Bab 1

15.3K 922 10
                                    

Aku melihat seorang wanita tengah berdiri dari balik pintu kamarku. Ia mengenakan dress panjang berwarna hitam. Kakinya juga dihiasi dengan sepatu heels berwarna merah tua. Wanita itu sepertinya terkejut karena aku tiba-tiba saja menunjuknya. Ayah pun ikut menoleh ke arahnya.

"Wanita yang sangat cantik," batinku.

Rambutnya terurai panjang dan memiliki warna coklat keemasan. Wanita itu segera merapikan rambutnya. Menyeka poni di antara telinganya dan juga merapikan baju yang ia kenakan. Ia pun berjalan masuk lalu, menutup pintu kamarku.

Ia berjalan menghampiriku.  Mungkin, dia sadar bahwa aku mempertanyakan keberadaan dirinya kepada ayahku. Dia berjalan terus sambil menatapku dan sekarang dia berdiri disisi kananku, lebih tepatnya berdiri di samping ayahku.

Wanita itu kemudian meletakkan tangannya di atas bahu ayahku. Aku sedikit terkejut. Jujur saja, ia adalah wanita yang menurutku memiliki keberanian untuk melakukannya.  Mungkinkah mereka teman dekat? Ataukah mereka memiliki hubungan yang tidak aku ketahui? Setelah kematian ibuku, aku bahkan tidak pernah melihat ayah dekat dengan wanita lain.

Mungkinkah? Aku berusaha mengusir pikiran negatifku. Lagi pula ayah sudah berjanji kepadaku jika, dia tidak akan menikah dengan wanita lain selain ibu. Aku pun percaya bahwa ayah akan menepati janjinya.

"Siapa ya?" tanyaku. Aku yakin, sekarang tidak ada ekspresi keramahan yang tergambarkan dari wajahku. Wanita itu tidak langsung menjawab pertanyaan ku. Dia terlihat seperti berpikir sesaat.

Apa mungkin ayah mengingkari janjinya kepadaku? Aku menatap ayahku dengan perasaan sedikit kecewa. Ada perasaan yang mengganjal di hatiku saat itu juga. Aku takut, jika pikiran buruk ku menjadi kenyataan.

"Leia," wanita itu memanggilku.

Aku menoleh menatap wajahnya karena penasaran atas jawaban apa yang ia akan berikan. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin aku ajukan kepada mereka.

"Kau siapa?" tanyaku sekali lagi.

Namun, ayah memotong pembicaraanku begitu saja. Aku yakin, ayah pasti sengaja melakukannya.

"Nak, kenalkan ini adalah teman ayah. Kamu bisa memanggilnya dengan sebutan Bibi Lamia," jelasnya.

Ayah dengan cepat menjawaban pertanyaannya. Wanita itu kemudian menggangguk. Seolah membenarkan semua ucapan ayahku. Aku pun berusaha untuk mempercayainya. Jadi, saat ini mereka hanya teman.

"Halo bibi Lamia. Salam kenal," aku mengucapkan salam dan wanita itu tersenyum.

"Salam kenal, anak manis. Bagaimana dengan tubuhmu? Apakah ada bagian yang masih terasa sakit?" tanyanya.

Aku menyentuh kepalaku. Ini memang terasa sedikit nyeri. Bibi Lamia langsung memeriksa perban yang ada di kepalaku. Dia juga merapikan rambutku seperti bagaimana dia menyeka poninya tadi. Tidak sengaja, perhatianku tertuju pada warna matanya. "Matamu sungguh indah. Aku sangat menyukainya," ku lontarkan pujianku padanya.

Dia tersenyum dan membalas tatapanku. Matanya yang berwarna biru itu menggambarkan dalamnya lautan. Itu cukup membuatku terkagum-kagum. Namun, disisi lain aku merasa seperti tidak asing ketika melihat kedua matanya. Aku seperti pernah bertemu dengannya.

"Aku rasa, kita pernah bertemu." Kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku.

"Sungguh? Aku pikir ini pertama kalinya kita bertemu. Apa kau bertemu denganku di dalam mimpimu? Aku harap itu adalah mimpi yang indah."

"Sungguh bibi Lamia. Aku merasa tidak asing denganmu."

"Kau ini sungguh unik," katanya.

"dan untuk 7 hari kedepan kamu akan tinggal di rumah bibi ya," ucapnya melanjutkan. Dia kemudian mengusap kepalaku.

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang