Chapter 2

13.1K 790 10
                                    

Aku melihat ke bawah. Ternyata ada satu tangkai bunga tergeletak di dekat kakiku. Itu adalah bunga Lili yang berwarna putih. Bunga ini sepertinya tidak asing bagiku.

Aku ingat!
Kalau tidak salah, bukankah bunga ini pemberian dari nenek yang ada di dalam mimpiku tadi? Tapi, kenapa bisa sama persis?

"Leia, kamu sedang apa?" tanya kak Dylan yang datang dari ujung lorong sambil membawa makanan.

"Kenapa di luar? Ayo masuk," ucapnya lagi sambil mendorong tiang infusku. Ku lihat ada dua buah roti Baguette dan tentu saja dengan satu toples selai coklat di tangannya.

"Dari mana kau mendapatkannya? Apakah suster memberikannya kepadamu?" tanyanya sambil sibuk mengoleskan selai.

"Dari nenek," jawabku singkat. Padahal itu belum tentu terbukti benar.

"Nenek? Nenek siapa yang kamu maksud?" tanyanya lagi sambil menatapku. Aku bergeming dan membalas tatapannya karena bingung harus menjawab apa.

"Kak, rotinya sudah? Aku lapar," tukas ku untuk mengalihkan pembicaraan. Tanpa banyak bicara dia langsung menyuapkan roti ke dalam mulutku.

Aku perhatikan wajahnya. Matanya sayu, rambutnya tidak terurus, kantung matanya pun agak menghitam. Apa ini semua karena aku?

"Kak?" panggilku pelan.

"Iya Leia?" jawabnya sambil mengoleskan selai.

"Kakak aku ingin bertanya," ucapku sambil mengunyah roti.

"Silahkan."

"Sudah berapa lama aku koma?" Dia hanya diam. Mungkin dia sedang berfikir untuk menjawab pertanyaanku atau tidak.

"Empat," jawabnya singkat.

"Empat hari?" tanyaku lagi.

"Empat minggu." Napasku tercekat mendengarnya. Bagaimana mungkin? Wajar saja jika aku kesulitan untuk berjalan.

"Kak, sebenarnya apa yang menyebabkan aku koma? Kenapa aku tidak bisa mengingat kejadiannya?" tanyaku lagi.

"Cukup Leia!" ucapnya dengan nada meninggi. Bahuku bergetar karena terkejut. Aku memutuskan untuk mengunci mulutku dan tidak bertanya lagi. Hal yang paling aku takutkan adalah dia akan merusak benda - benda yang ada di dekatnya. Bisa saja dia melempar toples selai itu.

"Dengar, aku sedang tidak ingin kamu membahas itu. Hal yang terpenting untukmu sekarang adalah kesembuhanmu. Maafkan atas kebodohanku yang tidak bisa menjagamu Leia," ucapnya sambil memelukku.

"Istirahatlah. Jika besok kamu sudah membaik. Kita akan pulang ke rumah Bibi Lamia."

Kemudian Kak Dylan mengecup keningku lalu meninggalkanku ke luar. Mungkin dia ingin meredam emosinya. Tidak lama setelah itu ayahku pun kembali bersama bibi Lamia.

***

"Hati-hati Leia," ucap ayahku memperingatkan. Aku turun dari mobil dan melihat rumah Bibi Lamia dari gerbang utama. Halamannya sangat luas, bahkan ada beberapa jenis bunga dan di tengahnya ada air mancur besar. Tapi, sepertinya air mancur itu sudah tidak berfungsi lagi.

"Bibi Lamia, rumahmu besar sekali. Kau tinggal dengan siapa?" tanyaku sambil berjalan di sampingnya.

"Bibi tinggal sendiri sayang, tapi untuk sekarang ada kamu yang akan tinggal bersamaku," jawabnya tersenyum.

Dia tinggal sendiri? Sungguhkah? Bahkan, aku baru saja melihat salah satu tirai jendela miliknya itu tertutup dengan sendirinya. Apa mungkin dia berbohong?

"Bahkan jendela rumahmu banyak sekali, aku yakin pasti bibi Lamia takut kegelapan ya?" tanyaku lagi.

"Mungkin. Tapi, sebenarnya itu karena disetiap ruangan memiliki dua jendela," jawabnya sambil memutar tuas kunci untuk membuka pintu.

"Silahkan masuk." Bibi Lamia mempersilahkan.

Merah?

Itulah satu kata yang ada dalam benakku ketika melihat seluruh isi rumah ini. Dekorasi di rumah ini berwarna merah bahkan karpet dan sofanya juga.

"Leia, kenapa diam? Ayo masuk." Ternyata kak Dylan dari tadi menungguku.

Aku mencari sosok ayah. Ah ternyata disana sedang mengobrol dengan bibi Lamia. Lalu aku menghampiri mereka berdua di salah satu sudut ruangan. Tapi, sepertinya kedatanganku malah membuat mereka terkejut.

"Ah, Leia. Ada apa nak?" tanya ayahku.

"Ayah, kamarku dimana?"

"Kamu boleh memilih kamar manapun sayang," jawab bibi Lamia.

"Tapi, aku tidak mau warna merah bibi," pintaku.

"Sayang, memang apa sala--." Ayahku bertanya namun bibi Lamia langsung meletakan tangannya di atas bahu ayahku dan membuat ayahku diam.

"Ada di lantai dua sayang, pintunya berwarna coklat ya," jawabnya cepat.

Entah kenapa aku merasa suasa di rumah ini berbeda. Atau memang perasaan ku saja? Aku naik ke lantai dua bersama kak Dylan. Ketika aku naik ke lantai dua, aku melihat lantai dua rumah ini didominasi dengan warna hitam, emas dan juga merah. Lantai dan dindingnya pun juga sudah tidak terawat. Bahkan sebagian ada cat yang sudah terkelupas.

Aku dan kak Dylan terus menelusuri rumah ini. Seperti labirin. Gumamku dalam hati.

Aku melihat ada vas kosong di ujung sana. Apa aku pinjam saja untuk bunga Lillyku? Bibi Lamia pasti juga tidak akan keberatan.

"Kak, bagaimana kalau kak Dylan pergi ke kamar duluan saja? Nanti, aku akan mencari kamarku sendiri," aku mengusulkan.

"Lalu, apa yang mau kamu lakukan Leia?" Pria itu bertanya sambil mengerutkan dahinya ke arahku.

"Hanya ingin melihat lihat rumah ini kakak," jawabku singkat.

"Baiklah, jangan nakal ya? Promise?" Kak Dylan memberikan jari kelingkingnya dan aku pun mengaitkan jari kelingkingku pada jarinya. Janji kelingking pun disepakati.

"I promise you."

Aku berjalan menuju ruangan yang ada di ujung sana dan meninggalkan kak Dylan.

Wah, ternyata ruangan ini terhubung dengan balkon. Tanpa pikir panjang aku berlari dan melihat pemandangan di bawah dari atas sini. Ada satu buah kursi goyang disana, mungkin milik Bibi Lamia.

Setelah bosan melihat pemandangan, pandanganku langsung tertuju pada rak buku yang besar dan dipenuhi banyak buku-buku besar. Di sampingnya terdapat perapian yang dihias dengan lilin merah.

Berharap bisa menemukan sebuah komik atau novel aku ambil beberapa buku dan aku baca sedikit.

Apa ini? Ini kan bahasa yunani? Dan semua cover buku ini kenapa berwarna hitam? Pertanyaanku menumpuk tanpa mendapatkan jawaban.

Ah, lihat. Ada satu buku yang berwarna merah di bawah. Karna penasaran aku langsung membacanya. Ada gambar bintang dan ada lingkaran. Simbol apa ini?

Σας κάλεσα , κάλεσα σας , ελάτε εδώ
(Sas kálesa , kálesa sas , eláte edó)

Aku baca satu kalimat yang tertulis dalam buku ini dan aku tau ini adalah bahasa Yunani. Kurasakan lantai yang ku injak terasa bergetar. Ah, Ini kenapa? Kenapa tiba- tiba semua rak buku bergetar?

Aku berteriak karena keseimbanganku hilang. Seketika aku langsung terhempas ke belakang dan jatuh tersungkur. Rasanya seperti ada sesuatu yang mendorongku dari rak buku ini. Di samping itu, aku merasakan tanganku yang lama kelamaan terasa perih. Ternyata tanganku tertancap paku hitam dan darah segarpun mengalir dari sana.

To be continued..

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang