“Bunda udah kelewatan baiknya. Jangan bikin dia keenakan.” Dara beranjak dari kursinya, kemudian meraih tas ranselnya di sudut meja makan.

“Yaudah, Bunda titip ini buat Malik, ya,” kata Bunda yang sudah berada di dekat Dara sambil mengulurkan dua kotak makan berukuran sedang.

“Ini apa?” tanya Dara terkejut. Ia enggan meraih dua kotak makan itu.

“Yang satu bekal sarapan. Yang satu lagi kue bolu coklat keju. Semuanya kamu kasih ke Malik, ya.” Bunda mengulurkan dua kotak itu semakin dekat ke arah Dara.

“Apaan sih, Bun?” Dara berniat menolak. “Nggak usah repot-repot beginilah.”

“Ini bukan buat kamu, tapi buat Malik.”

“Nanti dia malah keenakan kalo Bunda baik terus sama dia.”

“Itung-itung ini ucapan terima kasih karena dia udah temenin kamu malam minggu kemarin,” desak Bunda.

“Bukan Dara yang minta ditemenin,” kata Dara cuek.

“Tapi Bunda yang minta dia temenin kamu,” kata Bunda membenarkan. Bunda lalu memaksa Dara membuka tangannya dan menyambut dua kotak itu. “Ini, Bunda titip, ya. Ingat, langsung kasih ke Malik begitu kamu sampai di sekolah, ya. Bunda yakin dia belum sarapan.”

“Aduh, Bun,” Dara pura-pura kesakitan sambil memegang perutnya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya yang memegang dua kotak makan, perlahan ia turunkan dan meletakkannya di meja makan. “Perut Dara sakit nih. Lagi halangan hari pertama.”

“Apa hubungannya?” tanya Bunda heran.

“Dara harus ke toilet, lama. Pasti terlambat dan nggak sempat kasih bekal ini ke Malik,” kata Dara, masih berusaha keras menjalankan aktingnya sealami mungkin.

“Yaudah, kalo gitu, selesai dari toilet, kamu ke rumah Malik aja buat kasih bekal itu. Sekalian berangkat bareng dia biar nggak telat.”

Dara langsung menegakkan tubuhnya setelah mendengar saran dari Bunda. “Dara berangkat sendiri aja deh, Bun.” Ia kemudian bergegas ke luar rumah setelah pamit sekilas pada Bunda.

Bunda hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Dara. Ia tahu betul ketika putrinya sedang berbohong. Dan ia juga tahu dengan cara apa mengatasinya.

--<><>--

“Arul,” bisik Dara di depan kelas XII IPA 2.

Beruntung, Dara tiba di sekolah pagi-pagi sekali. Keadaan di kelas itu masih sangat sepi. Dan ia tahu Arul selalu datang paling pagi dari teman-teman sekelasnya yang lain.

Arul datang menghampiri. “Ada apa?”

Dara mengulurkan dua kotak titipan bundanya kepada Arul.

“Gue udah sarapan,” tolak Arul percaya diri.

“Ini bukan buat lo!” sahut Dara. “Gue titip buat Malik,” lanjut Dara sambil berbisik.

Arul tidak langsung meraih kotak-kotak itu. Ia memicingkan matanya, menatap Dara dengan heran.

“Ini titipan Bunda, bukan dari gue,” ujar Dara dengan tatapan memperingatkan. “Lo tahu sendiri, Bunda gue orangnya kayak gimana.”

“Kenapa lo nggak minta tolong Ethan aja yang sampein ke Malik?” tanya Arul masih bergeming.

Dara berdecak sekali. “Lo tahu sendiri Ethan mulutnya comel banget. Makanya gue minta tolong banget sama lo. Jangan sampai ada yang tahu bekal ini dari gue, ya. Gue nggak mau digosipin lagi sama dia.”

“Mending lo kasih sendiri langsung ke orangnya, deh,” saran Arul, masih enggan menyentuh kotak itu.

“Jadi, lo nggak mau bantuin gue?” kata Dara bernada kesal.

“Ngapain gue repot-repot sampein bekal itu, kalo nyatanya orang yang lo maksud sekarang lebih dekat sama lo daripada gue.”

Dara mengerutkan keningnya, tak mengerti. Ia baru paham maksud perkataan Arul ketika cowok itu memberikan kode dengan matanya untuk menoleh ke belakang.

Dara menoleh dengan ragu-ragu. Belum juga kepalanya menoleh sempurna ke belakang, sebuah tangan sudah mengambil alih dua kotak dari tangannya.

“Jadi ini buat gue?” tanya Malik sumringah.

“Itu titipan Bunda!” jawab Dara cepat. “Nggak usah dikembaliin kotaknya!” lanjutnya dengan nada memperingatkan. Ia takut, kalau-kalau Malik akan membuat kelasnya kembali heboh dengan kedatangannya.

Tanpa menunggu jawaban dari Malik, Dara melangkah pergi dari sana dengan langkah-langkah cepat. Malik hanya mampu mengiringi kepergian cewek itu dengan senyuman lebar.

Malik menoleh pada Arul yang baru saja berniat untuk kembali masuk ke kelas.

“Gue nggak pernah tahu kalo lo sama Dara ternyata saling kenal?” tanya Malik.

“Lo nggak pernah tanya, kan? Ngapain gue capek-capek jelasin?” jawabnya cuek.

“Yaudah, sekarang gue tanya. Kalian bisa saling kenal, gimana ceritanya?” tanya Malik penasaran.

“Ya, jelas kenal. Waktu kelas sepuluh, gue sama Dara teman sekelas. Bareng Ethan, Satya, sama Iko juga.”

Malik tertegun seketika. “Kelas sepuluh lima?” tanyanya meyakinkan.

Arul mengangguk, membenarkan tebakan Malik. Kemudian ia masuk ke kelas setelah beberapa saat menunggu, namun Malik tidak kunjung bersuara.

X-5. Malik mencoba menghubungkan semuanya dengan isi diary Manda. Itu artinya, cowok yang disukai Manda sekelas dengan teman-temannya saat kelas sepuluh. Atau bisa jadi, cowok itu adalah salah satu dari mereka.

TBC

Sebentar lagi kita akan memasuki konflik yang mungkin aja bisa bikin kalian berpikir dua kali sama tebakan kalian di awal cerita ini.

Aku terhibur banget baca komen-komen kalian yang heboh-heboh dan ngocok perut di setiap scene cerita ini. Semoga cerita ini juga bisa menghibur kalian, ya.

Satu lagi, aku mungkin nggak akan rutin lagi update cerita MIG ini. Maksudnya, nggak akan update tiap hari lagi, tapi aku kasih jeda dua atau tiga hari. Selain karena memang konflik cerita ini akan mulai menguras emosi kalian, juga biar kalian ngerasain kangen yang mendalam dulu sama Malik. Kan nggak asyik kalo ketemu tiap hari. Ya, kan? Wkwk

Jadi, jangan berharap aku update besok ya. Aku akan update lagi di waktu yang tidak menentu, tapi nggak akan lama kok jedanya. Kumpulin dulu kangennya sama Malik ya.

Vote dan comment jangan lupa, biar makin semangat :)

Salam,
pitsansi

My Ice Girl [Sudah Terbit - SEGERA  DISERIALKAN]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt