BAB 1 :: Cederanya rasa percaya

4.7K 511 106
                                    

"Lebay lo, Kak. Segala bilang lama gak ngobrol, padahal tadi aja teleponan janjian mau ketemu."

Pernyataan Erland memaksa Hana menyeret Renata menjauh dari keluarganya. Janjian mau ketemu. Sebelum keberangkatannya ke Bandung, Hana dan Renata tidak ada pembicaraan apa pun. Alvin yang meminta izin pada Erland untuk menyusul ke sini. Hana tak habis pikir, memang siapa orang yang hendak Renata temui sampai-sampai harus berbohong pada Erland? Untung saja Hana berbaik hati dengan tidak menyangkal apa yang Erland katakan. Bukan berbohong demi Renata, ia hanya tidak ingin Erland terluka.

"Ren, sekarang jelasin ke gue, apa maksud omongan Erland tadi? Lo lagi bohongin Erland?"

Seketika Renata terdiam berusaha mencari jawaban yang tepat dan masuk akal untuk membungkam pertanyaan beruntun dari sahabatnya. "Hmm ... gue gak sengaja."

"Gak sengaja? Inget Ren, kita sahabatan gak cuma setahun, dua tahun. Gue tahu kapan lo jujur dan kapan lo bohong."

"Oke gue jujur. Bang Haikal. Dia ngajak gue ketemu di Jakarta nanti."

"Dan karena itu lo bohongin Erland? Gila, demi Haikal, Ren?"

"Lo tahu sendiri gimana hubungan gue sama dia, Han. Dia ada di saat Erland putusin gue waktu itu. Dia nemenin gue pas gue sendirian karena Erland pergi. Gue cuma anggap dia Abang, dan dia pun sebaliknya. Nothing special."

Hana geleng-geleng. "Masih dendam aja ternyata. Lo tahu mahalnya harga sebuah kepercayaan, Ren? Erland sangat percaya sama lo. Dia melakukan segalanya demi menebus penantian lo dulu sama dia, dengan cara menerima Reka yang notabene anak dari pernikahan pertama lo. Jangan lupa kalau dia juga pernah hampir mati karena ulah mantan lo yang berengsek.

Apa itu belum cukup buat nebus kesalahan dia sama lo? Dengan gampang lo mencederai rasa percaya Erland?"

"Gak usah lebay, Han. Gue sadar posisi dan gak akan berlebihan sama Bang Haikal."

"Sekalinya seseorang berbohong dan akhirnya ketahuan, orang lain bakal sulit atau bahkan gak akan percaya lagi sama dia, sekalipun ketika dia berkata jujur. Lo mau kayak gitu?" balas Hana sengit.

Renata diam.

"Kalau emang lo sama Haikal gak ada apa-apa, kenapa harus lewat jalan belakang? Ren, meskipun lo anggap dia Abang, tetap aja kalian bukan saudara kandung. Lo harus bisa menjaga kehormatan lo sebagai seorang istri, dan jangan lupa jaga kepercayaan suami lo. Haikal juga harusnya cukup tahu diri buat gak ganggu istri orang."

Benar kata Hana, ia tidak seharusnya melewati jalan yang justru dibenci Erland. Renata hanya tidak ingin Erland cemburu dan mereka bertengkar pada akhirnya. Lagi pula, ia hanya akan menemui Haikal sekali ini saja——mungkin. "Han, please gue janji cuma sekali ini aja gue nemuin Bang Haikal."

Hana menghela napas panjang. "Terserah lo. Gue gak akan membongkar ataupun menutupi. Kalau Erland nanya, gue bakal jawab, seandainya dia diam gue juga akan melakukan hal yang sama. Bukan demi melindungi lo, tapi menjaga perasaan Erland," kata Hana sembari berlalu dari hadapan Renata.

Di sudut lain, Erland yang tanpa sengaja mendengar percakapan Renata juga Hana tersenyum miring. Ia menertawakan dirinya sendiri. Ternyata selama ini laki-laki itu tidak pernah benar-benar lenyap dari hati istrinya. Bodoh kalau Erland tidak juga menyadarinya. Erland selalu beranggapan kalau Renata utuh untuknya, tapi tidak. Renata sudah membagi sesuatu yang seharusnya hanya untuknya.

***

Reina menyusul kakaknya yang tadi berlari cepat ke arah toilet ketika sedang makan malam. Entah mengapa Reina merasa sangat cemas melihat Erland seperti itu. Bunda juga kakak iparnya berniat menyusul, tetapi Reina melarang.

Without youOn viuen les histories. Descobreix ara