[12] Petunjuk

379K 27.2K 1.4K
                                    


“Ra, buruan sini.” Niki memanggil Dara yang baru saja merapikan buku-buku pelajarannya di atas meja dan hendak keluar kelas. Kelas sudah lumayan sepi sejak bel pulang berbunyi lima menit yang lalu. Kini hanya tinggal menyisakan beberapa orang di dalam kelas, termasuk Dara.

Dara membalikkan tubuhnya, menoleh pada Niki yang kini sedang berkumpul di tengah kelas bersama dengan beberapa teman sekelasnya. Kesepuluh perempuan yang berkumpul di sana tampak sedang merundingkan sesuatu yang sangat penting.

“Sini, Ra. Kita mau tanya sesuatu yang penting banget.” Kali ini Lala yang mendesak Dara untuk segera mendekat.

Dara kemudian mendekat karena penasaran. “Mau tanya apaan, sih?” Ia lalu duduk di salah satu bangku yang dekat dengan sekumpulan cewek-cewek itu.

“Kita lagi debat serius, nih,” kata Lala memulai penjelasannya. “Dari tadi hasilnya imbang terus. Jadi, kita butuh suara lo buat nentuin suara terbanyak.”

“Emangnya lagi voting apaan?” tanya Dara makin penasaran.

“Kalo disuruh pilih, lo lebih suka cowok yang romantis atau humoris?”

Pertanyaan Lala barusan membuat keadaan menjadi gaduh. Semua teman-temannya langsung menyuarakan pendapat beserta alasan mereka masing-masing. Suaranya berisik sekali, hingga membuat Dara pusing mendengarnya.

“Suara kita di sini imbang, nih. Lima orang pilih cowok romantis, dan lima orang pilih cowok humoris. Kalo lo, pilih yang mana?”

Desakan Lala membuat Dara mulai berpikir.

“Lo pasti pernah punya pacar yang romantis, dong?” tanya Lala, mulai memancing.

Mata Dara menerawang jauh. Ia sedang membayangkan sesuatu. Bukan pacar seperti yang disebutkan Lala. Karena ia memang belum pernah pacaran sama sekali. Tapi, kini ia justru sedang membayangkan sosok Gino yang menurutnya sangat romantis.

“Lo pasti pernah dikasih surprise sama seseorang atau dia kasih hadiah yang bisa menyentuh hati lo banget, kan?”

Senyum Dara perlahan mengembang ketika kini membayangkan momen-momen manisnya dengan Gino. Cowok itu selalu perhatian padanya. Bahkan tidak jarang cowok itu menghadiahkan sesuatu padanya walau bukan di hari spesialnya. Walaupun barang-barang itu tidak mahal, namun sungguh menyentuh hatinya. Contohnya, gantungan kunci snowball yang cowok itu berikan padanya beberapa waktu lalu.

“Nah, kalo cowok yang humoris, cowok yang bisa menghidupkan suasana dengan leluconnya. Bikin suasana jadi menyenangkan.”

Kali ini Dara mencoba membayangkan sisi humoris Gino, namun ia tampak kesulitan. Cowok itu jarang sekali bercanda, justru cenderung bersikap manis padanya.

“Biar gampang, lo bayangin aja Malik. Dia itu lucu banget,”

Perkataan salah satu teman sekelas Dara yang bernama Risma seketika membuyarkan bayangan Dara. Nama Malik yang baru saja lolos masuk ke telinganya membuat senyum di wajahnya sirna tak berbekas.

“Iya, selalu bisa bikin kita ketawa walau cuma bisa liat dari jauh. Cara dia bercanda sama teman-temannya kayaknya asyik banget. Pantas aja si Ethan betah temenan sama dia. Pokoknya pasti ketawa mulu kalo jadi pacarnya. Mau, deh.” Kali ini komentar panjang lebar dari temannya yang bernama Sari. Wajah cewek itu berbinar-binar dengan suara hampir histeris.

Dara mendadak hilang selera untuk bersuara.

“Jadi gimana, Ra? Lo lebih suka cowok yang mana?” desak Niki.

“Contoh cowok humorisnya nggak bisa yang lain aja?” kata Dara bernada sebal. “Ngerusak imajinasi gue aja.”

“Malik itu lucu lagi, Ra,” Sari mencoba menghasut. “Murah senyum, terus bisa bikin teman-temannya ketawa. Orangnya asyik buat diajak bercanda.”

My Ice Girl [Sudah Terbit - SEGERA  DISERIALKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang