[15] Di Antara Dua

Start from the beginning
                                    

Malik tersenyum semakin lebar melihat tingkah lucu Dara, yang justru membuat Dara semakin kesal dibuatnya.

“Lo nggak ada niat mau pulang?” tanya Dara dengan suara pelan. Ia menoleh sekilas ke arah belakang, takut kalau-kalau Bunda mendengar perkataannya barusan.

“Maksudnya, lo ngusir gue?” tebak Malik dengan suara keras.

Dara langsung membulatkan matanya sambil menoleh sekali lagi ke arah belakang dengan waspada. Bisa gawat kalau Bunda mendengar ucapan Malik barusan. Sudah pasti Bunda akan memarahinya karena mencoba mengusir tamu.

“Gue cuma tanya doang!” kata Dara memperingatkan.

Malik semakin gemas dengan tingkah lucu Dara. “Gue akan pulang sekarang, asal lo mau senyum manis ke gue,” katanya penuh senyum.

Dara mengerutkan keningnya. “Bodo amat lo mau pulang atau nggak!” Ia lalu berbalik pergi menjauh dari Malik.

Baru menjauh beberapa langkah, Dara menghadang langkah Bundanya yang baru muncul dari arah dapur.

“Bun, janji loh, malam minggu nanti Dara boleh pergi ke acara ulang tahunnya Niki.”

“Oh iya,” ucap Bunda seperti baru ingat sesuatu. Ia lalu menyingkirkan Dara dari hadapannya dan melangkah mendekati Malik. “Malik, kamu ada acara malam minggu ini? Kalo nggak ada, Tante minta kamu temani Dara ke acara ultah temannya. Gimana?”

Dara langsung menoleh. “Bunda!”

“Dengan senang hati, Tan,” sahut Malik.

“Bunda, Dara berangkatnya sama teman Dara.” Dara menghampiri dan berhenti di sebelah Bunda.

“Kebetulan, malam minggu nanti saya juga mau ke sana kok, Tan,” Malik menyahut cepat.

“Tuh, kan, kebetulan banget.” Bunda tampak antusias. Ia lalu berujar pada Dara. “Nanti kamu berangkat sama pulangnya bareng Malik aja, ya. Biar Bunda nggak khawatir.”

“Tapi, Bun. Dara udah janjian sama teman Bunda.”

“Udah, batalin aja. Kasihan teman kamu jauh-jauh jemput ke sini. Mending kamu berangkat bareng Malik aja. Kan searah.”

“Tapi, Bun—“

“Kamu pilih berangkat bareng Malik atau sama Ayah?” tawar Bunda.

Dara berdecak sebal. Dua-duanya bukan pilihan yang asyik. “Bunda nyebelin!” Ia lalu berlalu pergi menuju kamarnya.

Bunda geleng-geleng kepala melihat tingkah Dara. “Begitu tuh, tingkahnya kalo lagi ngambek. Masih aja seperti anak kecil.” Ia kembali menoleh pada Malik. “Tante titip Dara malam minggu nanti, ya.”

“Siap, Tante,” jawab Malik mantap.

--<><>--

“Ra, nanti ke acara ultah gue, lo jadi ajak Gino, kan?” tanya Niki sambil memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tasnya seusai jam pelajaran.

“Hm, lihat nanti, deh.”

Niki menghentikan kegiatannya, lalu menoleh sepenuhnya pada Dara. “Kenapa? Kalian lagi marahan?” tebaknya.

“Apa, sih? Nggak, kok. Gue sama Gino baik-baik aja,”

“Trus? Lo berangkat sama siapa?” tanya Niki lagi. “Jangan bilang lo nggak datang,” curiganya. “Jangan gitu dong, Ra. Masa di acara spesial gue, lo nggak datang, sih.” Niki menggoyang-goyangkan tangan Dara seperti anak kecil yang sedang merajuk.

“Iya, iya. Lo tenang aja. Gue pasti datang, kok,” ucap Dara meyakinkan, hingga membuat Niki melepaskan tangannya.

“Gitu, dong.” Niki tampak senang. Ia lalu berbalik dan berteriak pada Ethan yang masih duduk di kursinya. “Than, lo jadi datang sama Malik, kan?”

Sebuah nama yang disebutkan Niki barusan langsung menyita perhatian Dara.

“Lo nggak boleh datang kalo nggak sama Malik,” ancam Niki pada Ethan.

“Busyet, kejam banget,” keluh Ethan.

“Biarin,” sahut Niki cuek.

“Gue balik duluan, ya,” kata Dara sambil bangkit berdiri.

Bye. Jangan lupa nanti malam, ya.”

Dara mengangguk sekenanya, kemudian berjalan ke luar kelas. Di luar, ia bertemu dengan Gino yang memang berniat menghampirinya di kelas.

“Nanti malam jadi, kan?” tanya Gino yang sudah berhenti tepat di hadapan Dara.

“Eh?” Dara kesulitan menjawab. Padahal, beberapa hari yang lalu ia sendiri yang meminta ditemani Gino ke acara ulang tahun Niki.

“Mau aku jemput jam berapa?”

“Sori, Dara berangkat bareng gue nanti malam.”

Suara seseorang dari balik punggung Dara membuat Dara dan Gino menoleh kompak. Malik yang baru saja bersuara, kini bergabung di tengah-tengah mereka.

“Nyokap lo udah nitipin lo sama gue. Jadi, gue harus pegang amanat itu baik-baik,” ujar Malik pada Dara, yang membuat dua orang di hadapannya mengerutkan kening.

“Kalo ngomong jangan sembarangan,” Gino tidak terima. “Apa-apaan maksudnya nyokap Dara udah nitipin Dara sama lo?”

Malik menoleh malas pada Gino. “Ceritanya panjang. Lo nggak akan ngerti.”

Gino berusaha menahan emosinya. Dari kata-kata Malik barusan, cowok itu mengisyaratkan seolah Gino sudah tertinggal jauh dari Malik untuk mendapatkan Dara. Apa Malik sudah bertemu dengan orangtua Dara? Secepat itu? Ia bertanya-tanya dalam hati.

“Udah, udah. Gue berangkat sendiri aja,” kata Dara menengahi.

“Nggak bisa,” kata Malik dan Gino bersamaan.

“Gue yang jemput lo.”

“Aku yang jemput kamu.”

Lagi-lagi dua cowok itu menyahut bersamaan, membuat Dara pusing sendiri.

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TBC

Yaampun, enak banget ya jadi Dara, direbutin dua cogan. Wkwk. Tenang, tenang, kalian bebas bayangin diri sendiri yg jadi Dara dalam cerita ini.

Aku udah tentuin cast Gino yaitu Dylan Jordan. Ganteng ya. Makasih buat yg udah rekomen doi. Aku awalnya nggak kenal aktor yg satu ini. Baru aja kenalan beberapa menit yang lalu lewat om google, dan langsung kepincut sama daya tariknya. Pas banget buat peranin Gino. Setuju kan?

Btw, yang masih semangat mana nih suaranya? Apa cuma aku aja yang semangat sendirian? -_-

Bagi vomment-nya dong, biar aku merasakan kehadiran kalian.

Salam,
pitsansi

My Ice Girl [Sudah Terbit - SEGERA  DISERIALKAN]Where stories live. Discover now