[15] Di Antara Dua

355K 26.9K 845
                                    


“Ternyata Om dulunya atlet Bulutangkis, ya?” tebak Malik sambil menyentuh salah satu piagam emas yang terpajang di dinding ruang tamu. Di sebelahnya terdapat foto pria muda yang usianya sekitar belasan tahun sedang berdiri di podium juara dengan piagam emas di genggamannya.

Om Darwin mendekat. “Bukan atlet, cuma hobi main aja,” katanya menjelaskan. “Ini waktu Om ikut kejuaraan Bulutangkis antar provinsi. Kebetulan Om juara satu waktu itu.” Om Darwin menunjuk foto di hadapan Malik.

“Hebat,” puji Malik. “Saya juga suka main Bulutangkis, tapi nggak sejago Om.”

“Kalau begitu, lain kali kita main bareng, ya?” ajak Om Darwin sambil tersenyum.

“Dengan senang hati, Om. Tapi, mainnya nanti jangan terlalu serius, ya. Biar saya nggak cepat kalah.”

Om Darwin tertawa, kali ini benar-benar terbahak akibat kata-kata Malik. “Kamu bisa aja. Om sudah berumur, staminanya sudah nggak seprima dulu. Bisa-bisa Om yang kalah kalau tanding sama kamu.”

Malik ikut tertawa di sebelah Om Darwin. Mereka saling bercengkerama akrab satu sama lain.

Di sudut lain, Dara memperhatikan keakraban antara Malik dan Ayahnya dengan perasaan aneh. Entah pesona macam apa yang ada dalam diri Malik hingga dengan mudahnya cowok itu menarik hati Ayahnya yang terbilang selektif pada setiap orang.

Kemarin Bunda, sekarang Ayah. Tuh cowok pake pelat apa, sih, sampe bisa bikin Ayah sama Bunda suka sama dia?

Om Darwin pamit pada Malik untuk mengangkat panggilan yang baru saja masuk ke handphone-nya. Malik mengangguk santun. Kemudian ia beralih melihat foto-foto lain yang terpajang di dinding ruang tamu, serta beberapa di pajang di bilik-bilik lemari kayu di dekatnya.

Sebuah frame yang terpajang manis di salah satu bilik kayu itu menarik perhatiannya. Malik meraihnya, lalu menatap lekat-lekat gadis cilik yang tampak di sana. Gadis cilik itu mengenakan pakaian sarjana cilik, lengkap dengan toga mini dan gulungan kertas di genggamannya. Senyum itu, senyuman gadis cilik dalam foto itu terlihat berseri dan sangat manis. Dara rupanya sangat manis sejak kecil.

Malik berusaha membiasakan diri dengan perasaan yang selalu muncul ketika ia menemukan satu per satu kemiripan antara Dara dengan Manda. Manda juga pernah mengabadikan momen yang sama seperti dalam foto itu. Dengan senyum yang sama manisnya dengan Dara.

Hingga kemudian, Malik mulai berani mengambil kesimpulan mengapa ia begitu tertarik pada Dara. Karena cewek itu begitu mirip dengan adik manisnya. Adik yang sangat ia rindukan setiap saat.

Sebuah tangan mengambil alih frame itu dari tangannya. Malik menoleh, dan melihat Dara kini ada di sampingnya.

Dara meletakkan kembali frame itu ke tempat semula tanpa kata-kata.

“Lo waktu kecil manis juga, ya,” ucap Malik sambil tersenyum. “Sayang, udah gedenya malah jutek begini,” sindirnya kemudian.

Dara menoleh kerena tersinggung. “Sorry, gue manisnya pilih-pilih orang!”

“Kenapa gue nggak bisa jadi salah satunya?” tanya Malik to the point.

“Kenapa juga gue harus manis sama lo?” Dara malah bertanya balik. “Sorry, ya, gue bukan Tiara ataupun mantan-mantan lo yang sok kemanisan di depan lo itu!”

Malik memicingkan matanya. “Lo lagi cemburu?” tebaknya, curiga.

Dara berdecih cepat. “Kege-eran banget lo!”

“Terus, kenapa tiba-tiba bahas mantan-mantan gue?”

Dara mendadak risi dengan tatapan Malik saat ini yang terkesan sangat menyudutkannya. “Gue nggak suka sama lo, ngapain juga gue cemburu?” katanya sambil mengangkat dagu tinggi-tinggi.

My Ice Girl [Sudah Terbit - SEGERA  DISERIALKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang