Chapter 16

6.7K 426 3
                                    


Kak Dylan?

Kau dimana kak?

Aku berteriak sambil memperhatikan seluruh sisi rumah.

Kakak, itu kau kan kak?

Kakak, jawab Leia kak?

Aneh, kenapa tidak ada yang menjawab? Padahal aku yakin, tadi itu benar benar kak Dylan. Kalau bukan, siapa lagi?

Oh iya. Dari pada memusingkan hal itu, lebih baik aku melanjutkan makan siangku sambil menonton televisi.

Kejadian tadi sukses membuatku tidak fokus sama sekali. Sesekali aku menoleh kebelakang untuk memastikan jika tidak ada orang di dekatku. Lalu, aku lanjutkan makanku sesuap demi sesuap dan aku menengok lagi ke belakang. Begitu pun seterusnya.

Ya Tuhan, aku menjadi tidak tenang. Aku merasa seperti diawasi oleh seseorang dari belakang. Ini kan masih jam 2 siang. Kenapa rasanya tidak enak sekali.

"Ayo Jacob, kita buat kue tart saja untukmu". Aku langsung pergi meninggalkan tempat itu dan beralih pergi ke dapur.

Sudah hampir 1 jam aku membuat kue ini dan sekarang aku tinggal menghias kuenya. Tinggal diberi krim sedikit, coklat dan..

PRAAAAAANG
(Suara benda pecah)

Hah? Suara apa itu?

Aku langsung menghampiri dimana sumber suara itu berasal. Ternyata vas bunga mawar milik bibi Lamia pecah, kacanya pun berserakan di atas piano putihnya dan ada sebagian yang jatuh ke lantai.

Aku langsung memungut dan membersihkan pecahan pecahan kaca tersebut dan membuangnya ke dalam tempat sampah.

"Hah? Darah?". Ucapku saat tidak sengaja menekan salah satu tuts piano. Kenapa ada darah disini? Jangan jangan yang menjatuhkan vas bunga ini, adalah Jacob.

Aku langsung memanggil Jacob dan tidak lama kemudian terdengar suara lonceng milik Jacob, dia berlari kearahku.

Aku langsung memeriksa ke-4 kakinya satu per satu. "Tidak ada yang terluka atau pun berdarah, lalu, yang tadi itu darah siapa?" Gumamku. Aku bingung. Ah, sudahlah. Lebih baik aku selesaikan pekerjaanku di dapur.


 Lebih baik aku selesaikan pekerjaanku di dapur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taraa! Akhirnya selesai juga. Lucu bukan? Aku akan memberikan ini untuknya. Semoga Jacob menyukainya.

"Ini untukmu Jacob". Ucapku sambil berjongkok dan memberikan kue itu padanya. Aku usap dari kepalanya hingga ekornya dengan lembut. Aku senang melihat dia makan dengan lahap seperti itu. Lain kali akan aku buat lagi ya.

Dap..

Dap..

Dap..

"Tunggu? Sepertinya aku mendengar suara langkah kaki?". Namun, ketika aku tengok kenapa tidak ada apa apa? Telinga Jacob juga bergerak dan matanya menatap ke arah belakangku.

Dap..

Dap..

Sekali lagi aku mendengar suara langkah kaki itu. Langsung saja aku menengok ke arah pintu dan aku melihat sebuah bayangan..

 Langsung saja aku menengok ke arah pintu dan aku melihat sebuah bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"YA TUHAN KAK DYLAN!". Aku terkejut setengah mati melihatnya. Bagaimana tidak, di tangan kanannya dia menggenggam sebuah pisau, rambutnya pun acak acakan tidak karuan.
"Kakak, apa yang sedang kau lakukan sih?" Timpalku lagi.

"Hanya sedang mencari pisau yang bagus". Jawabnya datar. Apa? Pisau yang bagus katanya? Apa aku tidak salah dengar. "Memangnya untuk apa?". Tanyaku lagi.

"Tidak ada". Kemudian dia pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Dasar tidak jelas". Gerutuku kesal. Dasar kak Dylan, aku dipanggil dari tadi tidak ada jawaban. Namun, waktu aku tidak mencarinya, ia malah datang tiba - tiba. Mengagetkanku saja.

Ini sudah 3 sore, tapi kenapa Ayah dan bibi Lamia belum pulang ya? Jujur, Aku sedikit takut jika sendirian di rumah ini.

Ding.. Dong.. Ding.. Dong..
(Suara bel berbunyi)

Nah Itu dia, ayah sudah pulang. Terimakasih Tuhan, cepat sekali terkabulnya.

Dengan senang, aku berlari menuju pintu. Aku buka pintu tersebut dan ada seorang kakek tersenyum menatapku.

"Halo nona Leia, selamat sore". Sapa kakek itu kepadaku.

To be continued...

Born For This (Now, you know) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang