tengah menggenggam sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ah? Si..siapa itu?" Tanyaku terbata bata.

Tiba-tibq saja pintu balkon terbuka dan muncul wajah yang mengerikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba-tibq saja pintu balkon terbuka dan muncul wajah yang mengerikan. Matanya putih dan mulutnya terbuka dengan lebar.

"Ahhhhhhhhhhhhhhh!" Aku berteriak sekeras mungkin saat melihat makhluk itu menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

Dia berjalan ke arahku dan menggangkat benda yang ada di tangannya dan ternyata benda itu adalah sebuah palu!

Aku mencoba mencari jalan keluar tapi semua itu percuma karena aku sedang berada di balkon dan pintu satu satunya tidak mungkin aku lewati karena sekarang aku sudah terpojok di sudut balkon.

Dan kepalaku akhirnya terkena pukulannya.

To be continued...

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang